4

184 33 5
                                    

Felix berlari kecil menuruni tangga, senyumnya begitu cerah. Menemui Jisung yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Jisung-ie...."

Melihat Felix yang berlari ke arahnya, Jisung mengembangkan senyuman. Kedua tangan terentang, siap menyambut sang adik masuk ke dalam pelukan.

"Aku rindu."

Felix menghambur dalam pelukan Jisung. Jisung, membalas pelukan Felix. Hatinya begitu nyaman, mengambui wangi tubuh sang adik. Jujur saja, bukan hanya Felix yang rindu, ia juga rindu. Segala tingkah ceria Felix, selalu menjadi hal yang paling Jisung rindukan.

"Aku juga rindu." Jisung, membalas.

"Jangan terlalu lama, Felix. Jisung harus segera istirahat." Nyonya Lee, mengingatkan Felix.

Felix segera melepas pelukannya, ia menatap Jisung dengan mata teduh.

"Ayo, aku akan mengantarmu, ke kamar."

Felix memapah Jisung, kedua tangannya dengan lembut membimbing Jisung. Senyum tidak pernah lepas dari bibir, betapa ia bahagia bisa kembali bersama dengan Jisung seperti biasa.

Felix berharap Jisung akan segera menemukan donor jantung, dan bisa segera sembuh. Saat nanti Jisung sembuh, Felix berjanji, akan membawa Jisung ke tempat-tempat paling indah.

"Hati-hati Felix, jangan sampai melukai Jisung."

Lagi dan lagi ibunya memberi peringatan, seolah-olah Felix begitu ceroboh hingga tidak mampu menjaga Jisung.

"Bu, Felix akan menjaga Jisung dengan baik."
Seperti biasa, Jisung selalu membela Felix. Jujur saja, Jisung sangat tidak menyukai sikap pilih kasih kedua orangtuanya. Jisung juga ingin kedua orangtuanya lebih peduli pada Felix, Jisung merasa tidak enak hati karena dirinya lah, Felix jadi kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya.

Nyonya Lee hanya dapat menghela napas.

"Ibu hanya bersikap hati-hati, kamu tahu sendiri kalau Felix itu selalu ceroboh. Ibu tidak mau karena kecerobohannya, membuatmu sakit lagi."

Felix mendengar dengan jelas.

"Kalau bisa, Felix sebaiknya kamu jangan dekat-dekat dengan Jisung. Kecerobohanmu itu, sudah seperti kesialan untuk Jisung."

"Bu!"

Felix tersenyum masam, ia tahu bahwa ia begitu ceroboh. Ia juga tahu, kalau ia bukan anak yang diinginkan dalam keluarga. Tapi, haruskah ibunya berkata seperti itu. Mengatakan bahwa dirinya termasuk dalam kesialan untuk saudari kembarnya.

"Ibu berkata benar, Jisung. Ayahmu juga akan berpikiran yang sama dengan Ibu."

Felix membantu Jisung untuk duduk di atas ranjang.

"Ibu keterlaluan, bagaimana bisa Ibu mengatakan kalimat buruk itu pada Felix." Jisung tidak habis pikir, walau bagaimanapun Felix itu anak ibunya juga. Bisa-bisanya ibunya berbicara tanpa memikirkan perasaan Felix.

"Jisung," panggil Felix lembut.

"Tidak apa, Ibu mengatakan yang sebenarnya. Jaga emosimu, jangan sampai detak jantungmu naik berlebihan." Felix mengingatkan, bahwa Jisung harus bersikap tenang.

"Tenang bagaimana Felix, Ibu sudah berkata keterlaluan. Aku tidak suka."

"Lihatlah, bukankah dia benar-benar kesialan. Kamu bahkan sudah berani meninggikan suaramu, pada Ibu demi membela dia."

Pertengkaran lagi. Felix menunduk, ia tidak mau melihat orang-orang yang disayangnya bertengkar seperti sekarang ini.

"Bu_"

"Jisung, tolong berhenti," pinta Felix dengan suara pelan. Ia tidak ingin Jisung terus membela dirinya.

"Jangan berdebat lagi, kamu baru saja pulang. Aku tidak mau kamu sakit lagi."

Felix ikut duduk di samping Jisung, membantu saudarinya itu untuk berbaring dengan benar.

"Istirahat yah, kita tidak perlu memperdebatkan hal kecil seperti itu."

Sifat pemaaf Felix yang Jisung benci, semudah itu Felix menerima semua perlakuan dari kedua orangtuanya.

"Tapi_"

"Tidur." Felix tidak menerima bantahan, ia bahkan sudah menarik selimut untuk Jisung pakai.

Jisung menghela napas pelan, ia hanya bisa menurut. Melihat wajah tenang Felix, Jisung tidak ingin mengganggu pikiran Felix dengan perdebatan yang terjadi.

"Keluarlah Felix!" sentak Nyonya Lee.

Felix siap beranjak. Jisung menahan tangan Felix, Jisung tidak ingin Felix meninggalkannya.

"Tetap di sini bersamaku."

"Ini yang membuat Ibu tidak ingin kamu menemui Jisung, Felix. Jisung jadi anak pembangkang, sulit diatur karena ulahmu." Nyonya Lee menuding dengan suara kasar.

"Ibu!"

"Jisung!"

Felix memberi peringatan, Felix tidak mau Jisung terus-menerus melawan ibu mereka.

"Felix, Ibu sudah keterlaluan."

"Tapi, apa yang Ibu katakan semua benar. Ibu melakukannya hanya supaya kamu tetap sehat, dan kamu bisa cepat sembuh." Felix memberi nasihat.

"Cih, sembuh. Seperti apa perasaan itu Felix, jelas-jelas hidupku sudah di ujung kematian."

Felix mendelik, ia sangat tidak suka dengan ucapan Jisung yang satu ini.

"Kamu akan hidup, kamu akan berumur panjang. Bahkan akan menjadi Ibu dan nenek di masa depan."

Sebuah mimpi sederhana, yang sangat kecil menjadi kenyataan.

"Kamu harus percaya, Jisung. Bahwa kamu akan sehat selalu."

Jisung diam, ia tidak ingin berdebat. Jelas menolak apa yang sudah Felix impikan. Sehat itu sangat mahal untuknya, Jisung merasa ia tidak akan merasakan hal tersebut seumur hidupnya.

"Istirahat, oke. Aku akan menemuimu lagi, kalau kamu sudah tidak merasa lelah."

Jisung hanya bisa menyetujui, semakin ia menolak. Semakin keras ibunya kan memarahi Felix nanti.

Ultimul cadouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang