8.

72 51 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

"Ma-makan. Apel. Pakai. Garpu. Ah, kata garpu terlalu sulit diucapkan."

Jade mendengarkan lagi suara yang keluar dari aplikasi, dan kembali mencoba mengucapkannya.

Cyan yang sejak tadi duduk di sebelah Ryusei, tersenyum melihat gaya Jade dalam menghapal kata yang sulit diucapkan.

"Dia benar-benar seperti bayi," ucap Cyan menyenggol lengan Ryusei.

"Belajarlah untuk lengket padanya, Cyan," ucap Ryusei lalu mendekatkan kepalanya ke telinga Cyan.

"Kita perlu tau semua kebiasaan uniknya. Kesukaan dan hal yang dihindarinya. Itu kunci sukses buat kita di masa depan," bisik Ryusei lalu menjauhkan kepala begitu Cyan tinggikan alis.

"Kau yakin?" gugup Cyan.

"Apa?" spontan Ryusei dengan mata menantang dan mulut tersenyum.

"Ah, mungkin ini hanya firasatku saja. Tapi kau seperti Luce dan Kak Hoshi. Ada rahasia yang hanya kau ketahui dan tak diketahui orang lain."

Setelah mendengar ucapan Cyan, Ryusei menoleh ke Jade, lalu kembali menoleh ke Cyan.

"Coba bilang, aku harus melakukannya sebelum yang lain melakukan. Kak Hoshi dan Kak Luce gak boleh lebih unggul dariku."

Cyan seketika melebarkan mata usai Ryusei mengucapkan kalimat itu. Wajah Cyan langsung cemas. Dia meneguk ludahnya takut ketahuan.

"Apa kau ...." kompak Cyan dan Ryusei bersamaan sebelum saling tatap dengan mata melebar seolah tak percaya.

"Ryu, kamu ingat hari ini kata apa saja yang harus kuhapal?" ucapan Jade berhasil merusak suasana yang hampir saja membuka rahasia antara Ryusei dan Cyan

Kontan Ryusei dan Cyan segera menatap Jade dengan wajah seolah baru ketahuan melakukan hal aneh.

"Ah, itu ... Cyan, aku lupa. Apa kau mencatatnya kemarin?" Ryusei menepuk pundak Cyan.

"Kalau tak salah, itu pelajaranku tahun lalu. Kak Hoshi selalu ingat apa yang dia lakukan dan kadang dia ulang untuk orang lain. Dia, punya banyak buku catatan. Kadang, aku merasa hal itu aneh untuk ukuran pria seumuran kita memiliki banyak buku catatan. Ah, apa, aku terlalu jauh dan banyak bicara tentang Kak Hoshi?"

Cyan berwajah aneh, dia bergantian menoleh ke Ryusei dan Jade, seolah menyembunyikan sesuatu.

Sedang Ryusei, menatapnya serius dan penasaran. "Kelas bahasa Korea kita dimulai tiga puluh menit lagi. Ah, aku mau ke kamar mandi dulu."

Ryusei berdiri, dia menepuk pundak Cyan saat melewatinya.

"Jade, habis kelas bahasa Korea, kau mau ke mana?" tanya Cyan sebelum Ryusei benar-benar keluar dari ruangan kamar ini.

"Ah, aku ada waktu istirahat 30 menit sebelum kelas vokal. Sepertinya, akan kugunakan untuk beristirahat saja. Kalau kamu mau ke mana? Akan pergi sama Ryu, Kak Hoshi atau Luce?"

Cyan menunduk sejenak. "Ah, sepertinya Kak Hoshi dan Kak Luce sedang sibuk sama staff perkara permintaan anggota untuk pertukaran karakter yang sudah disepakati sebelumnya. Bagaimana kalau kita main game?"

"Serius?" Jade antusias hingga dia tak sadar keluarkan suara lantang yang bahkan membuat Ryusei kembali berjalan ke ruangan itu.

"Game? Kalian main game tak mengajakku? Ayolah, aku juga suka game."

Ryusei melirik Cyan dengan senyuman, sedang Cyan hanya embuskan napas panjang.

"Baiklah, kita main di ruangan ini saja biar tak mengganggu yang lain. Bagaimana?" Cyan akhirnya memutuskan untuk bermain bertiga.

"Setuju. Asal, kalian berdua kecilkan suara," lanjut Ryusei.

"Bro! Kamu yang kadang lepas kendali," spontan Jade dengan tawa.

"Apa kau bilang? Dasar tak mengenal diri sendiri," lanjut Ryusei dengan tawa.

"Kalian, sering main game bersama?" Cyan berwajah aneh dan menatap bergantian pada Jade dan Ryusei.

"Tentu saja, kami teman sekamar. Kau lupa hal itu?" Ryusei menjawab seolah mengejek.

Cyan berdiri, berwajah murung dengan bibir sedikit mengerucut.

"Kau, kenapa?" tanya Ryusei saat Cyan berjalan melewatinya.

"Jade, kami pergi dulu. Kurasa aku dan Ryu harus berkompetisi untuk ke kamar mandi duluan sebelum ditempati Dayton. Karna kamar mandi Dayton, pasti disabotase Kak Luce."

"Sialan!" gerutu Ryusei.

Jade tertawa saat melihat Ryusei dan Cyan berlari cepat menuju kamar mandi, bagai sepasang bocah berumur belasan.

Saat di depan pintu kamar mandi, napas memburu keduanya seketika berubah. Wajah mereka menjadi lebih serius.

"Aku tau, kau juga tau apa yang kumaksud. Kau, membaca pikiran orang lain? Kau, bicara dan menyuruh seolah kata hati orang yang kau tuju?"

Cyan membelalak, wajahnya seketika itu menjadi pucat. Ryusei berhasil membongkar rahasianya selama ini.

"Apa kau, orang itu?" Cyan terbata.

"Apa?" spontan Ryusei berwajah cemas.

"Coba nyalakan api dari jarimu."

"Ah, sialan! Kau melihatnya?" Ryusei membuang wajah.

"Selain kau, siapa yang tau hal ini?" kompak keduanya seolah anak kembar yang berbicara bersamaan.

Begitu Cyan menggeleng, Ryusei ikut menggeleng.

"Bukankah sangat disayangkan kita belom lancar bahasa mereka?" lanjut Ryusei yang kali ini bertolak pinggang.

"Benar. Aku lelah mengartikan apa yang mereka ucapkan di dalam pikiran mereka," lanjut Cyan dengan berdecak sebal.

"Pantas saja kau sering diam seperti orang hilang. Apa otakmu sebising itu sampai membuatmu hanyut, ha?"

"Sialan kau, Ryu." Cyan mengumpat, dan Ryusei tertawa.

***

XavianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang