Mengemudi

77 9 5
                                    

"apa ini? Kau meminta maaf?" Tanya Nam yang disodori kertas bertuliskan maaf oleh Billy.

"Jangan konyol, itu satu-satunya hal mencurigakan yang kudapat dari mobil itu, priksa. Apakah ada sidik jari pelaku disana"

"Baiklah... Ngomong-ngomong apa kau mencurigai seseorang?"

"Untuk saat ini, tidak"

"Ini cukup sulit, apa aku harus mencuri data statistik orang-orang yang hidup di negara ini, aku bukan polisi yang bisa melakukan penyelidikan sesuka hati, tapi ya sudahlah... Aku suka tantangan" Nam merangkul pundak Billy.

"Hn, kurasa kau bisa mewujudkan cita-citamu dalam waktu singkat" Billy melepas rangkulan itu.

"Mau kemana kau?" Tanya Nam  saat melihat Billy fokus pada layar ponselnya.

"Menjemput mobil"

"Kau membeli mobil baru? Kasian sekali orang tuamu, membuang uang hanya untuk anak sepertimu, kau itu sudah punya mobil" ejek Nam

"Hn, kau tidak tahu apa-apa, aku membelinya dengan tabunganku, baiklah aku pergi"
.
.
.
.
.
Billy pergi untuk mengajari Tharn cara mengemudikan mobil. Mereka tengah berlatih disebuah lapangan.

"Kau sudah mengerti dasar-dasarnya kan? Sekarang cobalah sendiri" Billy keluar dari dalam mobil, membiarkan Tharn mencobanya sendiri.

"Aku tidak ingat menginginkan mobil ini, dan aku tidak pernah setuju untuk belajar darimu, kenapa kau sangat keras kepala?"

Mendengar itu Billy kembali memasukkan kepalanya, ia menatap Tharn yang diam mematung karena terkejut.

"Karena kau sudah membuktikan kemampuanmu..." Setelahnya Billy menutup pintu dan mengamati dari luar. 

"Dia, dia memaksakan kehendaknya, awas saja sampai aku menabrak seseorang, aku tidak ingin tangung jawab" Tharn menarik nafasnya untuk memulai sesuatu yang baru.

"Kau tenang saja, aku di belakangmu.." teriak Billy dari dalam mobilnya, yang sudah bersiap untuk mengikuti dibelakang.

Tharn cukup gugup dalam menyetir, ia berulang kali melenceng dari jalur.

"Apa dia bisa mengendalikannya?" Billy yang memperhatikan dari belakang juga meragukan kemampuan Tharn yang satu ini.

Tharn memegang setir mobil sangat erat hingga tiba disebuah perempatan ia kesulitan menggerakkan setir.

"Ada apa ini? Kenapa tidak mau bergerak?" Tharn berusaha memaksa setir mobil itu namun tiba-tiba mobil itu melaju dengan cepat.

"Oho... Tharn... Kau sudah mulai mahir hn"  Billy yang belum mengetahui apa-apa, menganggap Tharn sudah pandai dalam mengemudi.

Tharn melepas kemudinya dan betapa terkejutnya ia saat memperhatikan setir mobil itu bergerak sendiri. Tharn berusaha menghubungi Billy dengan sangat panik.

"Tharn, kau hebat... Biasanya orang yang baru bisa mengemudi tidak akan berani menelpon seperti ini" jawab Billy.

"Tutup mulutmu bodoh!!! Aku tidak mengemudikan mobil ini, dia bergerak sendiri, cepat hentikan. Aku tidak ingin melukai seseorang.. Aa!!! Minggir!!! Minggir!!!" Tharn berteriak mengusir para penyebrang jalan, Billy yang mendengarnya pun ikut panik.

Dijalan raya yang cukup ramai mereka seolah berkejar-kejaran, beruntung saat itu tidak ada polisi yang berpatroli.

Mobil itu tiba-tiba berhenti didepan sebuah gerbang rumah yang cukup besar.

"Tharn!!!" Billy menggedor kaca mobil ingin memastikan kondisi Tharn.

Tharn keluar dengan wajah yang pucat, ia ketakutan.

"Kau baik-baik saja?"

"Matamu ditaruh dimana hah! Kau tidak lihat?! Aku hampir mati ketakutan!"

"Hah... Syukurlah..." Ucap Billy menghela nafas.

"Hah!! Syukur katamu?! Kau bersyukur aku seperti ini hah?!"

"Tidak... Maksudku.. ah sudahlah,  lagipula kesalahan apa yang kau lakukan saat memperbaikinya, hingga kemudinya tidak stabil?" Ucap Billy sembari memeriksa setir mobil.

"Kenapa kalian disini?" Tanya seseorang, yang membuat Billy refleks mengangkat kepalanya yang masih menunduk memeriksa setir mobil, alhasil ia terbentur atap mobil.

"Pftt.." Tharn menahan tawanya.

"Oh.. Heng, tidak .. aku hanya sedang mengajari anak ini menyetir, tapi dia melakukan kesalahan dan berhenti disini" ucap Billy sembari melirik Tharn yang kesal.
Billy memang mengenal Heng namun mereka tidak terlalu dekat.

"Phi Heng sendiri sedang apa disini?" Tanya Tharn.

"Ini rumahku" jawab Heng yang membuat dua orang didepannya melongo.

"Besar sekali" ucap Tharn kagum.

"Hn, biasa saja" tampaknya Billy merasa iri dengan pujian yang didapat Heng.

"Jika kalian mau, berkunjunglah" Heng dengan senang hati menerima tamu dirumahnya.

"Ten-"

"Tidak! Tharn, kau harus melakukan sesuatu dengan mobil ini" Billy langsung memotong ucapan Tharn yang ingin singgah dirumah Heng.

Karena tidak ada pilihan lain, Tharn pun menurut, mereka berpamitan pada Heng dan pergi. Kali ini Billy menggunakan mobilnya untuk menarik mobil bekas itu dengan tali.

Heng memperhatikan mobil itu yang tidak bisa ia lupakan. Ada pancaran kesedihan yang cukup dalam dimatanya.
"Maaf..." Gumam Heng.
.
.
.
.
.
Billy kembali ke kondominium cukup larut, ia mendapati Prise sudah tertidur.

"Phi Billy..."

"Maaf, phi membangunkanmu, lanjutkan tidurmu"

"Tidak bisa, aku... " Prise terlihat gelisah, ia kesulitan tidur untuk malam ini.

Billy teringat akan sesuatu, ini adalah hari yang sama saat kecelakaan itu terjadi.

"Tidak apa-apa, semuanya sudah berlalu" Billy memeluk Prise. Dan Prise mulai terisak.

"Ibu... Ayah..." Gumamnya.

Untuk malam ini Billy tertidur memeluk Prise, tidak akan ia biarkan Prise merasa sendirian.
.
.
.
Pagi hari Billy terbangun dengan wajah yang kusut, ia lupa bahwa semalam ia tidak mandi.

"Prise bangun...  Tanganku kesemutan" Billy membangunkan Prise yang memang berbantalkan lengannya.

Namun anehnya, ia tidak mendapatkan jawaban apapun.

"Prise? Prise!!" Billy panik mendapati Prise yang tidak bernafas.

Ia berusaha memberikan CPR, namun tidak berhasil.
Billy gelagapan, langsung menggendong Prise menuju parkiran dan segera melajukan mobilnya.
.
.
Sesampainya di rumah sakit, Billy dimarahi habis-habisan oleh dokter yang berhasil menolong Prise.

"Apa yang kau lakukan?! Memeluknya erat hingga pagi! Kau tau dia memiliki masalah pada jantungnya dan apa yang kau lakukan membuatnya kesulitan bernafas! Jangan mengulanginya lagi" ucap dokter itu.

Billy pun hanya merutuki kebodohannya.

•••••

Vote dan Comment, dorongan utama berlanjutnya sebuah cerita...

See you 😘

Ambisi & SesalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang