18. Pembunuh?

508 58 4
                                    

Cuaca sore ini berbanding terbalik dengan tadi siang. Pasalnya, terdapat awan-awan hitam banyak berhamburan diatas langit yang datang dengan tiba-tiba.

Pria tinggi itu berjalan berkeliling taman sembari berteriak dengan lantang menyebut nama istrinya. Dia tidak sendirian, ia bersama dengan teman istrinya.

Rais menggigit bibirnya sembari berkacak pinggang. "Kamu dimana, Lulu?" gumamnya cemas. Pria itu sangat merasa khawatir, ia takut jika terjadi sesuatu pada istrinya, ditambah sebentar lagi gelap. Rais frustasi, ia hanya mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangannya.

Wanita mungil itu sangat merasa bersalah karena membiarkan temannya sendirian. "Maafin gue Rais, ini semua salah gue. Andai aja tadi gue minta dia temenin gue pasti nggak bakal kayak gini." sesal Flora.

"Ini bukan salah lo, Flora. Jadi jangan merasa bersalah gitu. Kalo Lulu tau lo kayak gini, dia bakal nggak suka." ucap Rais.

Mereka berdua tak tahu arah kemana lagi mencari Lulu.

Dari arah depan, terlihat sosok orang berlari menghampiri mereka. "Pak, ini saya barusan dapet rekaman CCTV dari security depan." Ellan memberikan benda pipihnya pada Rais.

Dengan segera Rais mengambil benda yang disodorkan Ellan padanya. Mereka bertiga khusyuk melihat rekaman CCTV tersebut.

Flora membungkam mulutnya dengan kedua tangannya, ia melihat temannya yang dibius paksa menggunakan sapu tangan oleh dua orang pria bertubuh kekar, mereka membawanya kedalam sebuah mobil hitam dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Seketika rahang Rais mengeras karena ulahnya sendiri. "Kurang ajar!" kesalnya. "Siapa yang berani menculik Lulu seperti ini, Ellan?"

Ellan menggeleng kepalanya tak tahu. "Maaf pak, saya masih belum tau siapa pelakunya." lirihnya.

Pria berwajah tegas itu merasa sangat frustasi saat ini. Ia mengusak rambutnya kasar sembari menghembus napasnya berat. Bagaimana ini? Pikirnya. Ia misuh-misuh sendiri.

"Dari informasi yang saya dapat, pak. Mobil yang membawa Ibu menuju kearah barat dekat Taman." tunjuk Ellan.

"Bukannya kearah sana itu hutan?" tutur Flora.

Oh, tidak. Ini bahaya, pikir Rais. "Ellan?"

"Iya, pak?" balas Ellan.

"Kamu cari kantor Polisi terdekat, beritahu kalo kita butuh bantuan mereka, kamu jangan lupa beritahu mereka bahwa saya yang meminta." titah Rais.

"Baik, pak."

"Saya akan coba cari keberadaan Lulu sekitar hutan." ucap Rais. Ellan mengangguk paham yang diucapkan Rais.

"Gue ikut lo, Rais." pinta Flora.

Rais menoleh kearah orang yang lebih pendek darinya. "Jangan, Flora. Lo pulang aja ya." lembut Rais.

"Tapi, Lulu teman gue, Rais." tangis Flora pecah.

"Dengerin gue ya, gue mohon, Flora. Pulang aja, ya? Kalo lo ikut, yang ada gue kena marah sama, Lulu." pinta Rais.

Flora tak bisa angkat bicara, disisi lain ia khawatir dengan keadaan Lulu dan disisi lainnya ia juga kasihan melihat Rais sampai bermohon seperti ini padanya. Lama sekali ia berpikir. "Yaudah, kalo ada kabar tentang Lulu gue mohon segera hubungi gue." pinta Flora. Rais mengangguk paham.

Disisi lain ada salah satu ruangan gelap yang hanya disinari oleh satu pencahayaan lampu. Wanita cantik itu tergeletak dilantai dalam keadaan masih tak sadarkan diri. Ia membuka matanya perlahan dan melihat sekitaranya. Ini dimana?

Lulu hendak bangun dari posisinya, tapi dia sedikit merasa kesusahan menggerakkan kedua tangannya. "Lho? Tali?" gumamnya. Ia masih saja berusaha membuka tali yang mengikat kedua tanganya erat dibelakang. Kegiatannya terhenti tatkala mendengar suara hentak kaki diruangan gelap itu.

Old Money [𝐄𝐍𝐃]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang