"Saya Rizal. Saya sepupu jauhnya Farah."
Rizal yang sedari tadi hanya diam di taman, mengamati sekitar. Dengan tiba-tiba, ada seorang pria mendekatinya dan menanyakan hal tersebut padanya.
"Owalah, pantesan. Semalam saya ada keperluan lain, jadi saya shalat isya di luar pondok. Begitu masuk pondok, banyak santri yang ngomongin kamu dari jauh."
"Ngomongin, saya?" Rival mengerutkan keningnya, heran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh para santri? Apakah dirinya aneh? Atau bagaimana?
"Iya. Soalnya kamu ganteng banget, katanya!" Azam mengacungkan kedua jempolnya, tepat di depan wajah Rizal.
Rizal hanya menyunggingkan senyumnya saja, tak dapat memberikan respon apapun.
"Tadi sewaktu saya mau ke sini. Saya di kirim foto keponakan saya, dia habis ke taman safari." Azam tiba-tiba sedikit bercerita, untuk mendekatkan dirinya dengan Rizal, agar Rizal tak merasa sendirian di pondok ini.
"Sepertinya, kata safari sangat tak asing bagi saya," batin Rizal.
"Kenapa?" Rizal mengalihkan perhatiannya pada Azam.
"Kenapa, apa?" tanya Azam, sambil duduk tepat di samping Rizal.
"Kenapa dia kirim fotonya ke— " Rizal menggantungkan kalimatnya.
"Saya Azam. Saya salah satu pengurus di pondok ini juga." Rizal hanya mengangguk-angguk kepalanya mengerti.
"Jadi, dia ponakan saya itu lebih dekat dengan saya, ketimbang dengan orangtuanya sendiri. Karena, orangtuanya lebih fokus mengurus kerjaannya, daripada mengurus anaknya. Jadi, dia di rumah hanya dengan pembantu saja. Saya juga jadi sering keluar dari pondok, karena urusan itu."
Rizal mendengarkan cerita Azam dengan seksama. Ia benar-benar mendengarkan dan memperhatikan hingga akhir, walaupun, Rizal tak tahu harus merespon apa dan bagaimana. Menurutnya, cukup dengan mendengarkan, orang-orang di sekitarnya dapat sangat merasa terbantu, karena suara curahan hatinya didengar. Sederhana, cukup mendengarkan saja, Rizal sudah sangat merasa dirinya berguna untuk orang lain.
"Lalu, dia ke taman safari dengan siapa?" Rizal yang terus menatap, memperhatikan Azam. Dengan Azam yang terus menatap ke arah depan.
"Dia ke taman safari, dengan pembantunya. Saya ingin menemaninya, tapi ada banyak hal yang harus saya kerjakan di sini. Makanya, dia semalam langsung kirim fotonya ke saya. Hanya dengan melihat dia tersenyum di foto saja, sudah sangat membuat saya bahagia. Dia anak pertama dan satu-satunya, dia juga perempuan, tapi, dia harus merelakan masa-masa pertumbuhannya tanpa diberi kasih sayang dari kedua orangtuanya."
Azam begitu iba pada keponakannya itu. Andaikan, andaikan saja anak perempuan dengan senyuman selembut dan semanis itu adalah putrinya. Pasti, pasti akan selalu ia tumpahi segala macam kasih sayang.
"Maaf. Kak Rizal, ya? Tadi di panggil Umi, di rumah." Salah satu santri tiba-tiba menghampiri Rizal dan Azam. Alhasil, mereka berdua menghentikan obrolannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival Zaroun [END]
Teen FictionRival Zaroun, pemimpin geng motor Brandon Axel yang harus kehilangan ingatannya, karena kecelakaan atas pengkhianatan dari salah satu sahabatnya sendiri. Tersesat dalam kepingan-kepingan ingatan yang harus ia susun kembali di Pondok Pesantren Ar-Rah...