19

199 27 10
                                    

Felix menyelinap, tidak berani mendekat saat melihat sang ibu yang tengah menunggu di ruang rawat Jisung. Felix mengintip dari kaca pintu kamar Jisung.

Sampai kesempatan itu datang padanya, ibunya pergi leuar dari kamar rawat. Entah pergi kemana, yang pasti inilah saatnya Felix menemui Jisung.

Masuk ke dalam ruang rawat Jisung, Felix semakin merasa bersalah. Jisung nya sedang berbaring lemah, memejamkan mata. Begitu damai, dengan bunyi dari pendeteksi jantung yang bersahutan lembut.

“H-Hai,” sapa Felix.

Melihat Jisung yang lemah seperti ini, membuat Felix tidak bisa menahan tangis.

“Maaf, Jisung-ie. Maafkan aku, aku terlalu jahat mengatakan hal buruk itu padamu.”

Felix menyentuh tangan ringkih Jisung, menyatukannya dengan jemarinya yang sama kecilnya.

“Tangan terbaik yang paling aku cintai.” Di kecupnya punggung tangan Jisung dengan sayang.

“Kamu bertahan sedikit lagi, aku akan membuatmu bisa melihat dunia indah ini “

Felix harus segera pergi, tidak bisa berlama-lama. Takut kalau sampai ibunya datang dan memarahinya.

“Aku harus pergi,” ucap Felix. “Aku mencintaimu, Kak Jisung.” Felix terkekeh.

“Kamu selalu ingin aku memanggilmu seperti ini bukan. Aku memanggilmu sekarang. Kak Jisung, kamu orang terkuat yang kukenal, menunggu sebentar lagi, oke.” Felix mengecup lama pipi Jisung yang tirus, pipi favoritnya.

Felix merasa bersyukur, bisa melihat Jisung sebentar. Waktunya tidak cukup memang, tapi inilah yang terbaik untuk saat ini.

Felix beranjak pergi, langkahnya dipercepat. Menutup pintu ruang rawat, Felix melangkahkan kaki pergi. Hanya saja terlambat, ia bertemu sang ibu di depan pintu lift rumah sakit. Felix berbalik, mencoba menghindar. Tidak sanggup bertemu perempuan yang paling ia rindukan kasih sayangnya.

“Kamu berani datang ke rumah sakit, Lee Felix!”

Felix hanya bisa kembali berbalik, untuk bersitatap muka dengan sang ibu.

“Bu_

Plaakkkk!!!

Wajah Felix miring ke samping, baru saja ingin menjelaskan ibunya terlebih dahulu memberikan pukulan.

“Anak sialan sepertimu, berani sekali memanggilku ibu.”

Hatinya kembali merasakan sakit, sakitnya kali ini begitu tajam.

“Lihatlah, atas perbuatanmu, Jisungku terkapar tidak berdaya. Nyawanya menjadi taruhan, sementara kamu enak-enakan di luaran!”

Felix mengepalkan kedua tangan, kondisinya semakin melemah. Ini tidak bisa dibiarkan, Felix harus segera kembali ke rumah sakit sebelum kondisinya kembali memburuk.

Rumah sakit tempatnya di rawat, berbeda dengan rumah sakit tempatnya berada saat ini. Felix sengaja melakukannya, ia tidak ingin keluarganya tahu mengenai penyakitnya.

Bukan tidak ingin dikhawatirkan, Felix justru takut tidak di khawatirkan. Takut, keluarganya menanggapi biasa penyakit yang di deritanya dan ia harus kembali menelan kekecewaan. Jadi lebih baik, keluarganya tidak tahu. Supaya dirinya tidak lagi kecewa dengan harapan.

“Maafkan Felix, Bu. Felix hanya ingin melihat Jisung.”

Darah keluar dari hidung Felix, Min Ji sempat terkejut melihat itu. Felix dengan sigap mengelapnya menggunakan tangan, tapi darahnya tidak juga berhenti.

“Pergilah Felix, jangan pernah muncul lagi di hadapan Jisung, kamu hanya kesialan untuk hidup Jisung.”

Felix tidak lagi menjawab, memilih bergegas pergi tidak lagi menoleh pada ibunya. Felix harus bisa kembali, sebelum kesadarannya terenggut kembali.

Ultimul cadouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang