Part 63

1.5K 179 13
                                    

Kurasakan dadaku yang terasa sesak dan bergetar tidak teratur. Sepertinya aku sedang bahagia atau... gugup? Entahlah yang jelas aku sudah tidak sabar menemui wajah-wajah familiar yang sangat kurindukan selama tiga bulan ini.

Tubuhku terguncang ketika lengan panjang Luke mendorongku. Senyumnya yang sama denganku muncul. Namun kali ini berbeda. Lingkaran besi kecil berwarna hitam di bibirnya tidak nampak lagi. Dia berbeda tapi aku lebih menyukainya seperti ini.

"Telepon aku jika kau sudah sampai ya?" pintanya sambil menarik koper hitamnya.

"Aku tidak janji, hei!" wajahku mengernyit merasakan cubitan di pipiku. "Kau telah bersumpah pada Grace untuk menjagaku."

"Menjagamu? Kau kira aku siapa, huh? Nenekmu?"

"Terserah. Jangan harap kau mendapat satu pesan pun dariku." kujulurkan lidahku, berharap menemukan wajah kesal milik Luke.

Sejenak kami terdiam di tengah lalu lalang lautan manusia. Tubuhku terasa lelah dan rasa kantuk tak tertahan. Hanya gurauan Luke yang bisa mengalihkan semuanya.

"Mana kopermu." Tanpa persetujuanku, Luke menarik koperku dan berjalan mendahuluiku. Aku tertawa kecil melihat koper merah mudaku berada di genggamannya.

Luke menatapku dengan wajah melecehkannya ketika dia telah sampai lebih dulu di tempat menunggu taksi. Lehernya yang jenjang menoleh tak sabaran ke seluruh penjuru. Seperti waktu mengejarnya dan hendak melahapnya hidup-hidup. Akhirnya berhentilah satu taksi di hadapan kami.

"Ayo!" Ucapnya kemudian memasukkan koperku ke bagasi. Dengan cepat di mendekatiku. "Hari mulai gelap. Lebih baik kau pulang dulu. Kabari aku, kau janji?"

"Siap kapten!" Kuangkat tangan kananku untuk memberi hormat padanya.

"Dasar, drama queen."

Kulambaikan tanganku sebelum masuk ke taksi dan meninggalkannya seorang diri. Aku salut padanya dan bahagia bahwa dia adalah sahabatku. Kabar baiknya, Luke telah berjanji untik mengajakku ke rumahnya. Ugh... aku sudah tidak sabar.

Di dalam taksi aku sudah tidak bisa menahan diri. Aku sengaja tidak memberi tahu siapapun jika aku pulang ke Australia hari ini. Semoga aku bisa melihat wajah terkejut bercampur kesal mereka. Terutama Harry. Karena hatiku yang meletup-letup, kurelakan membayar lebih pada sopir taksi ini.

Pintu besar itu lagi. Sebelum mengetuknya, aku menoleh lagi ke belakang. Rupanya mom memiliki hobi baru. Berkebun.

"Wow!" Teriakku terkejut, bersamaan dengan pria tinggi berambut ikal di hadapanku.

"Demi LA! Apa yang kau lakukan di sini?" Alisnya bertaut tapi aku tahu Harry tidak mampu menyembunyikan senyum lebarnya.

"Demi Lovato!" Kuputar bola-bola mataku. "Ini rumahku juga. Apa masalahmu?"

Kami terkekeh dengan sambutan masing-masing yang aneh. Baru setelah itu, Harry merunduk untuk memelukku. Kusandarkan kepalaku di dadanya dan kucium aroma deterjen dari sweaternya. Sepertinya dia juga baru mandi dari aroma segar tubuhnya.

Pelukan kami terlepas dan kulekatkan pandanganku padanya. Harry terlihat sedikit kurus dan aku membenci itu. Kusentuh pipinya yang terlihat tirus dan menekannya berkali-kali.

"Apa kau merokok?"

"Millie," Harry menghembuskan nafasnya. "Kau baru bertemu denganku dan sudah menuduhku yang tidak-tidak. Apa- hei!"

Aku melewatinya begitu saja sambil memainkan tanganku untuk menirukan gaya berbicaranya.

"Dad? Mom? Gemma?" Teriakku hampir memenuhi seluruh ruangan. Tubuhku seperti melayang ke setiap sudut rumah hingga bertemu dengan Harry lagi. "Kemana yang lain?"

"Asal kau tahu, nona, hanya ada kita berdua di sini." Matanya menyipit. "Kau tahu apa artinya?"

"Entahlah." Kuangkat kedua bahuku ngeri.

"Itu artinya mereka tidak di rumah, bodoh. Memangnya kau kira apa?" Harry mendekatiku dan mendorong keningku pelan dengan telunjuknya.

"Aku hanya khawatir jika kau akan menjahiliku."

"Oh.. Benarkah itu?" Kumundurkan kepalaku ketika Harry hendak mencolek daguku. Apa-apaan dia?

"Jangan mengangguku. Aku lelah."

Dengan koper besarku, aku beringsut menuju kamarku dan meletakkannya di dekat lemariku. Kujatuhkan tubuhku ke atas kasur. Berharap aku akan jatuh ke atas tumpukan kapas yang sangat lembut. Kubawa tanganku menyusuri permukaan kasur yang tertutupi sprei Manchester United kesayanganku.

"Nikmatnya memeluk kasur, huh?"

"Harry! Apa yang kau lakukan di kamarku?" Kulebarkan kedua mataku untuk menakutinya.

"Hanya ingin berpamitan." Jawabnya santai kemudian memutar tubuhnya.

"Kau mau kemana?" Cegahku. Aku tidak ingin berada di rumah ini sendirian.

"Tadi kau bilang tidak ingin aku ada di kamarmu."

"Harry.." Aku segera beranjak dan menarik lengannya. Tenagaku yang hampir lenyap rupanya masih sanggup menghentikannya. "Kau mau kemana? Boleh aku ikut? Kumohon."

"Aku ingin memotong rambutku."

"Benarkah?" Satu tanganku berpindah untuk menutup gua di mulutku. Aku hampir pingsan mendengarnya. "Kau bercanda?"

"Terserah." Harry melepaskan diri dariku dan berjalan ke arah pintu.

"Apa kau baik-baik saja?" Kuusahakan mengejarnya dan kusentuh keningnya. Membuat Harry berhenti tiba-tiba.

"Jika kau mau ikut boleh saja asalkan kau berhenti bertingkah cerewet. Ok?" Aku hanya menjawabnya dengan anggukan dan pertahanan agar tidak terkekeh.

Setelah mengunci pintu, Harry menyuruhku untuk bergegas ke dalam mobil. Dia selalu menggeram kecil setiap kali menemukanku yang menahan tawa hingga wajahku memerah.

"Apa kau yakin tidak akan menyesal?" Tanyaku yang kesekian kalinya setelah kami berada di perjalanan.

"Sekali lagi kau bertanya aku akan mencari plester untuk mulutmu." Aku membuang arah pandanganku setelah merasa tersakiti. Kesal rasanya jika sifat kasarnya muncul.

"Aku hanya bercanda."

Dengan sengaja aku membiarkan kami saling diam. Bahkan dia belum menanyakan kabarku dan sudah melukaiku terlebih dulu. Rasanya aku ingin menggigit apapun yang ada di hadapanku. Perutku terasa hampa dan suasana di antara kami pun tidak ada bedanya.

"Kau tahu.."

"Hm?" Gumamku masih memandangi bayanganku di kaca mobil.

"Aku sangat merindukanmu. Apa kau juga merindukanku?"

Kutujukan mataku pada lekukan bibirku di pantulan kaca. Kutenangkan diriku terlebih dulu agar tidak terlihat memalukan. Setelah beberapa detik, barulah aku mampu menoleh pada Harry yang sedari tadi mengabaikan jalanan di depan kami dan menatapku seolah hanya aku yang lebih penting dari nyawanya sendiri.

.

,

Heyyy everybody *nada 5sauce* Sorry very sorry pretty stroberi.. Ini pemanasan dulu yee... Aku nunggu semangat readers" ku yang telah menghilang. Haluu readers baru, kenalan nyokk... Hehehe.. Inbox aku kalo mau kritik/saran/kenalan haahaha.. I'm waiting dolls.. :*

Step Sister  (Harry Styles & Niall Horan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang