Waktu berlalu, matahari yang semula hadir malu-malu kini telah menjulang tinggi. Panas yang terik sama sekali tak mengganggu kegiatan para siswa dan siswi yang tengah memasangkan tenda. Mungkin hanya berlaku untuk Dion, disaat yang lain memilih berdiam diri, atau sekadar berjalan-jalan disekitar Dion malah mendirikan tenda berdua dengan Ryo dan Syakir.Ryo awalnya menolak, lebih baik istirahat dulu daripada mendirikan tenda. Namun Dion bilang dia telah menemukan tempat yang bagus untuk mendirikan tenda, dan takut ditempati orang lain. Jadilah Ryo membatu.
"Udah selesai, mau jalan-jalan dulu atau gimana?" tanya Dion pada kedua temannya yang tengah merebahkan diri di dalam tenda.
"Gue capek, mau tidur aja ah." ujar Syakir.
"Jalan yuk yon. Gerah nih, dekat sini ada sungai kan. Main kesana buru." ajak Ryo pada Dion, yang langsung diangguki oleh Dion.
Lain dengan Dion yang menikmati acara kemahnya, lain pula dengan Riki yang kini tengah misuh-misuh bermanja ria pada bunda. Bunda bahkan kewalahan merespon segala pertanyaan Riki tentang Dion. Seperti ...
"Bun, adek mabuk perjalanan ga ya?"
"Eh Iki lupa bantu adek packing semalam, dia bawa minyak telon ga ya?"
"Bun, adek bawa cemilan banyak kan?"
"Bunda keknya adek ga bawa sabun deh, sabun switsalnya masih ada dikamar."
"Tempat kemah pasti dingin kan bun, adek bawa baju hangat ga? Soalnya tas dia paling kecil deh."
Begitu kira-kira pertanyaan yang dilemparkan Riki pada bunda. Terlalu pegal jika terus merespon celotehan Riki, jadi bunda hanya menganggap angin lalu.
"BUNDAAAAAAA IKIII KANGENNN ADEKKKK!!!!" teriak prustasi Riki. Bunda hanya menggelengkan kepalanya. Lalu menarik Riki agar tidur dengan paha bunda sebagai bantalan.
"Bundaaa~~~~~" rengek Riki.
"Sssttt udah, belum juga satu hari udah kangen aja. Iki tidur aja, bunda mau lanjut nonton tv." Riki memeluk pinggang bunda, menenggelamkan wajahnya pada perut hangat sang bunda.
Gumaman "kangen adek" terus terdengar walau pun terendam. Sampai Riki tertidur barulah gumaman itu terhenti. Bunda mengelus surai Riki lembut agar Riki semakin terlelap, setidaknya itu akan menghentikan rengekan Riki untuk sementara.
Malam hari pun tiba. Lagi dan lagi Riki berulah, dia tak henti-hentinya mengirim chat pada Dion. Tak tau kah adiknya itu jika dirinnya sedang rindu? Bahkan handphone kedua temannya pun sulit dihubungi.
"Adekkk kapan pulanggg~~" ujar Riki entah pada siapa.
Ayah dan bunda pun pasrah. Mereka sudah berusaha menenangkan Riki, namun tak berhasil. Riki tak menganggap ucapan kedua orang tuanya. Lalu Riki teringat jika saat mengantarkan Dion tadi dia sempat meminta alamat tempat Dion berkemah dan runtutan kegiatan yang akan mereka lakukan.
"Pasti tu anak lagi ngadain api unggun." Riki terus membaca kegiatan yang akan dilaksanakan Dion selama disana. Tak ada yang aneh, hanya menyalakan api unggun, mendirikan tenda, lomba masak, berjalan-jalan setelah itu pulang.
Dion pasti juara dalam perlombaan masak. Sebab Dion menuruni keahlian bunda dalam hal memasak. Huft mengingat hal itu Riki semakin merindukan adiknya. Riki kembali mendial nomor Dion, berharap kali ini usahanya berhasil.
Tuttt tuttt tuttt
"Aa, kenapa?"
Senyum Riki merekah mendengar dua kata terucap dari pemilik suara yang sangat amat dia rindukan.
"Dek ..."
"Iya, aa kenapa?"
"Dek ..."
"Iyaa ini adek, jadi kenapa. A?"
"Dek ..."
"WOIII RIKII?! NGOMONG YANG BENER DONG. ADEK LU LAGI MAKAN, GANGGU AJA LO."
Riki menjauhkan ponselnya. Telinganya terasa perih ketika teriakan tak diharapkan itu muncul. Itu bukan suara Dion, pasti itu suara Ryo. Diantara ketiganya hanya Ryo yang berani seperti itu.
"Nu sopan maneh ka aing, Haryo! Sabar Napa gue lagi nyusun kata-kata buat ngungkapin rindu gue ke Dion." panggilan beralih menjadi video. Kini Riki dapat melihat Dion tengah makan ditengah-tengah Ryo dan Syakir.
"Aa kalo kangen bilang langsung aja. Biasanya juga langsung nyosor." ujar Dion dari sebrang sana.
"Justru Karna jauh aa gabisa nyosor, dek. Dek,... You happy?" dapat Riki lihat kini Dion tengah menatapnya sambil mengunyah makanan. Senyum manis terlukis pada wajah Dion.
"Banget!! Seneng banget malah, seruu aa disini. Lain kali kita harus kemah sama ayah bunda. Tadi adek liat tupai, mirip banget sama aa. Pendek pipinya bulet."
Raut wajah Riki langsung datar, sementara Ryo dan Syakir tertawa karena perubaha ekspresi Riki.
"Elah dek, ga pendek juga kali."
"Maaf, maaf hehe. Ouh iya a, ada tambahan jadwal besok pagi kita semua main flaying fox, pas banget disana ada sungai. Terus ada air terjun juga. Adek ga sabar banget. Ouh iya besok aa jangan lupa jemput ya, keknya adek sampe disekolah malem deh. Besok pagi aa, ke kamar adek ya. Ada hadiah buat aa. Adek taruh di laci paling bawah. Aa-"
Dion menghentikan ocehannya ketika layar ponselnya menampilkan Riki yang tengah melamun.
"AA DENGERIN ADEK GA SIH? ADEK TUTUP NIH."
"Eh dek, jangan. Aa masih kangen." terlambat, panggilan video itu telah dimatikan sepihak oleh Dion.
"Kok gue ngerasa ada yang lupa ya?"
Cukup lama Riki berpikir, hingga akhirnya dia menyerah. Lebih baik dia makan sekarang sebelum bunda datang dan mengomel.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. Aa With Adek [END]
ContoNCT wish lokal Tumbuh di keluarga berantakan membuat Riki muak akan rasa sepi. Hingga tiba saat sang ayah membawa calon ibu baru untuknya. Ibarat beli satu gratis satu, bukan hanya seorang ibu baru yang Riki dapatkan, tapi juga seorang adik. "Hidup...