"Selamat atas kehamilan mu Luna" Luna yang tengah terbaring lemah dirumah sakit mengingat ucapan itu dari sahabatnya sebulan lalu.
"Luna kau sudah sadar" Luna memperhatikan suaminya Julian yang menggengam tangannya.
"Mas bagaimana ini?'' Luna menangis saat beberapa jam lalu mendengar perkataan dokter bahwa dirinya keguguran dan terpaksa harus melakukan pengangkatan rahim.
"Maaf kan aku tidak bisa menjaga mu dengan baik" Julian turut menangis kehilangan bayi mereka. Baru saja ia dan Luna bahagia kini semuanya kembali sirna.
"Bagaimana jika ayah dan ibu mu tau Mas. Kita akan dipaksa untuk bercerai, baru saja ibu menerima ku menjadi menantunya karena mengandung cucunya tapi hari ini kita kehilangannya" Luna semakin menagis sejadi-jadinya.
"Mas aku tidak ingin berpisah denganmu'
"Aku juga tidak ingin. Untuk sekarang kita rahasiakan kejadian ini Luna"
"Tapi bagaimana Mas. Lama -kelamaan ayah dan ibu akan curiga karena perutku tidak membesar"
Julian mengurut kepalanya. Kondisi saat ini sangat sulit untuknya, di satu sisi ia sangat mencintai istrinya dan tidak ingin berpisah dengan istrinya di sisi lainnya ia juga sangat mencintai ayah dan ibunya. Julian tidak bisa mengecewakan mereka semua.
.
.
.
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian Luna kehilangan bayinya. Pagi ini Luna terpaksa harus berpura-pura mual dihadapan seluruh keluarganya.
"Astaga Luna, ini minumlah nak. Ayo biar Ibu antar ke kamar mu untuk istirahat, biarkan bayi mu tenang" Luna menuruti perkataan ibu mertuanya sambil melangkahkan kakinya perlahan dan memegangi perutnya.
Sementara itu Julian terus memperhatikan ibu dan istrinya itu sambil menyuapkan sarapan kedalam mulutnya. Sudah sebulan Luna berekting hamil dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali dirinya dan Luna.
"Julian ada apa denganmu. Mengapa kau melamun?'
Julian menatap ayahnya dan menggeleng.
"Tenang Julian, Ibu dulu saat mengandungmu juga seperti itu. Luna akan baik-baik saja, sebaiknya kau segera bersiap untuk ke kantor. Hari ini kita kedatangan kolega dari Arab"
Julian menyetujui saran ayahnya dan bergegas menghabiskan sarapannya.
.
.
.
Luna menyelinap keluar rumah sembunyi-sembunyi karena ibu mertua sangat melarang dirinya untuk keluar rumah karena harus menjaga kandungannya.
Luna mengehentikan sebuah taksi dan melaju meninggalkan pekarangan rumah besar itu. Kurang lebih setengah jam akhirnya Luna sampai disebuah tempat yang tidak asing baginya. Luna melangkahkan kakinya dan menghampiri seseorang.
"Anna"
Seseoarng yang merasa namanya dipanggil menoleh.
"Astaga Luna, apa kabar kita bertemu sebulan lalu. Bagaimana dengan bayi mu?''
Luna menarik tangan Anna dengan cepat menuju tempat yang sepi. Tiba-tiba Luna berlutu didepan Anna dan hal itu sukses membuat Anna terkejut. Dengan cepat Anna meraih tubuh sahabtnya itu untuk berdiri,
"Apa yang kau lakukan Luna, Ada apa denganmu?"
Luna meraih tangan Anna dan memegangnya erat.
"Anna...aku kehilangan bayi ku. Aku mengalami kecelakan saat ini rahim ku sudah diangkat dan aku tidak akan pernah bisa memiliki anak lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNA&ANNA
RomancePerasaan itu tidak akan pernah sama selamanya. Kadang-kadang apa yang terjadi sangat sulit dikendalikan dan tidak selalu sesuai rencana.