Bab 18

19 14 0
                                    

Rival mengendarai motor sport hitam miliknya kembali, setelah terakhir kali mengendarai motor kesayangannya itu pada malam saat ia kecelakaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rival mengendarai motor sport hitam miliknya kembali, setelah terakhir kali mengendarai motor kesayangannya itu pada malam saat ia kecelakaan.

Rival terus melesatkan motornya membelah jalanan Ibukota, menuju apartemen Sava. Beberapa menit telah berlalu, kini Rival telah berada di apartemen Sava. Di sana, sudah terlihat Sava yang tengah duduk menonton televisi menampilkan drama Korea kesukaannya.

"Pagi, Sava." Rival duduk tepat di samping Sava.

Sava mengalihkan perhatiannya, kala suara berat milik Rival menyapa dirinya. "Pagi, Val." Sava kembali menyapa Rival, dengan senyuman manisnya yang ikut menyapa kehadiran Rival di sana.

"Nicho sama Zicho belum sampe?"

Sava memutar bola matanya malas. "Jelas belum sampe, lah! Kan, kamu datangnya kepagian." Rival hanya menampilkan deretan giginya, menatap ke arah Sava.

Sava terus memperhatikan layar televisi dengan sangat khusyuk. Rival melancarkan aksinya, dengan mengambil kotak cincin yang sudah ia siapkan sebelumnya, di dalam saku.

"Sava." Rival kembali memanggil nama Sava. Cincin yang dengan Rival pegang sudah terbuka, di sana menampil sebuah cincin silver, dengan desain yang sederhana, namun tetap terlihat begitu cantik.

Sava yang merasa dipanggil oleh Rival, kembali lagi dirinya mengalihkan perhatian pada Rival. Begitu terkejutnya ia, setelah melihat apa yang ada tepat dihadapannya.

"I love you." Satu kalimat yang membuat jantung Sava berdegup sangat kencang. Sesak, namun terselip ribuan kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya. Entah, ekspresi apa yang akan Sava tampilkan, dirinya benar-benar di buat membeku oleh kalimat yang terucap dari mulut Rival barusan.

Bulir-bulir air mata terus membendung di dalam lapisan mata Sava. Pandangannya semakin tertutup oleh air matanya itu. Sava benar-benar sudah tak sanggup lagi untuk menahan bendungan air matanya. Detik selanjutnya, air mata itu telah runtuh, terjun dengan mulus pada pipi chubby Sava.

Rival yang melihat Sava meneteskan air matanya, dengan segera ia mengusapnya. "Why are you crying?"

"Kamu pikir aja lah, bodoh! Orang lagi nonton drakor, tiba-tiba aja di sodorin cincin! Buat aku?" Rival yang melihat dan mendengar apa yang Sava katakan barusan, membuatnya tersenyum lucu.

"Malah ketawa!" Sava mengerucutkan bibirnya.

Rival menggelengkan kepalanya. "Tadi bilangnya 'aku kamu?' Jadi, aku udah di terima, dong?"

"Di terima apanya?!"

"Yang tadi. I love you." Rival kembali mengucapkan kalimat tadi, dengan senyumnya yang masih merekah dengan setia, menunggu apa yang akan Sava katakan.

"I love you more."

Seperti apa yang sebelumnya Sava rasakan. Rival pun merasakan apa yang Sava rasakan, dirinya benar-benar sangat bahagia. Rival dengan segera memakaikan cincin itu, pada jari manis tangan kiri Sava.

Rival menarik tubuh Sava, setelah dirinya berhasil memakaikan cincin tersebut pada Sava. Rival memeluk Sava dengan begitu erat. "Sekarang, kalo ada yang deketin kamu, bilang aja kalo kamu udah punya aku, oke?" Sava mengangguk dengan semangat, pada dada bidang Rival. Rival pun yang merasa gemas, mengecup pucuk kepala Sava dengan begitu lembut.

Selang beberapa detik, mereka melepaskan pelukannya, dengan senyuman yang masih terus terlihat di kedua wajahnya. Rasa bahagia, datang di saat badai yang telah mereka lalui kemarin, benar-benar membuat mereka terus mengucapkan kata syukur.

Keduanya kembali menonton drama Korea yang sempat tertunda tadi. Namun, kedua tangan mereka saling bertaut setelah acara pelukan tadi selesai.

Beberapa menit berlalu, hingga tibalah Nicho dan Zicho di apartemen Sava. Nicho langsung duduk tepat di samping Rival, kemudian Zicho duduk di kursi sofa single.

"Lo ngapain sempit-sempitan di situ?" tanya Zicho, heran melihat Nicho yang malah duduk di samping Rival.

"Gue, 'kan, sayang sama Rival." Nicho mengatakan hal itu, dengan tangan kanannya yang melingkar pada tangan kiri Rival.

Rival yang merasa jijik akan apa yang dilakukan oleh Nicho, ia menghempaskan tangan kanan Nicho, yang membuat Zicho tertawa. "Sana duduk lo di kursi single yang satunya!" usir Rival pada Nicho.

Setelahnya, Nicho benar-benar duduk di kursi single yang Rival tunjuk. Kemudian, Nicho mengeluarkan sebuah plastik ziplock yang sudah ada sebuah memori dashboard mobil Farah kemarin.

Sava yang sedari tadi diam, akhirnya ia pergi menuju kamarnya, untuk mengambil sesuatu dari sana. Setelahnya, Sava memberikan sebuah memori card pada Nicho. "Itu rekaman yang ada di ruangan Sam, semuanya terekam jelas di sana." Nicho hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Jadi, rencana kita mau temuin Papa lo, kapan, Va?" tanya Nicho.

"Papa gue baru balik lusa nanti. Mungkin malam nya aja kalian ke rumah, sekitar jam 9 malam."

"Oke." Nicho mengangguk-anggukkan kembali kepalanya, seolah dirinya mengerti akan apa yang Sava ucapkan.

"Ngangguk-ngangguk mulu, lo, kayak anjing." Rival memulai pertengkaran antara dirinya dengan Nicho. Bukan tanpa alasan Rival melakukannya, melainkan karena dirinya yang memang sudah sangat merindukan momen-momen di mana dulu dia sering meledek Nicho tanpa sebab.

"Daripada, lo, pengangguran tapi pagi-pagi gini pake tuxedo!"

"Dih, pengangguran gini juga banyak backingan nya!"

"Bangga, lo, begitu?"

"Jelas, dong."

"Lah iya, gue baru sadar, lo pake tuxedo, Val! Gue kira lo bakal kasi cincinnya nanti!" Zicho kembali menyerocos, setelah dirinya tadi berdiam diri.

"Lemes amat, mulut, lo, Zik!" Rival melempar bantal sofa yang ada di sana, pada Zicho yang masih dengan wajah polosnya.

"Salah gue apa, Val?" Zicho yang tak terima dilempar oleh banyak sofa itu, memberikan protesnya karena merasa tak adil untuknya.

"Salah, lo, punya mulut yang lemes! Udah tau di sini ada Sava!" Nicho mewakili apa yang hendak Rival katakan pada Zicho.

"Lagian juga gue udah kasih cincinnya tadi, sebelum kalian dateng." Rival dengan santai mengatakan hal tersebut, yang membuat Sava kembali menyunggingkan senyumnya.

"Bener, Va?" Zicho bertanya pada Sava, lantaran dirinya tak begitu mempercayai ucapan Rival.

Sava hanya menganggukkan kepalanya, dengan tangan kirinya yang terangkat, menunjukkan cincin yang sudah melingkar sempurna pada jari manisnya.

"Gilaaa! Gercep juga, lo, Val!" Zicho berseru dengan begitu semangat, setelah ia menerima sebuah validasi dari Sava, akan hubungan Rival dan Sava.

Sementara di satu sisi, Nicho hanya diam menutup mulutnya, seolah dirinya shock mendengar kabar tersebut.

"Ya gercep lah! Ya kali, cewek se perfect Sava mau gue anggurin! Lagian juga, gue udah ada niatan, sebelum gue kecelakaan malam itu!"

Nicho dan Zicho menganggukkan kepalanya, karena memang sebelumnya Zicho pernah bercerita tentang hal ini pada Nicho. Zicho yang memang hanya bisa mendukung hubungan Rival dan Sava dari luar, sedangkan Nicho yang merasa bersyukur atas hubungan Sava yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu bersama dengan sahabat kepercayaannya. Nicho hanya merasa, bahwa tugasnya yang memang sudah selama ini ia jalankan untuk melindungi Sava, sudah terbagi 50 persen pada Rival. Nicho hanya berharap, bahwa hubungan mereka berdua akan terus tetap bersama dan bahagia selamanya.

Semuanya kembali saling bercanda gurau. Melepaskan semua beban masalah yang mereka tanggung selama ini, dengan kebersamaan mereka di sana. Banyak hal yang sempat mereka lewatkan karena masalah-masalah yang tiba tanpa adanya aba-aba. Mereka hanya berharap, apa yang sudah mereka rencanakan untuk dua hari ke depan, bisa berjalan dengan lancar.

Rival Zaroun [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang