"A mampir dulu adek mau beli sesuatu." Riki tetap fokus pada jalanan tak menghiraukan instruksi Dion. Dia tau Riki mendengarnya, karena suasana jalanan yang sepi dan Riki menjalankan motornya dengan santai.
Aakkk
"Apa sih, dek! Bahaya tau, kalo ni si Milo nyungsep gimana?! Mau kamu nyungsep hah?!" Dion hanya mengedikan bahunya tanda tak peduli.
"Dihh pundungan. Aa tau, ya. Maksud dari beli sesuatu itu Lego pokemon baru. Jangan dulu protes." Dion yang sudah bersiap menyanggah perkataan Riki, kembali mengatupkan bibirnya.
"Aa udah belanja. Kulkas udah aa isi lengkap termasuk cemilan kamu." Riki menoleh pada kaca spion. Adiknya cemberut, lucu sekali pikirnya badan boleh saja bongsor tapi kelakuan tetap bayi.
Motor yang Riki kendarai telah sampai pada tempat tujuan. Rumah sederhana dengan warna paling nyentrik diantara perumahan lainnya. Bagaimana tidak, disaat rumah lain di cat dengan warna cerah yang memberi kesan keceriaan dan estetika. Hanya rumah yang mereka tinggali berwarna Hitam. Dion menyebutnya "Rumah suram". Riki tak peduli, justru itu akan memudahkan orang-orang untuk mencari rumahnya.
Sebagai informasi Riki dan Dion tinggal berdua di komplek perumahan Harapan. Perumahan sederhana yang memiliki konsep ceria. Para penghuni kompleks juga semua ramah dan dari kalangan yang berada yang suka berpenampilan apa adanya. Tak suka pamer harta.
Ayah dan Bunda menetap di bandung. Awalnya hanya Riki yang tinggal di Jakarta. Namun pada dasarnya Dion tidak bisa lepas dari Aa gantengnya, dengan senang hati Riki membawanya. Lumayan ada yang bisa diminta masak, katanya.
"Aa abis ini mau keluar lagi?" tanya Dion yang melihat Riki hanya memarkirkan motornya di halaman. Biasanya jika tidak ada kegiatan Riki akan langsung memasukannya ke garasi.
"Iya, aa ada janji main sama bang Bian sama yusril juga. Mau ikut kamu?"
"Ngga ah, mau nyusun Lego." Dion langsung masuk kedalam rumah setelah berkata seperti itu.
"Nak Riki ... " Riki menoleh kearah panggilan tetangga samping rumahnya. Rupanya ada Bu Mirna yang membawa kantung kresek, entah apa itu isinya.
"Ini ibu buat kue kering. Di makan ya sama adeknya." Bu Mirna menyerahkan kantung kresek hitam itu, yang dengan senang hati diterima Riki.
"Woah terimakasih Bu. Enak pasti ini." Bu Mirna tersenyum. Riki pun mulai beraksi sebagai sosialita, mengajak Bu Mirna pada obrolan siang yang panjang mengenai harga cabai yang naik. Bu Mirna pun pamit setelah anaknya memanggil. Riki juga melangkah memasuki rumahnya.
"Eum busett wangi bener ni rumah." Riki melangkah cepat menuju dapur. Dilihat Dion tengah menata masakannya di meja.
"Widih udah selesai aja ni masaknya."
"Aa yang kelamaan ngobrol sama Bu Mirna. Ngobrolin apa sih emangnya?" Rupanya Dion juga penasaran.
"Harga cabe yang naik." Dion mengangguk. Memang Riki paling ahli soal itu, selama ini tugas Dion memasak sementara Riki belanja jika sedang tidak sibuk itu juga. Soal beres-beres rumah mereka lakukan bersama, meskipun lebih sering dilakukan oleh Dean.
Sesi makan pun berlangsung tenang. Riki makan dengan lahap, memang masakan adiknya itu sudah bersahabat dengan pencernaannya. Apapun yang dia masak pasti Riki lahap memakannya.
"Udah biar aa aja yang beresin, kamu istirahat aja. Tadi Bu Mirna ngasih kue, aa taruh di meja depan tv." Dion mengangguk.
Selesai dengan kegiatan mencuci piring Riki menghampiri Dion yang tengah sibuk dengan rakitan legonya. Itulah alasan Riki enggan membelikan Lego untuk adiknya, dia akan sibuk merakit.
"Dek ganti dulu seragamnya itu." tak ada jawaban. Riki menghela napasnya sejenak sebelum mengeluarkan kata legendnya.
"Adek dengerin Aa, atau semua Lego di kamar kamu Aa jual di ceepde."
"Tua tua demennya ngancem." gumam Dion saat hendak melangkah kekamarnya.
"Aa denger ya dek, hati-hati kualat kamu!" Riki pun ikut melangkah menuju kamarnya. Jika kalian bertanya apakah Riki marah, tentu jawabannya tidak.
Riki selesai dengan acara mengganti pakaiannya. Dilihatnya Lego yang tadi dirakit Dean masih berserakan.
"Dion belum selesai kah?" sebelum pergi untuk mengecek kamar Dion, Riki membereskan terlebih dahulu Lego milik dian yang berserakan. Bisa tantrum anaknya kalo satu puing aja ilang.Riki membuka perlahan pintu kamar Dion. Terlihat Dean terbaring dikasur dengan posisi terlentang. Riki mengamati setiap sudut kamar adiknya. Kamar dengan cat berwarna cream dan sprei kasur warna hijau mentereng. Disudut terlihat lemari berisi macam-macam Lego hasil rakitannya juga beberapa boneka pikachu.
Riki duduk dipinggir kasur, tersenyum menatap sang adik yang terlelap. Mengusap surai hitam lembut milik sang adik yang wangi stoberi. Lalu tanpa aba-aba Riki menjambak rambut Dion. Pelan kok pelan
Akkhh
"A IKI APAAN SIH?!!"
"Apaan?! Tadi aa Suruh apa? ganti baju, Dedek."
"Ga usah di Jambak juga kali, jadi Abang ga ada lembut-lembutnya." ucap Dion ketus. Dia lantas bangkit untuk mengganti pakaiannya.
"Walah Bocah gendut! Legonya beresin. Hilang satu aa lagi yang kena amuk."
"Berisik Riki!" tawa Riki pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. Aa With Adek [END]
Short StoryNCT wish lokal Tumbuh di keluarga berantakan membuat Riki muak akan rasa sepi. Hingga tiba saat sang ayah membawa calon ibu baru untuknya. Ibarat beli satu gratis satu, bukan hanya seorang ibu baru yang Riki dapatkan, tapi juga seorang adik. "Hidup...