17

190 32 13
                                    

Felix menyodorkan dokumen kartu keluarga pada Jeongin.

“Tolong bantu aku, memisah dari keluargaku I.N-ah.”

Jeongin terpekur, menatap ke arah Felix dengan wajah serius. Suasana kelas memang ramai, tapi entah mengapa Jeongin seakan kehilangan pendengaran.

“Lix, kali ini kamu sudah melewati batas.”

Felix tertunduk, tertawa dengan getir.

“Seperti katamu, aku harus segera dirawat. Tanpa wali, bagaimana bisa aku dirawat?”

“Kamu hanya tinggal mengatakannya Felix.”

“Mengatakan apa? Sementara kematianku yang mereka tunggu!”

“Felix,” panggil Jeongin dengan sedih.

“Aku putus asa, I.N. Aku, aku merasa aku sendiri. Tidak ada yang peduli padaku, Ayah, Ibu bahkan Kakakku sekalipun. Mereka hanya mau aku pergi dari hidup mereka. Untuk apa aku mengatakannya, kalau yang mereka inginkan sebentar lagi terkabul.”

Tes

Tes.

Tes.

Felix mengusap hidngnya, darah keluar dari sana.

“Maaf.”

Felix mengeluarkan tisu dari tas sekolahnya.

“Kalau kamu memang menganggapku teman, tolong bantu. Cari seseorang yang bisa memisahkan dokumen keluargaku. Tanpa harus keluargaku tahu.”

Felix bangkit, darah di hidung semakin mengalir. Ia harus membersihkannya ke toilet.

Jeongin, terkejut dengan kejadian barusan. Felix mengalami pendarahan dari hidung, menandakan kondisinya semakin memburuk.

****

Felix menghembuskan napas dengan lega, ketika sampai di gedung pembelajaran. Sepertinya janjinya bersama Hyunjin, keduanya bertemu di jam istirahat kedua.

Perutnya kembali terasa sakit, Felix menahannya. Ia hanya bisa berjalan perlahan, tidak ingin membuat siapapun tahu kalau keadaannya lemah sekarang.

Hyunjin sudah menunggu disana, berdiri bersandar pada tembok. Gedung pembelajaran, memang suasananya sepi jarang murid datang kemari.

“Ada apa Hyunjin?” tanya Felix, berusaha bersikap seperti biasanya. Meskipun, dalam sekali pandangan Hyunjin bisa melihat ada yang tidak biasa dari Felix.

“Kamu baik?”

“Hanya sedikit demam, efek kecil dari main hujan-hujanan kemarin.”

“Kalau sakit kenapa pergi ke sekolah?”

Apa Felix boleh menganggap pertanyaan Hyunjin ini, sebagai rasa peduli.

“Aku hanya mengingatkan, bukan berarti aku peduli padamu.”

Hyuynjin segera menjelaskan, takut kalau Felix salah mengira niat pertanyaannya.

“Heem, aku tidak apa-apa kok. Hanya penyakit kecil, masih bisa kutahan.”

Felix ikut menyandarkan tubuh di tembok, cukup berjarak. Karena ia tidak ingin membuat Hyunjin risih dengan kedekatannya.

Felix tidak berbicara, membiarkan Hyunjin yang mengatakan niatnya lebih dulu. Ada apa Hyunjin mengajaknya berbicara berdua saja hari ini. Jauh dari kebiasaan Hyunjin, yang selalu memintanya menjauh.

“Kenapa, tidak membangunkanku?”

Felix tersenyum.

“Aku hanya ingin membiarkan kekasihku beristirahat lebih lama.” Mengatakannya, membuat hati Felix menghangat. Mengingat kembali kejadian indah semalam.

Ultimul cadouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang