11

138 27 2
                                    

“Hyunjin-ie!!!!”

Felix masuk ke dalam kelas Hyunjin, dengan kantong besar di tangan.

“Pagi, Hyunjin.”

Menyapa dengan senyuman, menjadi kebiasaan Felix.

“Pagi.” Sahutan itu tentu saja bukan dari Hyunjin, melainkan Jeongin yang tepat duduk di belakang Hyunjin.

Hyunjin sendiri, hanya diam tidak menggubris kedatangan Felix.

“Iishh, bukan kamu I.N. Aku sedang menyapa kekasihku.”

“Siapa yang kekasihmu?”

Hyunjin mendelik, protes dengan status paksaan yang Felix sematkan padanya.

“He,he,he. Hyunjin lah, siapa lagi laki-laki yang Felix sukai.”

“Jangan bicara sembarangan.”

“Baik, baik. Aku akan meralatnya. Calon suamiku, I.N-ah.”

Hyunjin berdecak, percuma berdebat dengan Felix. Hanya menghabiskan energi, sementara anaknya sendiri tidak mendengarkan dengan baik.

“Lihat, aku membawakan makanan enak untukmu.”

Felix meletakkan Tote bag di atas meja Hyunjin. Ia mulai mengeluarkan isinya.

“Kamu makan yah, akh membuatkan semua ini dengan cintaku.”

“Tidak minat.”

“Kali ini aku tidak memasak terong, aku tahu kamu tidak menyukainya.”

“Terserah.”

“Ada telor gulung, udang crispy, sup ayam dan_

“Kamu makan saja sendiri, aku tidak minat.”

Hyunjin bangun, ia berdiri dan mulai meninggalkan kelas.

“Hyunjin!”

“Sudah untukku saja.”

Jeongin dari belakang pindah ke tempat Hyunjin, siap membuka bekal buatan Felix.

“Jangan dong!”

Felix merebutnya dari tangan Jeongin. Memasukkannya kembali ke dalam Tote bag.

“Pelit sekali, kamu tidak lupakan, kalau aku sudah banyak membantumu?”

“He,he, tahu kok. Aku juga tidak lupa, hanya saja makanan ini ada cintaku I.N. Kalau kamu yang makan bisa bahaya, takutnya kamu yang jatuh cinta padaku bukannya Hyunjin.”

Jeongin mendelik tidak suka.

“Nanti lagi ya bicaranya, aku mau mengejar calon suamiku dulu. Sampai nanti, I.N.”

Felix buru-buru mengejar kepergian Hyunjin. Kebetulan laki-laki itu belum pergi jauh.

Felix meraih tangan Hyunjin, membuat langkah pemuda tampan itu terhenti.

“Mau kemana?”

“Bukan urusanmu!”

Hyunjin menepis tangan Felix, sayang si empu tangan ternyata lebih banyak energi justru menautkan jemarinya ke sela-sela jari tangan Hyunjin.

“Aku temani.”

“Tidak butuh!”

“Yuk!”

“Felix!”

“Iya, Sayang.”

“Hentikan, kamu menjadi murahan.”

“Untuk kamu, aku tidak peduli Hyunjin.”

Keduanya kini berhadapan, yang satu menatap penuh cinta sementara yang lain menatap penuh kebencian.

Ultimul cadouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang