Part 34

4.3K 468 74
                                    

"Kau merindukanku?" ucapnya yang terdengar dari telepon kami yang masih tersambung.

"Ap-"

Pria berambut pirang itu menarikku ke dalam pelukannya dengan tidak sabaran. Wajahku terbenam di dadanya hingga aku bisa merasakan detak jantungnya. Ia mendaratkan dagunya ke bahuku mengirimkan perasaan aneh ke perutku. Aroma tubuhnya yang sangat kusuka menyeruak masuk ke dalam hidungku.

Aku merindukannya. Benar-benar merindukannya. Aku masih tidak percaya dengan apa yang ada di hadapanku saat ini. Ia terlalu sempurna hingga pelukannya meluluhkan tumpukan rinduku padanya. Mungkin ia adalah seorang malaikat yang datang untuk melindungiku karena aku selalu merasa terlindungi jika berada di dekatnya. Niall.

Aku suka cara Niall memeluk tubuh kecilku. Bagaimana ia meletakkan dagunya di bahuku dengan penuh perasaan dan tangannya yang mengelus punggungku dengan lembut membuatku nyaman.

"Aku merindukanmu." Ia berbisik di telingaku dengan suara indahnya yang bahkan melebihi semua lantunan indah di dunia.

"Aku juga merindukanmu."

Niall memelukku semakin erat hingga dingin pun tergantikan dengan kehangatan. Tubuh kami menempel dengan sempurna hingga aku bisa merasakan betapa nyaringnya detak jantungnya yang beriringan dengan milikku.

"Kau ingat janji yang baru saja kau ucapkan di telepon?" Ia tersenyum miring, berusaha terlihat nakal, tapi tetap manis. "Ayolah, Millie, jangan berpura-pura lupa!" ia menggerutu saat aku menunjukkan kerutan di dahiku.

Ia melepas pelukannya. Menundukkan kepala untuk menatapku yang tentu lebih rendah darinya. Manik mata biru lautnya yang kadang terlihat terang dan gelap mengobati semua rinduku.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku ketika aku ingat apa yang tadi hendak kukatakan. Aku memang bodoh. Atau terlalu hanyut dalam pelukan mautnya.

"Jangan mengalihkan pembicaraan."

"Kau tidak bilang jika akan kesini!"

Lagi-lagi aku tidak mau mengaku yang berhasil membuat Niall menghela nafasnya.

"Bagaimana jika masuk dulu? Di luar sangat dingin, membuat tubuhku hampir membeku." Ia terkekeh pelan sambil memutar tubuhku dan mendorongku masuk.

Aku masih tersenyum mendengar leluconnya yang terdengar lucu hanya karena cara berbicaranya. Aksen Irlandia-nya sangat unik yang membuatku semakin menyukainya saat mengeluarkan kata apapun.

"Mau minum teh hangat?"

Niall mengangguk bersamaan saat ia mendaratkan tubuhnya di atas sofa. "Teh hangat dan pelukan hangat seharian."

Bibirku bergerak untuk tersenyum menahan malu saat ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Ternyata pria ini masih tidak mau melupakan ucapan asalku tadi. Padahal, kupikir ia tidak menganggapnya serius. Atau Niall memang sengaja memancingku? Oh tidak!

Aku meletakkan dua cangkir teh hangat di atas meja. Kemudian ikut duduk di samping Niall yang melebarkan kedua tangannya. Sepertinya ia ingin main-main denganku.

"Apa yang kau lakukan di sini, Niall?" dahiku mengerut dengan jelas.

"Tentu saja aku mengunjungimu, Millie." Ia tersenyum, kali ini menunjukkan pipinya yang merona entah karena apa. Sekarang yang perlu dipermasalahkan, kenapa aku tidak bisa berhenti memandanginya? Millie, jangan membuatnya percaya diri!

"Kau terbang dari Indonesia ke London hanya untuk menemuiku?" tanyaku hampir terdengar percaya diri.

"Ya, bukankah itu romantis?" Sangat. Apakah Niall bisa melihatku yang sudah melunak sedari tadi?

Step Sister  (Harry Styles & Niall Horan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang