14. Salah paham

527 64 1
                                    

Terlihat dari arah Barat cahaya yang menerangi siang berganti dengan pancaran cahaya bulan dari arah Timur. Ditemani oleh rasa sejuk yang sedikit demi sedikit menyelimuti malam ini. Semua anggota keluarga berkumpul disebuah ruangan. Mereka khusyuk menyantap makanan mereka malam ini. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang tengah beradu dengan piring.

Pria berwajah tegas itu masih menatap bingung pada wanita yang duduk dihadapannya. Ingatannya masih berulang memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh wanita cantik sore tadi. Siapakah orang yang berani membocorkan rahasia mereka? Tidak mungkin anggota keluarga pikirnya. Sepertinya memang ada yang tidak beres.

Sikap Lulu juga berubah setelah insiden kecelakaan itu. Maksudnya lihat saja, bagaimana wanita cantik itu masih berbicara formal dengannya pada awal ia bertemu setelah insiden itu. Tiba-tiba saja ia marah tanpa alasan. Pikiran Rais tertuju pada hari dimana Lulu sadar untuk yang pertama kali setelah operasi.

Dengan cepat Rais mengambil benda pipih disakunya dan mengetik sesuatu. Pikiran pria itu melalang dengan bebas di kepalanya, ia hanya menghembus napasnya pelan.

Tanpa ia sadari, salah seorang menatapnya dari tadi bingung. "Kenapa Rais? Ada masalah dikantor?" tanya pria paruh baya. Netra Lulu sontak berpaling melihat kearah Rais dalam keadaan mulut penuh terisi makanan.

Rais menghentikan kegiatannya dan melihat 3 orang didepannya sudah melihatnya terlebih dahulu. "Nggak ada kok, Yah. Kantor aman kok." jelas Rais.

"Terus tadi kenapa kamu kayak gitu?" timpal Ayah lagi.

Rais tak tau cara merespon dengan baik, ia mengatakan apa yang ada dihadapannya. "Anu, ini Yah. Perasaan Rais makanan Ibu mirip rasanya sama makanannya, Lulu. Kok bisa ya? Mana enak lagi." kekeh Rais sumringah.

Tawa Ayah dan Ibu pecah seketika mendengar perkataan Rais. Sedangkan Lulu tak peduli yang diucapkan Rais, ia hanya melanjutkan menyantap makanannya.

"Iyalah, 'kan Lulu anaknya. Udah pasti resepnya nurun." balas Ayah.

Lulu memutar matanya malas. "Apaan sih, cuman makanan doang." datar Lulu.

Seketika suasana menjadi canggung. "Lulu." bisik Ibu. Lulu hanya memanyunkan bibirnya. "Emang bener 'kan?" Lulu menatap sinis pada Rais. Insiden kecelakaan itu benar-benar membuat Lulu berubah 180° dari sifatnya yang dewasa sampai menjadi seperti anak remaja pada biasanya. Waktu umur-umur segitu memang sangat susah untuk diatur.

Ibu hanya menghela napas dengan sifat Lulu yang sekarang. Ibu menoleh kearah Rais. "Nggak apa-apa, bu. Biarin aja." ucap Rais tak bersuara. Sudut bibir Ibu sedikit terangkat.

"Lulu?"

Wanita cantik itu menoleh kearah sumber suara. "Iya, Ayah."

"Kayaknya, jatah kamu tinggal dirumah ini udah cukup menurut Ayah." tutur Ayah.

"Lho? Terus Lulu tinggal dimana kalo nggak disini?"

"Sama suami mu lah."

Mendengar penuturan Ayah, seketika Rais tersedak oleh makanan yang ia makan sendiri.

Lulu memicing matanya tak suka pada Rais. "Ih... Nggak mau, Yah. Lulu maunya tinggal disini aja." rengek Lulu.

"Ayah nggak mau nampung orang yang udah punya rumah." balas Ayah.

"Ih... Ayah masa gitu sama anak sendiri."

Ayah hanya merespon perkataannya dengan tatapan tanpa ekpresi. Seketika Lulu kecut, ia tak bisa membantah lagi perkataan Ayahnya jika sudah ditatap seperti itu. Lulu berdecak, rahangnya mengeras karena ulahnya sendiri, mau tidak mau dia harus mengikuti apa yang diminta Ayahnya. Ia tahu betul apa yang akan terjadi jika dia tidak menuruti sang Ayah.

Old Money [𝐄𝐍𝐃]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang