Karena ada Jisung di rumah, Felix jadi lebh aktif dari biasanya. Lebih ceria, karena ia bahagia.
"Mau ke mana?"
Langkah Felix terhenti, ia sudah siap dengan seragam sekolah. Berniat menemui Jisung, sebelum nantinya berangkat.
"Menemui Jisung, Ibu." Felix menjawa. Binar matanya tampak cantik, sudah jelas kalau ia tengah berada dalam mood yang baik.
"Tidak perlu!" Nyonya Lee segera melarang.
"Kamu mau bersikap pamerkan? tidak memikirkan saudarimu sama sekali, maksud kamu apa, menemuinya dengan seragam sekolah seperti itu."
Felix tertegun, ia tidak memiliki niat lain selain menemui Jisung. Menyapa pagi Jisung, memberinya semangat.
"Felix tidak seperti itu, Ibu."
"Jangan kamu pikir, Ibu tidak mau pemikiran jahatmu, Felix."
"Kamu tahu, Jisung tidak bisa bersekolah seperti kamu. Ia hanya bisa berbaring. Melihat kamu dengan seragam sekolah seperti ini, bukankah kamu akan membuat Jisung sedih."
Felix menatap pada seragam yang ia pakai. Benarkah, saudarinya akan sedih melihat ia mengenakan pakaian ini.
"Bagaimana mungkin, aku bersedih hanya karena itu, Ibu."
Suara akrab itu, tentu membuat Felix dan ibunya menoleh.
“Ibu lihat, betapa cantiknya adikku. Seragam sekolah ini sangat cocok dipakai.” Jisung tersenyum cerah.
“Jisung-ie….”
“Jangan dengarkan apa kata Ibu. Aku justru bangga, kamu bisa mengenakan, apa yang tidak bisa aku kenakan.”
Senyum Felix terbit, Jisung selalu bisa membuatnya nyaman.
“Jisung selalu yang terbaik, aku paling mencintaimu.” Felix memeluk Jisung.
“Felix!”
Namun, hanya sebentar. Karena Nyonya Lee segera menarik Felix untuk menjauh dari Jisung.
“Ibu, kenapa dilepas?”
Jisung menatap ke arah Nyonya Lee dengan protes.
“Sayang, kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Ibu tidak mau, kamu harus masuk ke sana lagi.”
Felix jelas merasakan perbedaan tersebut. Sikap Ibunya, sangat berbeda. Ibunya berbicara dengan kelembutan pada Jisung, sementara padanya seakan tengah berbicara pada musuh.
“Felix tidak akan menyakiti, Jisung. Berapa kali, Jisung katakan, Bu.”
“Felix berbahaya, dia bisa membuat jantungmu kambuh lagi.”
Felix tertunduk, dengan kedua tangan saling meremas. Meskipun sudah biasa, Felix tetap saja merasakan hatinya sakit. Tidak sepercaya itukah ibu padanya.
“Sebaiknya kamu segera pergi ke sekolah!” Titah sang ibu. Melupakan fakta bahwa, sekolah jelas masih dalam masa libur. Setidaknya peduli itu Nyonya Lee, hingga hal-hal kecil tentang Felix saja ia tidak tahu.
“Baik, Bu.”
Felix menurut.
“Jisung, sampai nanti.”
Felix melambaikan tangan, ia dengan senyum cerah meninggalkan rumah. Namun, setelah ia berada di area luar, senyum itu berubah dingin.
Felix lelah.
Ia ingin ibu dan ayahnya juga peduli padanya, jadi hari ini ia memiliki sebuah rencana. Rencana yang cukup gila, tapi ia yakin. Ibu dan ayahnya pasti akan sedikit memberikan kepedulian padanya.
“Aku sudah di depan.”
Felix menghubungi seseorang dengan ponselnya.
Seseorang datang, mobilnya tampak mewah. Felix segera masuk ke dalam.
“Hai, I.N.” Felix menyapa dengan riang.
Namanya Yang Jeongin, tapi biasa dipanggil I.N. Katanya sih, nama Jeongin itu sudah pasaran, banyak yang Makai. Jadi Jeongin, membuat nama panggilannya sendiri.
“Felix, kamu serius datang?”
Felix mengangguk.
“Aku ingin mencoba.”
Felix tersenyum menyeringai, terlampau antusias dengan apa yang akan ia lakukan.
“Kalau kamu terluka nanti, jangan salahkan aku, oke.”
“Tenang saja, semua dalam kendaliku.”
I.N hanya menggelengkan kepala pasrah, cukup heran dengan pemikiran gadis cantik di sampingnya.
Keduanya terbilang baru saling mengenal, walaupun satu sekolahan. I.N dan Felix berbeda kelas, belum lagi tingkat prestasi membuat keduanya tidak mungkin berkenalan.
Tetapi, kemarin ketika pembagian hasil ujian. Felix menemui I.N, meminta bantuan dari pria itu. Pria yang bisa dibilang, termasuk dalam jajaran siswa bengak di sekolah mereka.
“Uang yang kamu kirim, sudah aku belanjakan sesuai permintaanmu.”
“Terima kasih, I.N. Maaf, aku merepotkanmu.” Felix berujar tidak enak hati.
I.N menghela napas pelan, ia masih sangsi dengan keputusannya hari ini.
“Serius, Felix. Kamu gadis baik-baik, ingin mencoba hal-hal buruk?”
Felix tersenyum. Ia tahu, kalau I.N belum yakin dengan penuh padanya.
“Aku memiliki alasan, kamu akan tahu nantinya.”
I.N tidak lagi mengajak Felix berbicara, Felix sangat cerdas. Pastilah ia tahu, apa yang terbaik untuk dirinya sendiri.
Keduanya sampai di sebuah area, area lapangan yang luas. Dengan kelokan jalan tempat bersenang-senang di jalanan. Tujuan utama Felix.
“Di sana, milikmu.”
I.N melemparkan kunci pada Felix, Felix dengan sigap menangkapnya.
“Ganti pakaianmu dulu, setelah itu baru kamu bisa mencobanya.”
Felix mengangguk, ia tetap duduk di dalam mobil. Sementara I.N keluar meninggalkan Felix sendiri.
Tidak butuh waktu lama, Felix sudah keluar dari dalam mobil. Ia berjalan dengan senang pada benda yang kini ia miliki.
“Kamu yakin bisa?” tanya I.N.
“Aku tidak tahu, aku hanya melihat toturial dari internet.”
Sepeda motor hitam besar, berada di depan Felix. Tujuan utama Felix dalam rencananya hari ini.
Felix sengaja membeli sepeda motor sport, ia ingin menggunakannya sebagai alasan dari sebuah kenikmatan yang akan ia buat.
Ya, Felix sengaja ingin membuat dirinya terluka. Hingga ia jatuh sakit, dengan demikian, kedua orangtuanya akan memberikan perhatian padanya.
Miris memang. Tetapi, inilah jalan yang bisa Felix pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultimul cadou
FanfictionRamalan itu mengatakan, kalau di antara Felix dan Jisung. Hanya akan ada satu orang saja yang bertahan hidup. Lantas siapa yang benar-benar bisa bertahan dengan baik, di antara si kembar ini.