23

210 30 8
                                    

Angin berhembus dengan lembut, matahari menyembul menyinari dunia. Duduk di sebuah bukit hijau, dengan pemandangan hamparan bunga berwarna warni.

Gaunnya putih bersih, rambut sebahunya terkepang cantik. Jisung memperhatikan flat shoes yang digunakannya. Warnanya sama putihnya, dengan corak bintang-bintang kecil.

“Indah sekali,” bisiknya dengan lembut. Jisung memperhatikan sekitar, ia sendiri duduk di tempat yang indah.

Mungkin inilah surga, ia sudah lama sekali ingin berada disini. Lelah sekali dengan rasa sakit yang selama ini ia derita.

“Andaikan ada Felix,” ucapnya lirih. Wajahnya tertekuk sedih, bayangan Felix yang marah padanya, membuat Jisung ingin menangis.

“Memangnya kenapa kalau ada aku?”

Jisung menoleh, mendapatkan Felix yang tengah tersenyum. Felix juga menggunakan gaun putih yang sama dengannya.

“Felix!”

“Kak,” panggil Felix dengan senyuman cerah.

Felix berjalan dari belakang pohon, Jisung tidak memperhatikan daerah belakangnya. Mungkin sejak awal ada Felix disana, hanya saja dirinya tidak tahu.

“Kenapa kamu disini?” tanya Jisung dengan bingung.

Ini bukan tempat Felix seharusnya berada, Felix seharusnya berada di dunia bukan disini.

Felix tidak menjawab ia ikut duduk di sisi Jisung.

“Felix, kamu tidak seharusnya disini.”

Felix tersenyum menatap ke arah Jisung. Senyumnya begitu cerah, wajah Felix juga tampak berkilauan. Felix nya begitu cantik, binar matanya selalu mampu membuat Jisung tenggelam dalam pandangan.

“Bukan aku, Kak. Tapi, kamu.”

“Huh?”

“Janji padaku ya, Kak. Kamu harus menjaganya dengan baik.”

“Menjaga apa?”

“Kak, selamat ulang tahun. Jangan datang mencariku, karena sebenarnya aku ada bersamamu.”

Felix meletakkan tangan di dada kirinya.

Jisung kebingungan.

Apalagi ketika melihat jarak antara ia dan Felix tiba-tiba melebar.

“Felix!”

Panggilnya, dengan jarak yang mulai menjauh.

Felix bangun, ia melambaikan tangan. Memilih menghilang di antara kilaunya cahaya.

***

“F-Felix.”

Bibirnya mengucap, perlahan matanya ikut terbuka.

“Jisung, kamu sudah sadar.”

Suara sang ibu yang menyambut, Jisung memperhatikan sekitar. Apa ia masih di surga atau semua hanya mimpi belaka.

“Bang Chan, panggil Dokter.”

Rasa pusing mendera, Jisung mengerang dengan keras. Belum bisa menyesuaikan pandangan, terdengar suara keributan dari samping.

Changbin dan yang lain datang, disana juga ada Minho yang ikut bertugas. Menyaksikan bagaimana Jisung membuka mata. Melihat sosok manis dengan pipi chubby yang kini mengerjap penuh kebingungan.

“Kondisinya sudah membaik, kita tinggal melihat kondisi kedepannya lebih dulu.”

Changbin merasa lega, satu lagi orang yang berhasil lolos dari maut. Dari kejamnya penyakit jantung.

Ultimul cadouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang