CHAPTER 11

95 57 39
                                    

Happy Reading

Sepulangnya mengantar Winona, Jemian tidak langsung mengendarai motor ke rumahnya. Ia berhenti saat melewati taman yang berada tak jauh dari komplek perumahan Winona. Motor Jemian terparkir di depan gerobak penjual sosis bakar yang sering ia dan Winona kunjungi.

"Bang Don, kayak biasa, tapi sosisnya lima," ujar Jemian pada laki-laki paruh baya yang mengenakan pengikat kepala.

Layaknya seorang penjual yang ramah, senyuman Bang Don berikan kepada Jemian. "Siap, Mas Ian," balas Bang Don. Saat mengambil lima buah sosis yang akan di bakar, Bang Don menyadari satu hal, "Loh, mas sendirian toh? Si teteh geulis kemana? Kok ndak bareng?" tanya Bang Don.

"Baru aja di antar, Bang. Ini saya dari rumahnya mampir ke sini," jawab Jemian duduk di bangku pengunjung.

"Mas Ian bukannya ndak terlalu suka sosis ya? Kenapa beli banyak-banyak atuh? Nanti kalau ndak habis, mubazir loh, Mas," tanya Bang Don dengan segala kekepoannya.

Bang Don ini tipe penjual yang akan mengajak pembelinya berbicara di sela-sela kegiatannya membuat sosis bakar. Terutama pembeli yang sudah menjadi langganannya. Jemian sendiri tidak masalah dikepoin, kan tidak privasi juga.

"Bang Don harusnya senang saya beli dagangannya banyak. Rejeki, Bang," kekeh Jemian.

"Rejeki sih rejeki, Mas. Tapi, saya selalu khawatir sosisnya di buang kalau ndak habis. Allah ndak suka hamba nya yang mubazir. Banyak orang yang masih ndak bisa cobain dagangannya saya meskipun harga nya dibilang terjangkau," nasehat Bang Don layaknya seorang kakak kepada adiknya.

"Iya, Bang. Saya tau. Lagian, sosisnya ga bakal tersisa kalau yang makan Ona. Yang ada sosisnya masih kurang bagi dia. Mas tau kan, gimana sukanya Ona sama yang namanya sosis?" balas Jemian terkekeh membayangkan Winona yang mampu menghabiskan tujuh sampai sepuluh tusuk sosis bakar yang dijual Bang Don.

Bang Don ikut terkekeh, "Buat teteh geulis toh? Kalau itu mah, saya ngga perlu khawatir. Saya tau seberapa sukanya teteh geulis sama sosis, sampai-sampai setiap datang ke sini dia selalu bilang, Bang Don, Bang Don pasti nargetin aku pas buka dagangan ini ya? Bang Don harus tau sih, kalau aku sesuka itu sama yang namanya sosis. Tapi aku lebih suka sama orang yang jadi ketua osis di sekolah. Udah hafal saya mah, saking seringnya dengar teteh geulis ngomong kayak itu," cerocos Bang Don sembari menaruh box yang berisi pesanan Jemian.

"Mas, mas Ian ndak takut keduluan orang toh?  Kasian loh, mas. Udah sering kemana-mana bareng, tapi ndak pacaran. Eh, tapi disini cuma mas ya yang suka? Kan teteh geulis sukanya sama ketua sosis itu," oceh Bang Don sudah seperti ibu-ibu bergosip.

Satu hal yang tidak diketahui Bang Don, kalau ketua osis yang sering dibicarakan Winona itu adalah Jemian sendiri. Bukannya Jemian kepedean, tapi memang di sekolah mereka yang jadi ketua osis itu dirinya dan Winona juga terang-terangan bilang kalau gadis itu menyukainya.

Satu hal juga yang tidak atau mungkin belum diketahui Winona bahwa nyatanya di antara mereka, Winona tidak jatuh cinta sendirian. Selama ini, Jemian juga menyukai Winona. Ia bersembunyi di balik kata abang untuk gadis itu. Selama ini, yang mengetahui fakta ini hanyalah Bang Don dan Bunanya Jemian. Bukannya tidak mau cerita kepada sahabat-sahabatnya, hanya saja Jemian tidak mau diledeki. Di tambah salah satu sahabatnya itu saudara Winona. Hah, sebut saja Jemian cupu.

"Mas ini uangnya ya? Nanti lain kali kita cerita lagi. Saya mau antar ini dulu ke rumahnya Ona. Takutnya nanti Ona udah tidur," pamit Jemian memberi selembar uang biru pada Bang Don.

TUJUH BELAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang