"Mengapa kau tinggal di sini?"
Tanjiro terdiam lalu dia memasang wajah takutnya.
"Apakah tidak boleh?"
"..."
Muichiro terdiam. Dia tidak bermaksud melarang Tanjiro menginap. Justru entah mengapa dia merasa sangat senang jika Tanjiro menginap di rumahnya lagi.
"Boleh saja."
Singkatnya. Dan Tanjiro langsung melompat senang. Diapun menggandeng tangan Muichiro lalu masuk ke dalam.***
Tanjiro memasakan masakan yang enak untuk Muichiro. Dan tentunya Muichiro selalu menyukai apapun makanan buatan Tanjiro.
"Kau bisa memasak nasi dan membakar ikan. Bahkan kau juga bisa memasak yang lainnya."
Tanjiro menghentikan suapannya lalu menatap Muichiro.
"Hm, benarkah? Mungkin karena dulunya aku membakar arang dan membantu orang tuaku mengurus adik-adikku."
"..."
"Oh ya Muichiro-san, apakah kau terluka di dalam misi kali ini???"
Tanjiro langsung menatap Tokito dengan tatapan yang khawatir.
"Tidak."
"Hah, syukurlah.."
"Tanjiro, kau sendiri pulih dengan sangat cepat. Bahkan kakimu sudah tidak di gips."
"Ya. Kau benar Muichiro-san."
Tanjiro menyuapkan makanannya. Kemudian dia teringat apa yang ingin dia bicarakan.
"Muichiro-san, karena aku sudah pulih, apakah kau ingin melatihku lagi?"
"Melatihmu?"
"Ya."
"Apa yang ingin kau pelajari?"
"Kecepatan dalam mengayunkan pedang."
Muichiro terdiam. Dia sedikit bertanya-tanya. Selama ini dia memang belum pernah melihat Tanjiro bertarung. Namun kecepatan yang dia lihat saat Tanjiro menari tarian dewa api kagura, itu saja sudah hampir melampaui kecepatan dirinya.
"Boleh saja."
Tanjiro kembali bersorak bahagia. Jadi merekapun melanjutkan acara makan mereka.
***
Tanjiro dan Muichiro berlatih keesokan harinya. Muichiro mengajari teknik berpedang tanpa menggunakan ilmu pernafasan.
"Lakukan lebih cepat Tanjiro!"
Tanjiro terus mengayunkan pedangnya. Menangkis semua serangan yang Muichiro berikan.
"Kau kurang cepat! Kau harus bisa lebih cepat agar bisa membalas seranganku Tanjiro! Carilah celah dari diriku!"
Muichiro terus menerus melancarkan serangannya. Dan Tanjiro sedikit kuwalahan dan pada akhirnya Muichiro berhasil memukul kepala Tanjiro.
Mereka berlatih menggunakan pedang kayu yang sangat berat persis seperti katana.
Muichiro mendekati Tanjiro lalu dia duduk di sebelah Tanjiro sambil melihat kepala Tanjiro yang terkena pukulannya.
"Muichiro sangat hebat! Kau benar-benar sangat cepat."
Ketika mengatakan itu mata Tanjiro terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan dia terlihat sedih?
"Kau tidak fokus selama latihan. Apa yang kau pikirkan?"
“Yang aku pikirkan?”
“Ya.”
Tanjiro terlihat mengepalkan tangannya. Dan perlahan raut wajahnya berubah.
"Sebenarnya, setelah aku melawan iblis bulan bawah di kereta Mugen, aku di berikan mimpi yang berisi masa depan."
"Mimpi?"
"Ya. Menjebak seseorang dalam mimpi yang sangat indah ataupun mimpi yang sangat buruk memang merupakan kemapuan dari iblis ini."
"Apa yang kau mimpikan?"
"Aku melihat beberapa pilar serta temanku mati. Dan salah satunya yang ku lihat adalah dirimu Muichiro-san. Awalnya aku tidak percaya yang ku lihat adalah kenyataan. Namun Rengoku-san benar benar mati. Bahkan Uzui-san juga sempat berhenti berdetak selama beberapa saat. Tetapi untungnya dia hidup kembali. Jadi aku takut. Takut bila aku harus kehilangan kalian apalagi dirimu. Jika aku tidak cukup kuat maka aku pasti akan segera kehilangan dan rasa bersalah lagi."
Muichiro sangat terkejut saat mendengar cerita Tanjiro. Dia tidak menyangka akan mendengar kabar kematiannya. Tapi baginya, kondisi Tanjiro jauh lebih mengkhawatirkan.Dia melihat seolah-olah mental Tanjiro sedikit terguncang. Dan dia tidak tau harus merasa senang atau sedih ketika mendengar bahwa Tanjiro ingin menyelamatkan atau melindunginya.
Muichiro menariknya lalu memeluknya. Dia mengusap kepala Tanjiro.
“Kau bisa melindungi siapapun yang kau mau. Aku tidak akan mati. Aku berjanji padamu.”
Tanjiro membulatkan matanya. Entah mengapa kata-kata Muichiro dapat mengurangi kekhawatirannya. Dia berdiam diri sejenak menikmati usapan Muichiro. Lalu dia menarik dirinya dan kembali berdiri.
“Yosh! Aku akan berusaha! Muichiro-san, ayo ulangi sekali lagi!”
Dan merekapun mengulanginya kali ini Tanjiro terlihat lebih baik. Dia bahkan terlihat sangat bebas dalam mengayunkan pedang kayu itu. Sangat berbeda dengan yang tadi.
‘Muichiro benar. Aku pasti bisa melindungi mereka. Tidak, aku harus melakukannya! Demi orang-orang yang aku sayangi dan teman-temanku!’
Latihan itu berjalan selama beberapa hari. Dan kemudian di hari ketiga, Tanjiro berhasil membuat Muichiro berhenti menghunuskan pedang kayu nya.
“Bagus. Kau sudah melakukan semua hal yang aku perintahkan dengan sangat baik. Tidak ada hal yang perlu aku ajarkan lagi padamu. Jadi sudah cukup.”
“Baik! Terimakasih Muichiro-san!”
***
Saat ini mereka sedang makan malam. Dan kali ini Nezuko ikut bergabung dengan mereka walaupun hanya memperhatikan mereka. Muichiro menatap Nezuko yang sedang berada di sampingnya. Dan Nezuko menatapnya balik sambil memainkan sumpit yang dia pegang.
“Besok pagi, aku akan pergi ke desa pedang.”
“Apa?”
“Ya, aku harus menemui penempa pedangku yang baru untuk membuat pedangku.”
“Mengapa sangat kebetulan sekali?”
“Apa maksudmu?”
“Aku juga ingin memberitahu dirimu Muichiro-san. Besok aku juga harus pergi ke desa pedang. Karena Hanamori-san, tidak ingin membuatkanku pedang lagi. Jadi aku harus pergi untuk membujuknya.”
“Begitu.”
“Mn.”
Muichiro melihat kearah nasinya. Lalu dia bergumam.
“Syukurlah.”
Lalu diapun menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
***
Keesokan harinya, ketika mereka sampai di desa tersebut, mereka berdua langsung menemui kepala desa untuk sekedar menyapa.
“Muichiro-san, semenjak aku memasuki desa ini, aku selalu mencium bau belerang yang sangat kuat dan aku dengar, ternyata di sini memiliki banyak sekali permandian air panas. Apakah kau ingin menemaniku ke permandian air panas?”
“Permandian air panas?”
“Ya. Belerang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita. Jadi kita bisa sambil memulihkan diri atau melepas rasa lelah di permandian air panas ini. Bagaimana?”
“Baiklah.”
Muichiro berpikir, tidak buruk juga baginya berendam bersama Tanjiro di satu kolam yang sama. Namun saat mereka hendak memasuki permandian air panas, tiba-tiba pilar cinta berlari dari tangga dan Tanjiro langsung menolongnya untuk menutup pakaian bagian dadanya.Melihat itu entah mengapa membuat hati Muichiro menjadi sedikit tidak nyaman. Jadi dia langsung pergi dari sana.
Tanjiro tidak menyadari kepergian Muichiro. Dia terlalu berfokus pada Mitsuri dan Genyaa. Dan dia baru menyadari jika Muichiro menghilang pada malam harinya saat dia ingin tidur.
“Tanjiro kau sangat bodoh!!!! Bagaimana aku bisa melupakan Muichiro?! Apakah sekarang dia baik-baik saja?! Di mana dia akan tidur? AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!”***
Keesokan paginya, Tanjiro mencari Muichiro sambil mencari ‘senjata rahasia’ yang di bicarakan oleh Mitsuri. Namun saat di tengah-tengah hutan dia melihat Muichiro dengan dua orang. Tetapi satu orang ini mengapa terlihat sangat familiar baginya??
Tanjiro terus menerus memperhatikan sosok ini dari belakang. Dan kemudian dia teringat dengan seseorang yang muncul di mimpinya. Mereka memiliki kesamaan yang sangat mirip. Warna rambut, postur badan, dan yang lainnya.
Hanya saja yang membedakan adalah baju serta tangannya.
Saat dia melihat Muichiro hampir bertindak keterlaluan pada seorang anak kecil itu, dia langsung memegang tangan Muichiro.
“Muichiro-san hentikan! Ini sudah melewati batas.”
“Mengapa kau di sini Tanjiro?”
“Aku mencarimu.”
“Oi, cepat berikan kunci itu!”
Muichiro mengabaikannya. Dia masih saja memaksa anak kecil itu.
“Hey Muichiro-san, mengapa kau sangat memaksanya?”
“Mengapa kau membela anak kecil ini? Penempa pedang itu tidak akan berguna jika tidak ada pemburu iblis. Jadi berikan saja kuncinya padaku!”
Tanjiro merasa kesal dengan ucapan Muichiro jadi dia memasang wajah tegasnya.
“Kau salah Muichiro-san! Justru penempa pedang dan pendekar pedang seperti kita saling berhubungan! Maka dari itu jika tidak ada yang menempa pedang untuk kita, pemburu iblis juga tidak akan bisa membunuh iblis. Jadi kau tidak bisa mengatakan mana yang lebih berguna atau tidaknya!”
“Minggirlah!”
Muichiro memukul Tanjiro dengan sangat kuat hingga Tanjiro pingsan di tempat. Namun saat dia sadar, Muichiro sudah pergi. Dan anak kecil itu sudah menyerahkan kuncinya.
Tanjiro melihat Muichiro yang berlatih dengan sosok yang ternyata adalah boneka milik peninggalan leluhur dari anak kecil yang bernama Kotetsu itu.
Kotetsu sempat menangis saat membayangkan boneka yang dijaga oleh leluhurnya akan rusak karena Muichiro.Namun Tanjiro menyemangatinya dan kemudian Kotetsu menjadi tersentuh dengan kata-kata Tanjiro.
Saat mereka kembali, mereka berpapasan dengan Muichiro. Dan benar saja. Muichiro merusak boneka itu dengan cara mencabut salah satu lengannya.Kotetsu yang sudah sangat kesal dengan Muichiro, akhirnya menjadi berambisi untuk membantu Tanjiro agar menjadi lebih kuat dan bisa menendang pantat Muichiro.
Dan begitulah yang terjadi hingga akhirnya Tanjiro berlatih tiga hari-dua malam tanpa berhenti. Dia harus melawan boneka itu.Hari pertama, Tanjiro dilatih untuk menghindari serangan yang berasal dari boneka itu. Pedang yang seharusnya di pegang oleh boneka itu telah diganti dengan batang kayu yang besar. Lalu hari kedua, Tanjiro mulai melakukan perlawanan dengan tangan kosong. Dia melawan balik tanpa menggunakan katana.
Dan di hari ketiga saat pagi harinya, barulah mereka bertarung dengan katana sungguhan. Tanjiro sempat ragu sejenak saat dia hendak menebas kepala boneka itu. Namun Kotetsu memberitahunya agar tebas saja kepala bonekanya.
Lalu hal mengejutkan yang selanjutnya terjadi. Di dalam tubuh boneka itu tertanam sebuah pedang yang sudah berusia seratus tahun.
Haganezuka muncul dan berkata‘Selanjutnya serahkan saja padaku’
Dan selalu seperti itu. Bahkan dia merebut pedang itu secara paksa.
***~t.b.c~
13 Juni 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) (TanMui) Always With You (いつもあなたと)
FanfictionMENGANDUNG SPOILER!!! Cerita ini adalah cerita TanMui (Tanjiro x Muichiro Tokito). Dan ini adalah lapak cerita BL atau GAY! Jadi jangan sampai salah lapak ya! *Setelah melawan iblis bulan Rui, Tanjiro dan teman-temannya menjalankan masa pemulihanny...