4.

113 85 2
                                    

.
.
.
.
.

"Mau ikut?" tanya Ryusei ke Jade.

Jade mengangkat kepala, matanya terlihat sangat lelah.

"Bro, kau sakit?" tanya Cyan yang membuat Jade meninggikan alis.

Cyan selama ini sering bersama Luce dan Hoshi. Jade tahu benar, seberapa berkuasanya orangtua Cyan hingga membuat Luce dan Hoshi bisa dekat dengan Cyan.

Tetiba saja lampu ruangan ini mati. Hal yang membuat Jade dan Cyan teriak ketakutan, bagai anak kecil yang takut hantu dan mencari ibunya.

Ryusei mengulas senyuman, dan Cyan tak sengaja menoleh pada Ryusei saat matanya menangkap cahaya dari sebatang api.

"Apa kau merokok?" spontan Cyan dan buru-buru Ryusei meniupnya.

"Kenapa ada korek api? Kamu akan dihukum, Bro," bisik Jade bersuara gugup. "Tapi, bisakah kamu nyalakan lagi? Aku benar-benar takut gelap dan ...."

"Aku juga takut sama hantu, Jade," tambah Cyan yang kini sudah berdiri di sebelah Jade dan saling memeluk takut.

Ryusei tersenyum. "Aku hanya dapat ini sebagai hadiah. Luce tak akan marah kalau tak tau. Tak akan kunyalakan kalau begitu. Bagaimana kalau Luce atau Kak Hoshi ke sini? Aku jadi kena hukum, kan? Eh, apa itu yang baru saja lewat di sana."

Kontan mendengar hal itu membuat Jade dan Cyan saling teriak ketakutan. Mengeratkan pelukan untuk sembunyikan wajah mereka.

Mendengar rengekan keduanya membuat Ryusei terbahak. Sesekali memainkan api untuk dinyalakan dan dimatikan, hingga dia puas, bahkan sampai perutnya terasa kram dan lampu akhirnya kembali menyala.

Ryusei meniup sesuatu dari ujung tangannya. Dan itu tak sengaja tertangkap mata Cyan yang seketika minta penjelasan.

"Maaf," ucap Ryusei tanpa penyesalan dengan senyuman lebar. "Kalian bisa longgarkan pelukan. Hantunya sudah keluar."

Jade dan Cyan saling merapikan pakaian, rambut hingga keringat ketakutan yang sempat keluar.

"Jade!" lantang suara Hoshi dari balik pintu kamar ini. Dia membuka dengan kasar tanpa tahu ada Ryusei dan Cyan di dalam.

"Kalian berdua di sini?" tanya Hoshi bernada berbeda.

"Kami mau pergi makan bersama sebelum kelas vokal dimulai," jawab Ryusei.

Cyan masih bermuka datar, bimbang dengan dengan pikirannya sendiri.

"Ajari aku bahasa kalian, Kak Hoshi," potong Cyan, dalam wajah termenungnya.

"Kau kenapa? Wajahmu begitu, apa tak enak badan?" Hoshi malah menanyai Cyan dibanding Jade.

"Aku hanya penasaran," lemah Cyan.

"Kau selalu bilang itu. Setidaknya, bahasamu lebih baik dibanding Jade. Ah, aku sampai lupa. Jade! Kau yang menggunakan mesin cuci sebelum mati lampu?"

Jade segera mengangkat kepala dengan wajah panik usai Ryusei menerjemahkannya untuk Jade.

"Maaf, aku lupa."

Jade bergegas berdiri, dia mengambil phonsel di nakas, tapi sialnya gerakan cepat itu membuat bahunya kembali terasa nyeri, hingga Jade mengaduh spontan.

"Kau kenapa?" spontan Ryusei.

"Apa kau cidera?" lanjut Cyan yang segera dijawab gelengan kepala Jade yang lemah.

"Jade! Sudah berapa kali kubilang, jaga dirimu sendiri dengan baik. Karena tubuh dan kesahatanmu itu aset."

Hoshi terdiam sejenak usai ucapan lantang itu membuat Ryusei dan Cyan kompak menatapnya aneh dan penuh tanya.

"Semua anggota, sama saja tak terkecuali. Semuanya adalah aset. Jagalah diri sendiri bagai menjaga aset perusahaan. Bagai menjaga sesama member. Mengerti?"

Jade mengangguk merasa bersalah setelah Ryusei kembali membuatnya mengerti apa yang Hoshi katakan.

"Mengerti Kak Hoshi."

"Kau cidera?" Wajah Hoshi masih tak bersahabat meski perhatian.

"Hanya luka kecil," jawab Jade pelan.

"Ah, Cyan, kurasa kita harus lebih belajar bahasa bersama untuk tau apa yang Jade katakan."

"Kenapa, Kak Hoshi tak belajar sama Jade juga?" pelan Ryusei spontan.

"Dia ... Bukankah waktunya lebih berharga di ruang latihan saja? Jade masih banyak tertinggal, dia harus mengejar. Bagaimana bisa kami bersama untuk mengerti bahasa masing-masing?"

Ryusei mengangguk mengerti, dan Cyan menatap mata Hoshi begitu saja seolah mencoba memahami bahasa Hoshi.

"Aku tau, aku buruk dalam hal ini. Tanggung jawabku juga besar dalam mengurus kalian, karena aku sebagai yang tertua di sini. Jadi, maaf kalau kata-kataku kadang sedikit kasar, Jade."

Lagi dan lagi Ryusei membuat Jade tahu arti perkataan Hoshi.

Cyan menoleh ke Ryusei dengan tatapan spontan dan aneh, seolah tak percaya, dan Ryusei hanya tersenyum melihatnya.

"Aku yang tak bisa menjaga diri dan beradaptasi dengan baik dan cepat di sini. Maafkan aku, Kak Hoshi," lirih Jade.

Hoshi bertolak pinggang, membuang muka merasa bersalah.

"Pergilah, bereskan pakaianmu sebelum Luce yang mengetahuinya. Ryu, bilang ke Jade tugasnya menghapal 10 kata per hari. Dan aku akan mengeceknya langsung sebelum kita pergi ke kamar masing-masing untuk tidur."

Hoshi pergi begitu saja setelah menatap Ryusei. Dalam dua langkah, Hoshi berbalik badan.

"Cyan, kau mau ke mana?"

"Em ... Aku dan Ryu mau ke ...."

"Kami akan mengajak Jade ke luar buat makan," spontan Ryusei sembari tersenyum dan merangkul bahu Jade.

Jade menoleh dengan tatapan bertanya.

"Tapi aku harus membereskan pakaianku dulu, kalian pergilah cari makan. Tak usah menungguku."

Ryusei tersenyum. "Aku akan membantumu biar pekerjaanmu cepat selesai. Cyan, kau mau ikut juga?"

Ryusei menoleh ke Cyan, dan spontan Cyan mengangguk.

"Cyan?" Hoshi menatap aneh.

"Ah, maaf, Kak. Aku akan mencoba akrab ke semua anggota. Bukankah Kak Luce bilang tak mau ada yang tertinggal di groub kita? Aku mau membantu sedikit."

Hoshi menunduk sejenak. "Benar juga. Dibanding pakai cara Luce yang memaksa, Jade akan cepat samakan langkah asal dia bisa komunikasi dan mengerti apa yang harus dia lakukan. Oke, aku setuju dengan kalian. Dia harus tau arti kata berjuang bersama yang sebenarnya."

"Kak Hoshi," ucap Ryusei menggantung.

Hoshi mengangguk. "Cepat selesaikan sebelum Luce datang. Dan Cyan, bahasa campuranmu lucu. Ajari Jade, seperti itu lebih dulu."

"Kak Hoshi, kalimatku belum selesai. Apa aku benar-benar tampan?"

Ryusei tersenyum lebar, begitu melihat wajah kesal Hoshi, dia segera meraih tangan Jade untuk diajak ke luar kamar. Cyan tertawa melihat kelakuan Ryusei yang sering menjaili Hoshi dengan kata-kata yang sama.

"Baik, Kak Hoshi. Nanti akan kubawakan makanan kesukaanmu, Kak Hoshi," tambah Cyan sebelum Hoshi ke luar dari kamarnya.

***

XavianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang