6.

82 60 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

"Maaf, boleh aku ikut duduk di sini?" tanya Jade pada Orion yang tengah berada di ruang tengah sendirian, sembari membaca hasil evaluasi mingguannya.

Orion mengangkat kepala. "Boleh, bukankah semua yang ada di sini milik bersama? Maaf kalau bahasa Inggrisku susah kau dengar."

"Kamu semakin lancar berbahasa Inggris, Rion. Terima kasih."

Jade duduk di depan Orion. Dia juga membaca evaluasi mingguannya sembari membawa burger kesukaannya.

Pria ini tetiba saja membelah burger itu menjadi dua bagian sama besar, lalu membaginya ke Orion.

"Isi tenaga selagi istirahat seperti ini."

Orion menatap tangan yang menyodorkan separuh burger itu.

"Kau lebih butuh isi tenaga daripada aku, Jade. Kau semakin mahir pesan makanan secara online."

"Oh, Hwan mengajariku. Aku hanya ingin berbagi, tapi kalau tak mau juga tak apa."

Orion tersenyum, lalu mengambil makanan itu.

"Kenapa kau selalu bersikap begini? Bersikaplah kalau posisi kita semua di sini itu setara. Hanya saja memang, Luce dan Kak Hoshi ditunjuk untuk jadi pemimpin. Yang mengarahkan sesuai keinginan perusahaan. Selebihnya kita semua di sini itu sama, setara."

Mata Jade berkaca. "Makasi, Rion. Kamu memang paling baik. Meski aku tak tau apa yang kamu bicarakan, tapi mimik wajahmu bicara padaku."

"Bagaimana hasil evaluasimu?" potong Orion yang tak terlalu mengerti ucapan Jade.

Jade berwajah murung. "Benar kata Luce, aku memang terlalu jauh tertinggal. Aku hanya punya suara unik, sisanya kamu tau sendiri. Apalagi bahasaku masih seperti bayi. Aku tak yakin bisa debut bersama kalian, Rion."

"Jangan berkecil hati, ketertinggalanmu karena kau datang paling akhir dan tak mahir bahasa kami. Tarian dan vokal semuanya memang butuh waktu. Dan memang perusahaan memberimu waktu paling singkat daripada yang lain."

Jade menatap penuh harap pada Orion dengan mata berkaca.

"Kau spesial, tak seperti yang lain datang ke sini masih jadi trainee. Kau langsung akan didebutkan dengan waktu tersingkat. Perusahaan sudah membuat keputusan. Empat hari lagi, unit pertama mulai lakukan rekaman. Apa bahasaku aneh?"

Jade meletakkan ponselnya ke meja dan menggeleng pelan. "Aku mengerti. Tapi takut mengecewakan semuanya, Rion."

"Hey, kenapa kau putus asa?" Orion mulai memakan burger, lalu mengambil hasil evaluasi Jade.

"Cobalah sedikit percaya diri, Jade. Kau seunik pita suaramu, percayalah. Tak usah khawatir, semua di sini sama dan setara seperti kataku tadi. Tubuhmu terlalu kurus. Ayo kita cari makan?"

Orion menepuk pundak Jade, dan pria ini mengaduh seketika.

"Kau terluka? Bahumu belom sembuh?"

Jade menggeleng, tak berani menjawab.

Orion mencoba spontan mendekat untuk mengintip keadaan bahu Jade, tapi Jade sudah lebih dulu berdiri.

"Jade, tubuh dan kesehatan kita itu aset."

"Maaf Rion, aku tak tau apa yang kamu katakan. Tapi percayalah, aku baik-baik saja. Oya, maaf, aku sudah ada janji akan pergi makan bersama Cyan dan Ryu. Mereka menyuruhku menunggu di sini selagi Ryu latihan terakhir malam ini untuk unit pertama groub kita, dan Cyan menyelesaikan kelas rapp-nya."

Orion menunduk. Dia sebenarnya tak menangkap garis besar arah perkataan Jade yang sempat menyebut makan, latihan, kelas rapp, Ryusei dan Cyan.

"Apa sudah terlalu lama?" ucap Ryusei menggugah keheningan ruangan ini, sembari merangkul Jade, lalu menoleh ke Orion yang duduk sendirian di hadapan Jade.

"Rion," sapa Cyan yang baru saja menutup pintu ruangan ini.

"Cyan, bagaimana kelas rapp-mu?" tanya Orion lalu berdiri.

"Baik. Aku sedikit gugup karena belom terlalu menguasai bahasanya."

"Kau akan terbiasa dengan itu, Cyan. Selamat malam," ucap Orion sembari menepuk pundak Cyan.

"Kau kenapa? Pergilah makan bersama kami," ajak Ryusei.

Orion menoleh ke Cyan, lalu Ryusei dan Jade seolah meminta persetujuan bahwa nantinya kehadirannya tak mengganggu.

"Jangan lalui hal sulit sendirian, Rion. Bukankah kita keluarga?" tambah Cyan yang kini menoleh ke Jade.

"Jade, maaf selama ini aku tak memanggilmu dengan sebutan Kakak, dan hanya menyebut Kak Hoshi saja sebagai Kakak. Ah, aku memang sedikit sulit dengan adaptasi dan terkesan dingin dan cuek. Tapi sebenarnya, mulutku ingin bicara tapi sulit mengatakannya."

"Kita sama, Cyan," spontan Jade. "Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan, makanya aku terlalu diam dan jadi beban. Maafkan sifatku."

"Ey!" sentak Ryusei sembari melingkarkan erat lengannya di bahu Jade.

"Jade, berjanjilah jangan ucapkan lagi kalimat bahwa kau itu beban kami. Kalau tidak, kami tak akan menganggapmu teman lagi, tak akan menganggapmu keluargaku di sini lagi," tambah Ryusei dengan mata meyakinkan.

"Ta-ta-tapi ...."

"Benar kata Ryu, Jade. Itulah alasan kenapa kau jadi beban. Karena kau sendiri yang menganggap bahwa kau itu beban. Sayangi dirimu, tak peduli bagaimanapun orang lain memandangmu seperti apa."

Orion berwajah serius, saat Cyan mengartikan ucapan itu untuk Jade.

"Oke! Kalian tak lapar? Haruskah kita pesan banyak makanan kali ini? Kita cari tempat makan yang banyak pengunjung remajanya, supaya ketampanan kita membuat mereka penasaran! Bukan begitu, Orion?" Ryusei bersuara lantang.

Orion tinggikan alis dengan wajah aneh. "Bahkan mau makan pun, kau masih memikirkan ketampananmu?"

Ryusei mengangguk bersemangat. "Aku ... Ah, maksudku kita ini kan semua tampan, kenapa tak sekalian kita gunakan promosi tak resmi pradebut saat kita cari makan?"

"Impian Ryu memang jadi tertampan di groub kita." Cyan tersenyum.

Ryusei tinggikan alis sejenak. "Kau mengakuinya, kan, Cyan?" ucapannya menuntut Cyan berkata iya, tapi Cyan hanya berwajah datar.

"Aku juga sudah dapat ijin untuk lakukan siaran langsung di instagram sepuluh menit. Kita bisa siaran langsung sembari menunggu pesanan datang," tambah Cyan sembari menoleh ke Jade, lalu ke Orion dengan tatapan tajam pada potongan burger yang belum habis di tangan Orion.

"Kau tak bagi burger untukku juga, Jade?" spontan Cyan dengan bibir meruncing, berwajah murung, lalu berjalan mendekati Ryusei. "Ryu, Jade tak bagi burger untukku ...."

Melihat tingkah laku Cyan yang mirip anak kecil, membuat Orion tertawa. "Sepertinya aku baru lihat sifat manjamu yang ini, Cyan."

Jade menatap Cyan merasa bersalah. "Ah, aku akan belikan untukmu, Cyan. Tadi Orion hanya kubagi setengah, tenang saja."

Cyan meringis. "Aku mau dua."

"Oke! Aku juga harus kau belikan dua, Jade!" lantang Ryusei antusias yang membuat Jade berwajah tak percaya dengan mata bulat layaknya anak kecil yang terkejut melihat hantu.

"Berapa Won yang kukeluarkan untuk empat burger seperti ini?" ucapan dan ekspresi Jade membuat Orion, Ryusei dan Cyan terpingkal.

***

XavianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang