CHAPTER 7

160 103 54
                                    

Namanya Jemian Naresha Arkana, si pemilik senyum manis yang berhasil merebut hati Winona. Harusnya Winona tidak menaruh hati pada laki-laki yang menjadi sahabat abangnya. Tapi, bagaimana caranya Winona tidak jatuh hati dengan semua perlakuannya?

Jemian selalu menjadi alasan Winona tidak ingin menerima semua laki-laki yang sudah menyatakan cinta dan mengajaknya menjalin hubungan. Winona tidak akan bisa membohongi hatinya. Disaat semua perempuan ingin dicintai dengan hebatnya oleh seseorang, dengan bodohnya Winona lebih memilih mencintai daripada dicintai hanya karena Jemian seorang.

Apa yang membuat Winona bisa memiliki perasaan sedalam ini pada Jemian? Karena diperlakukan spesial? Tidak, tidak. Harusnya Winona tahu kalau perlakuan Jemian kepadanya selama ini tidak lebih dari perhatian seorang abang kepada adiknya. Jemian baik ke semua orang, bukan Winona satu-satunya perempuan yang diperlakukan dengan baik. Tapi, semua perempuan, dari yang ia kenal sampai orang asing sekalipun.

Winona tidak munafik untuk mengakui ketampanan seorang Jemian. Wajahnya terpahat sempurna dengan proposi yang pas. Alis matanya yang tebal, mata tajam dengan bulu mata yang lentik, hidung mancung bak perosotan, gigi rapi yang bersembunyi di balik bibir tipisnya, rahang yang tegas sehingga jawline nya terlihat jelas. Jemian tingginya semampai, kalau pelukan, Winona kira-kira setinggi lehernya. Dadanya terlihat bidang karena sering berolahraga. Bahunya yang lebar, rasanya sangat cocok menjadi sandaran Winona.

Bagi Winona, Jemian itu orang yang lumayan cuek tapi sangat peka. Dia tidak akan berbicara sekiranya itu tidak penting. Pembawaannya yang tenang akan membuat siapapun segan padanya. Jemian juga sangat tertutup. Tidak semua orang tahu tentang keluarganya. Termasuk Winona sendiri. Meskipun Jemian sudah lama kenal dengan Harsa, itu tidak membuat Winona tahu segala hal tentang Jemian. Harsa sangat menghargai Jemian yang menyimpan privasi keluarganya dengan sangat baik. Hal itu membuat Winona selalu ingin mengenal Jemian lebih jauh. Mencoba masuk ke dalam hati laki-laki yang sudah merebut hatinya.

Winona tidak tahu apa yang membuat Jemian tidak juga mengerti akan perasaannya. Selama ini Winona tidak pernah menyembunyikan perasaannya. Dia juga tidak terlalu terang-terangan, tapi harusnya Jemian yang peka itu tahu! Winona sudah sering kali menggombali laki-laki itu jika ada kesempatan. Menyinggung tentang hubungan keduanya dalam pembicaraan mereka. Tapi, Jemian selalu menganggap Winona bercanda. Bagi Jemian, Winona adalah adiknya, tidak lebih.

"Ona,"

"Winona,"

"WINONA NAZEEA SUAKA!"

"Anjir!" pekik Winona kaget mendengar teriakan dari Rachael. Gadis itu menoleh kesamping dengan wajah penuh kekesalan.

"Bisa santai aja ga sih? Gue ngga budeg," kesal Winona.

"Ga budeg apanya? Gue panggil-panggil lo ngga nyahut. Mikirin apa sih? Ngelamun mulu daritadi. Bukannya lo tadi berangkat sama Bang Jemi ya? Tumben banget ga tantrum lo," oceh Rachael penasaran. 

"Gue lagi mikir, Ra," ujar Winona lemah.

"Selama ini lo ga mikir?" tanya Rachael mendapat geplakan di kepala belakangnya.

"Mikirlah! Tapi kali ini tu gue lagi mikir tentang hubungan gue sama Nana. Tentang perasaan gue," sewot Winona. Fyi, Nana itu nama samaran yang kini menjadi nama panggilan favorit Winona untuk Jemian.

"Bukannya udah jelas? Lo cuma jatuh cinta sendirian di sini. Dan lo cuma di anggap adek sama dia," ujar Rachael menekankan kata 'cuma' dan 'adek.' Ia juga menunjuk terang-terangan pada Jemian yang barusan lewat di depan kelas mereka.

"Ga usah di perjelas bisa?" gerutu Winona. "Padahal Nana peka banget loh orangnya. Kenapa masalah ini dia ga pernah peka? Sekeras apa lagi gue harus ngode dia?"

TUJUH BELAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang