"Yus Lo jangan sembunyi terus. Bantuin aing kek Lo."
"Elah, Ki. Ini gue lagi berlindung. Kalo gue juga mati selesai ini game."
"Te sohib pisan, maneh ah!"
Yang paling tua hanya menonton pertengkaran didepannya. Menurut Sabian menonton Yusril dan Riki bertengkar lebih seru dari pada menonton yang lainnya. Apalagi ditambah bumbu-bumbu kosa kata Sunda yang di ucapkan Riki.
"Bang, Lo aja yang main. Si Yuyu cupu ah."
"Cocot Lu Ki. Belum aja Dion gue culik." Yusril lantas bertukar posisi dengan Sabian. Perubahan rencana. Riki tidak jadi keluar, dia malah mengajak Sabian dan Yusril untuk main dirumahnya. Mereka tentu tak masalah, dengan senang hati mereka datang. Bahkan dikarenakan besok hari libur mereka berniat untuk menginap saja.
"Rik, Dion mana?"
"Ada, lagi tidur dia. Jangan Lo isengin, udah gue isengin tadi."
"Ga asik Lo Rik." Yusril merebahkan tubuhnya di sofa sembari memainkan Lego rakitan Dion yang baru setengah jadi.
"Heh benda pusaka adek gue itu. Ngamuk dia entar, kalo proyeknya hancur." Riki melirik sekilas, lalu lanjut fokus pada gamenya.
"Bang, Lo ga ngajak Sakir kesini?"
"Anaknya lagi main sama Rio. Harusnya sama Dion juga sih." Riki mengangguk. Sebenernya tadi dua bocil itu sudah datang untuk mengajak Dion bermain. Namun Dion tolak karena dia sedang dalam mood yang buruk.
"Dion Betmut. Tadi lagi tidur gue Jambak soalnya." Sabian dan Yusril melongo mendengar perkataan Riki.
"Sadis banget Lo Rik."
"Sejail-jailnya, gue. Gue ga bakal Setega itu buat Jambak anak penurut kek si Dion." Yusril
"Gemes anjer gue sama dia. Rambutnya wangi stroberi hahaha udah tu lembut." Riki menyudahi permainannya. Kini dia mulai mengambil kue kering yang tadi dia terima dari Bu Mirna.
"Yaa itu mah salah Lo sendiri yang suka beliin dia sampo kodomo." Sabian tau betul kelakuan Riki yang selalu menjadikan adiknya percobaan produk bayi.
"Kek lu ngga aja bang." Sabian tersenyum menampilkan deretan giginya.
"Nyengir lu bang. Eh betewe seru keknya punya adek ya. Sepi banget gue sendirian terus." curhat Yusril, karena diantara mereka bertiga hanya Yusril yang merupakan anak tunggal.
"Tapi gapapa. Meskipun begitu masih untung ada Dion yang nurut sama gue." Riki melempar Yusril dengan bantal sofa.
"Adek gue ternodai main sama lu, boti."
"Sialan lu. Dari pada sama lu. Kasian dia serasa ngerawat aki-aki." ujar Yusril tak mau kalah.
"Udahlah kalian tu sama aja. Suka isengin Dion."
"Maneh Oge/ Lo juga bang." Sabian tertawa lepas mendengar jawaban kompak Riki dan Yusril.
Pada dasarnya mereka sama saja. Suka menjahili Dean. Karena diantara para bocil hanya Dion yang paling penurut, dan pas untuk jadi target usil.
"Jujur. Gue bersyukur banget punya bunda sama Dion." Riki mulai bercerita. Suasana pun nampak serius. Sabian dan Yusril yang paham akan situasi hanya diam menunggu Riki menyelesaikan perkataannya.
"Hidup gue beda banget sama dulu. Dulu gue sendiri. Gak pernah ngerasain ketawa bareng keluarga. Ga pernah ngerasain kasih sayang ibu." Riki menghela nafas
"Hidup gue sepi, untung bokap nikah lagi jadi gue punya adek." Riki tersenyum menampilkan lekukan cacat yang ada di pipinya.
"Artinya tuhan sayang banget sama Lo ki. Bahkan Dion sampe nempel banget tu sama Lo."
"Bener, bang. Gue sayang banget sama Dean. Saking sayangnya gue pengen isengin dia terus." dengan ringannya tangan Yusril memukul pundak Riki, hingga sang empu menatapnya tajam.
"Gue setuju sama Lo. Kuy lah kita isengin. Ada yang punya ide gak ni?" tanya Yusril pada kedua teman isengnya.
"Dion takut serangga kan?" Sabian segera merogoh saku celananya. Mencari barang yang sempat dia pinjam dari Syakir.
Riki melotot ketika melihat benda yang ditunjukan Sabian. Berbeda dengan Yusril yang kini sedang menyusun skenario untuk menjahili Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. Aa With Adek [END]
Kısa HikayeNCT wish lokal Tumbuh di keluarga berantakan membuat Riki muak akan rasa sepi. Hingga tiba saat sang ayah membawa calon ibu baru untuknya. Ibarat beli satu gratis satu, bukan hanya seorang ibu baru yang Riki dapatkan, tapi juga seorang adik. "Hidup...