14.

33 25 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

"Bro, kau bisa teleportasi?" Jade menggeleng menjawab pertanyaan Ryusei.

"Kecilkan suaramu," rengek Jade seolah anak kecil yang segera menangis bila tak dikasih apa yang dia mau.

Ryusei tersenyum. "Aku tak pernah menyangka, avanger itu ada."

"Harusnya kamu bisa berubah wujud. Seperti wanita tanpa busana berkulit biru mata kuning itu. Lalu menggoda anggota lain dengan keseksianmu."

Ryusei menggeleng dengan tawa lebar, lalu mengumpat. "Dasar mesum. Coba pikirkan kenapa harus tanpa busana?"

Ryusei mengangkat lembaran kertas milik Jade. Di mana Jade langsung mencoba meraihnya seperti anak kecil yang dirampas mainannya.

"Aku belom hapal liriknya, Ryu. Kembalikan."

"Bagaimana bisa kau belom hapal, hah? Dua hari lagi, dan lihat kantung matamu itu? Kau mau menakutiku dengan mata zombimu itu?"

Jade berdiri, berniat meraih tangan Ryusei. "Kembalikan. Aku tak punya waktu, Ryu. Aku harus menghapal selagi menunggu waktu untuk kembali berlatih bersama Dayton malam ini."

"Dayton?" Kontan Ryusei berhenti dan biarkan Jade mengambil kertas itu.

"Kau harus beristirahat, Jade. Bahumu ...."

Jade menoleh ke Ryusei. "Aku baik-baik saja."

"Biar kubicarakan hal ini dengan Dayton."

Ryusei bergegas keluar dari kamar menuju tempat latihan. Di mana Jade yang mencoba menahan Ryusei dan mengimbangi langkah cepatnya itu, sudah merasa kelelahan sebelum berada di tempat tujuan.

"Rion, kau melihat Dayton?" tanya Ryusei berwajah serius saat melihat Orion tengah mencuci pakaian.

"Dayton? Seharusnya jadwalnya baru saja berakhir bersama Cyan, Hwan dan Hyuk latihan rapp. Kenapa?"

"Terima kasih," cepat Ryusei yang segera kembali berjalan cepat.

"Ryu, kumohon," rengek Jade seperti bayi yang berlari mengejar Ryusei.

"Jade, ada apa?" lantang Orion memburu Jade.

Jade terhenti dengan napas memburu. "Ryu melarangku berlatih bersama Dayton karena keadaan bahuku."

"Apa bahumu semakin parah?"

"Aku tak apa-apa, Rion." Jade menunduk.

"Biar kubicarakan dengan yang lain mengenai hal ini."

"Jangan, Rion."

Orion berbalik badan dan pergi begitu saja. Detik ini, Jade menoleh bergantian ke arah Ryusei dan ke arah Orion yang saling berlawanan.

"Tolong, kenapa kalian seperti ini? Bahuku tak apa-apa."

Hyuk yang berada di koridor ini, melihat dari kejauhan wajah lelah Jade. Terlebih Jade yang langsung duduk jongkong di tempat dia berdiri.

Jade menundukan kepala di antara dua lengannya. "Apa yang harus kulakukan, Ma?" lirih Jade.

Hyuk segera melangkah cepat menghampiri Jade.

"Kau kenapa?"

Jade seketika berdiri begitu mendengar suara Hyuk.

"Kau menangis? Kau rindu ibumu?"

Jade segera mengusap air matanya, dia saat ini tak tahu arti ucapan Hyuk.

"Kau rindu mamamu?" ulang Hyuk dalam bahasa Inggris.

Jade terpaksa berbohong, lalu mengangguk dan Hyuk malah memeluknya, dan menepuk punggungnya pelan.

"Aku juga rindu mamaku. Masakannya, cara bangunkan tidurku, memaksaku berolahraga, dan berlatih. Ah maaf, ada banyak hal lain yang sebenarnya, tapi aku tak tau bahasa Inggrisnya apa."

Jade yang lebih pendek dari Hyuk, kini menepuk punggung Hyuk pelan. "Sosok itu memang menjadi pahlawan dalam hidup kita. Keadaan dan keberhasilan kita, adalah cerminan bagaimana cara dia membesarkan kita selama ini."

"Kalau kau rindu mamamu, bagaimana kalau kita pergi keluar bersama? Belanja bersama dan mengirimkan paket ke rumah."

Jade seketika itu melepas pelukan. "Tapi biaya pengiriman paketku sangat mahal."

Hyuk tertawa. "Aku lupa kalau mamamu tinggal di luar negeri."

Keduanya tertawa.

"Kalau begitu, bolehkan aku ikut melihat wajah mamamu saat kau vidio call, Jade?"

"Tentu saja," cepat Jade.

"Oya, bagaimana dengan bahumu? Tadi Rion bilang bahumu terluka lagi. Kenapa bisa mendapat luka di tempat yang sama?"

"Karena aku orang asing." Jade tertawa menganggap ini hal lucu, tapi tidak bagi Hyuk.

"Coba lihat bahumu."

Jade menggeleng. "Jangan, aku tak apa-apa, Hyuk."

"Aku bisa membantumu, Jade."

Jade menggeleng. "Ini tak separah kemarin."

"Atau belom."

"Hyuk, aku tak mau keadaanmu seperti kemarin. Cukup aku yang terluka, oke? Jaga tubuhmu, kesehatanmu, kamu lebih membutuhkan itu dibanding aku saat ini. Karena jadwalmu lebih padat dariku. Kamu harus berlatih lebih pada empat lagu debut kita."

Mata Hyuk berkaca, dia menitikan air mata begitu saja.

"Hyuk, kamu bisa membantuku sebenarnya."

"Apa?" spontan Hyuk dengan mengusap air mata.

"Kita harus ke tempat Dayton dan Ryu."

"Oke, kau mau kugendong?" Hyuk tertawa.

"Apa kamu pikir aku anak kecil yang tak bisa berjalan cepat?"

Hyuk tertawa. "Kau memang lebih kecil dariku, makanya selama ini meskipun kau lebih tua, tapi kuanggap adik kecil. Maafkan kelakuanku selama ini."

"Aku menyukainya, kenapa harus meminta maaf? Anggap saja aku adikmu, Hyuk. Maka kita akan saling merasa lebih dekat seperti keluarga."

Mata Hyuk berkaca mendengarnya.

***

XavianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang