"Redain emosi kamu. Duduk sini samping bunda." Bunda menarik pelan tangan Riki untuk menarik atensinya. Bunda mengusap pundak anak sulungnya, menurunkan setiap luapan emosi yang ada pada Riki.
"Bunda ... Adek-
"Ssstttt bunda tau. Aa dengerin bunda ya." Riki mengatupkan bibirnya. Kepalanya mengangguk.
"Aa, bunda mau bilang makasih, Karna aa udah jaga Dion selama bunda ga ada. Aa sayang benget ya sama adek, sampe kepikiran kayak gitu? Bunda juga sama kok. Tapi bunda yakin Dion baik-baik aja. Riki mau kan percaya sama Dion?" Riki menggelengkan kepalanya. Bunda menatap sendu Riki, anak sulungnya ini keras kepala sebisa mungkin bunda harus bisa sabar, jika keduanya terbawa emosi akan tidak baik nantinya.
"Bunda, Iki takut. Adek ga pernah jauh sama Iki. Iki ga mau sendiri bunda."
"Bunda sama ayah kan ada, sayang. Iki ga akan sendiri. Cuman dua hari aja kok." Riki menatap bundanya dengan lekat, perasaannya campur aduk. Dirinya teringat dengan tatapan memohon Dion, dan suara bujukan bunda yang lembut. Riki mengangguk ...
"Oke, Riki kasih izin." final Riki. Lalu menghampiri pintu kamar Dion. Bunda hanya tersenyum, usahanya dalam memperbaiki hubungan kakak dan adek berhasil. Kini dirinya hanya memantau dengan memperhatikan setiap gerak-gerik kedua putranya.
Riki terkejut pertama kali saat pintu terbuka, tatapan tajam dari Dion langsung didapatkannya. Riki berdeham sebentar sebelum melanjutkan langkahnya.
"Ngapain kesini?" Riki terkekeh mendengar nada bicara Dion yang terdengar berbeda, ketus dan tajam. Namun lucu, jika disandingkan dengan wajah polos Dion yang seperti bayi nada ketus itu sama sekali tidak cocok.
"Ga mau peluk aa?" Dion membuang muka.
"Adek?... Aa kasih izin, asal adek janji bisa jaga diri adek disana." Dion melirik Riki dengan ekor matanya.
"Udah atuh, liat aja sini. Gak cocok tau muka bebelac kamu sinis kayak gitu hahaha." Riki menangkup pipi Dion agar mau berhadapan dengannya.
"Ihh aa!! Adek tu lagi kesel tau! Aa ga kasih izin adek." mata Dion berkaca-kaca dengan bibir yang cemberut.
"Lucu banget sih adek aa inii!! Kan ada udah bilang, aa kasih izin. Tapi adek harus janji, jaga diri baik-baik disana. Oke?"
"Bener?" tanya Dion memastikan. Riki mengguk lalu membawa Dion kedalam pelukannya.
"Kapan berangkatnya?"
"Besok!" Riki memukul pundak Dion, yang dipukul segera melepaskan pelukannya ketika sakit mulai terasa di pundaknya. Riki baru sadar jika disamping meja belajar Dion terdapat tas besar berisi segala perlengkapan Dion untuk berkemah.
"Ehehe asalnya adek mau tetep pergi diem-diem, walaupun aa ga kasih izin." Dion yang peka dengan tatapan Riki akhirnya menjelaskan niatnya.
"Adek, aa laporin bunda nih adek nakal biar. Adek disuruh balik ke bandung." Riki tak habis pikir. Adeknya inikan anak yang penurut, bisa-bisanya dia seperti itu.
"Dihh aa ngaduan!! Adek laporin Ayah, kalo aa suka gombalin ibu-ibu komplek."
__-AA WITH ADEK-__
Hari yang paling ditunggu pun tiba. Dion kini tengah duduk bersama Ryo, sambil menunggu Syakir datang. Tak lama yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Syakir datang dengan Sabian yang menjinjing salah satu tas Syakir.
"Lu bawa tas banyak banget, kir. Sampe bawa asisten segala." celetuk Ryo yang membuat Sabian melemparkan tas yang dijinjingnya pada Ryo.
"Ihh Abang, tasnya jangan dilempar. Kasian Rotinya kebanting nanti." Syakir mengambil tas yang dilempar sabian lalu dia buka untuk melihat keadaan roti-rotinya.
"Eh yon, Riki mana?"
"A Riki lagi mastiin segala keperluan bayinya aman sama bang Yusril." Ryo menjawab pertanyaan Sabian yang tertuju pada Dion. Sabian mengangguk, tanpa Ryo jelaskan pun dia sudah tau maksud dari kata "bayinya" itu siapa. Sabian mengedarkan pandangannya, guna mencari Riki dan Yusril.
"Abang kesana dulu ya, kasian Yusril pasti pusing ngadepin Riki." para adik mengangguk. Syakir melambai pada Sabian yang lari menghampiri kedua temannya di samping bus yang nantinya digunakan sebagai kendaraan menuju tempat berkemah.
"Kasian gue liat Abang sama mas Yusril, punya temen modelan a Riki." Syakir walaupun suka seenaknya sama Abangnya itu, tetep aja punya empati.
"Lebih kasian mana, sama gue yang menjabat jadi adeknya a Riki?" ujar Dion.
"RIKII??!! LU NGAPAIN MASUKKK SANAAA KOPLAKKK!!!!???" semua melirik kearah sumber suara. Tawa mereka pecah kala melihat Yusril dan Sabian yang tengah menarik kaki Riki keluar dari bagian bawah mobil. Yusril dan Sabian berhasil menarik Riki keluar, wajah hingga kaos Riki terkena cipratan oli. Dion serta yang lain menghampiri ketiganya.
"Lu ngapain sih?" Yusril masih emosi.
"Gue tu lagi mastiin semuanya aman. Takutnya si supir lupa cek, terus ga ketahuan remnya blong. Tapi gue tadi udah periksa, aman kok semua. Keknya baru diservis, nih buktinya olinya nempel ke gue." ujar Riki, tak memperdulikan bekas oli yang ada pada pakaiannya.
"Ouh iya dek, nanti duduk di bangku belakang ya. Bertiga bareng Rio sama Syakir. Ehh Cill adek gue di tengah ya." Keduanya -Syakir dan Ryo- mengangguk. Riki tersenyum lalu menatap adeknya yang tersenyum. Sedari pagi sebelum berangkat Dion terus tersenyum, saat ditanya kenapa Dion akan menjawab "adek mau kemping hehe".
Tak lama terdengar suara panggilan untuk para siswa-siswi berkumpul. Sebentar lagi mereka akan berangkat menuju tempat tujuan. Mata Riki tak lepas sedetikpun dari Dion. Semua murid berjalan menuju busnya masing-masing Riki melihat adiknya berjalan ditengah-tengah antara Ryo dan Syakir.
"Byee byee aa jemput Dion nantii~" ucap Dion dibalik kaca bus sambil melambaikan tangannya. Walaupun tak terdengar tapi dari gerak gerik bibirnya dapat terbaca. Riki membalas lambaian tangan seraya mengangguk.
"Bang, keknya kita harus matiin telpon deh malam ini. Gue yakin ni orang Sunda kw bakal tantrum malam ini." ucap Yusril pada Sabian.
"Bodo amat, gue punya bunda."
"Dahlah gue mau isi bensin mobil dulu. Jaga-jaga kalo Riki ngerengek minta dianterin ke tempat kemping." Sabian pergi lebih dulu dari sana menuju ketempat mobilnya terparkir.
"Nahh gue juga, mau siap-siap. Biar nanti tinggal cuss kalo lu ngajak pergi."
"TEGAAA YAAA LO SEMUAA SAMAA GUEE."
KAMU SEDANG MEMBACA
01. Aa With Adek [END]
Short StoryNCT wish lokal Tumbuh di keluarga berantakan membuat Riki muak akan rasa sepi. Hingga tiba saat sang ayah membawa calon ibu baru untuknya. Ibarat beli satu gratis satu, bukan hanya seorang ibu baru yang Riki dapatkan, tapi juga seorang adik. "Hidup...