.
.
.
.
.Jade mendekati Hwan. "Bagaimana keadaan Hyuk? Apa parah sampai dia tak ikut latihan hari ini?"
Hwan melirik Dayton yang sejak tadi menatap Jade. "Dia baik-baik saja. Cuman butuh waktu untuk memulihkan tenaga. Dia hanya tak ikut latihan menari saja. Nanti dia tetap akan ikut kelas vokal. Pagi tadi dia juga ikut kelas bahasa Inggris bersama Dayton. Aku pergi ke kamar mandi dulu."
Hwan menepuk pundak Jade sebelum pergi lebih dulu. Di mana setelahnya Jade mengekori langkah Hwan untuk menjenguk Hyuk yang beristirahat di kamar.
"Jade," ucap Dayton saat Jade hendak keluar dari ruang latihan.
Jade menoleh ke belakang, di mana Cyan dan Ryusei yang semula masih selonjoran kaki di ruang ini, segera menoleh kompak ke Dayton.
Merupakan hal ajaib bagi keduanya melihat Dayton menyapa Jade lebih dulu.
Tubuh Dayton yang tinggi ini langsung membuat kesan Jade sebagai pria asing bertubuh mungil saat berdiri di hadapannya.
Tetiba saja Dayton keluarkan pelembab bibir dari saku celananya.
"Bibirmu, cobalah mulai memakai ini karna kita akan segera debut. Baiknya kita mulai bersiap untuk hal sekecil ini juga."
Dayton mengucapkan kalimatnya, dan aplikasi segera menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris untuk Jade.
Sedikit ragu Jade menerimanya. Dia menatap Dayton tak percaya. Karena selama ini Dayton terlalu dingin, tajam dan terlihat ketus.
"Dayton melakukannya karena desakan Kak Hoshi yang memaksanya segera dekat ke semua anggota. Demi perusahaan," bisik Cyan pada Ryusei.
"Ma-makasi, Dayton," ucap Jade setelah menerima pemberian Dayton.
"Oya, bisakah kau mengajariku bahasa negaramu?" tanya Dayton yang membuat Jade melebarkan mata dengan spontan.
"Ta-tapi ...."
Dayton menunduk sejenak sebelum kembali menatap Jade dengan senyuman tipis, dan kembali gunakan aplikasi untuk berkomunikasi dengan Jade.
"Sebenarnya aku hanya ingin dekat dengan semua anggota untuk perusahaan ini. Kau tau aku tak bisa bahasa Inggris, dan sebelum kau datang aku tak begitu mengenal negaramu. Kedepannya, aku mau grup kita dikenal banyak negara asing. Dan aku mau, kau mengajariku."
Jade mematung. "Ta-tapi aku orangnya tak terlalu pandai. Aku ceroboh dan tak seteliti kamu," jawab Jade usai terjemahan kalimat Dayton selesai dia dengar.
"Bagaimana kalau kita saling bertukar?"
"Saling bertukar?" ulang Jade berwajah bingung. "Boleh tau artinya apa dalam bahasa Inggris?"
Dayton tertawa. "Ah, maaf aku lupa. Barter, pertukaran yang menguntungkan dua pihak. Kau mengajariku bahasa Inggris dan bahasa negaramu, aku akan mengajarimu menari diluar jadwal kita latihan bersama anggota. Bagaimana?"
Mendengar itu, Ryusei hanya melebarkan mata tak percaya. Dia menoleh ke Cyan dan menggeleng pelan.
"Sepertinya kita semakin banyak saingan, waktu Jade akan banyak dihabiskan dengan yang lain. Bagaimana menurutmu? Aku merasa dilema. Mereka semua, benar-benar hanya memanfaatkan Jade demi populeritas grup ke depan."
Cyan menunduk. "Benar, mereka berenam dulunya sangat membenci kedatangan Jade. Aku masih hapal beberapa wajah yang tak suka kedatangan Jade."
"Kau ...."
Cyan mengangkat kepala. "Tapi saat ini, semuanya perlahan mulai memudar. Meskipun yang tertinggal hanya bagaimana cara mendekati Jade untuk ketenaran grup di masa depan. Sepertinya mereka mulai menyadari bagaimana Jade berpengaruh buat kita."
"Seperti yang pernah kukatakan padamu, Cyan. Sama seperti dalam buku catatan Kak Hoshi. Dan entah mengapa hal itu sekarang mulai terjadi."
Cyan menoleh spontan. "Maksudmu bagaimana? Apa yang kau katakan di pikiranmu itu benar?"
Ryusei embuskan napas panjang. "Ah, sebenarnya aku sedikit tak nyaman saat kau membaca pikiranku."
"Apa yang kau katakan itu benar?" ulang Cyan yang saat ini berwajah kecut melihat Dayton dan Jade berjalan keluar dari ruangan ini. Tanpa sadar bibir Cyan meruncing.
"Benar. Sepertinya apa yang Kak Hoshi catat adalah hal yang akan terjadi di masa depan. Aku ingat saat pertama kali tak sengaja membacanya."
"Ap, ba-bagaimana bisa?"
Ryusei sunggingkan senyuman sembari melirik Hoshi yang tengah berbincang dengan Luce.
"Benarkah?" Cyan tak percaya dengan apa yang diucapkan di benak Ryusei. "Aku tak percaya orang seperti itu ada. Apa itu yang dinamakan indigo?"
"Apa kau juga melihat apa yang saat ini kembali kuingat saat melihatnya dulu?" Ryusei beralih menatap Cyan.
Cyan mematung dengan tatapan lurus seolah tengah mencerna sesuatu.
"Buku catatan, di nakas. Warna covernya biru, dan tangan nakalmu langsung membuka lembar terakhir karna takut ketahuan."
Ryusei menunduk dan mengumpat. "Dasar. Aku benci kemampuanmu."
"Pria asing. Berbahasa inggris, bersuara unik. Sembilan anggota, tiga anggota asing. Debut, dan kata terakhir yang kau lihat adalah bahasa yang tak kau mengerti."
Ryusei menoleh. "Kau mengerti artinya?"
"Xa-Xa-Xavian?" Cyan menggeleng menjawabnya. Matanya mengarah pada Luce yang tengah berjalan ke arahnya.
"Hyuk, kau tau apa yang kemarin terjadi padanya? Kenapa Jade hari ini terus mengkhawatirkannya? Sepertinya, masalah kesehatan," bisik Cyan dengan mata masih mengarah ke Luce.
"Aku akan cari tau," cepat Ryusei dan kini ikut melihat ke arah Luce.
"Cyan, aku dan Kak Hoshi akan belanja. Kau mau ikut?" tanya Luce yang berhenti di hadapan Ryusei dan Cyan.
Cyan bergegas berdiri. "Tentu saja aku ikut." Cyan menoleh ke Ryusei, seolah berpamitan sebelum pergi bersama Luce.
Ryusei segera tersenyum melihat kepergian ketiganya. "Luce benar-benar memanfaatkan apa saja yang dinilainya bermanfaat untuk tujuan dan hidupnya."
Ryusei segera menoleh ke belakang. Menatap wajahnya ke cermin.
"Sepertinya ketampananku benar-benar akan berlipat ganda nanti. Untung Cyan tak lihat catatan itu secara langsung. Ah, aku benar-benar tampan. Kau terlahir tampan, Ryu!" Ryusei beralih menatap kepergian Luce, Hoshi dan Cyan.
"Sepertinya, Cyan hanya bisa membaca apa yang otaku katakan dan ingatan yang sedang diputar saja. Ah, setidaknya aku masih punya sedikit privasi saat bersamanya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Xavian
Teen FictionJade salah satu diantara orang yang memiliki mimpi itu. Berjuang dan terbang, berusaha untuk menaklukan batas kemampuan dirinya. Saat mimpi itu malah dipertemukan dengan hal kotor yang dilakukan tukang bully, mampukah Jade terus memperjuangkan mimpi...