Terciduk

15 3 0
                                    

Semua orang malam ini shalat berjamaah di masjid utama karena malam ini akan ada pengajian bersama. Laila dan teman-teman memilih berada di barisan paling belakang, mereka sengaja berada di sana karena ingin bersandar pada dinding masjid. Setelah shalat isya berjamaah akan dilanjutkan dengan acara pengajian. Laila dan teman-teman tampak sudah mengantuk.

Ismi yang bersandar pada bahu Lea, Laila yang sedang menopang dagu, Rani dan Rina yang saling bersandar pada dinding, Rara sudah menguap lebih dari sepuluh kali, Dan terakhir adalah Novi yang masih tampak segar tak seperti teman-temannya yang sudah ingin tepar.

"Guys, ngantuk banget," celetuk Rara seraya menguap.

"Tuh mulutnya di tutup, nanti ada lalat masuk tahu rasa kamu," cicit Laila dan dibalas kekehan oleh Rara.

"Sabat guys, sebentar lagi ini," ucap Novi.

Five minutes later....

"Kurang dan lebihnya mohon di maafkan, wabillahi taufik walhidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatu."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatu."

"Yeay, akhirnya bisa pulang," ujar Ismi.

Sebelum pulang ke asrama, Laila mampir sebentar di toilet masjid karena ingin buang air kecil.

"Guys, kalian duluan aja deh pulangnya, aku mau ke toilet dulu."

"Ya udah kalo gitu kita duluan, bye," ujar Rara, mereka semua meninggalkan Laila seorang diri di area toilet.

"Ih, kayaknya udah keluar deh ini," pekiknya dan segera masuk ke dalam toilet.

"Fiuh, akhirnya lega banget." Laila mencuci tangannya di wastafel dan mengeringkan tangannya. Dia mengamati wajahnya di cermin sejenak dan tersenyum manis.

"Ih, kok aku makin cantik aja sih," celetuk Laila sembari terkekeh geli dengan ucapannya sendiri.

"Tapi kok sampai sekarang nggak ada yah yang mau sama aku, eh, baru inget kan Andra kemarin mau lamar aku."

"Ih, Andra tuh bisa aja deh ngegombal perempuan."

"Apa aku terima aja yah, apalagi Andra itu udah ganteng, kaya, romantis dan pinter ngegombal, hm...," ujar Laila sambil mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuknya.

"Nggak baik ngomong sendirian, apalagi di area toilet," ucap seseorang yang berada di ambang batas area toilet perempuan.

Laila menoleh dan tersenyum kikuk ke arah pria tersebut yang ternyata adalah Gus Fahri.

"Hehe, sejak kapan Gus ada di situ?"

"Sebenarnya saya baru ada di sini, tapi kalo dengar kamu nyeloteh sendirian udah dari tadi," ucap Gus Fahri.

"Gus Fahri nggak boleh tau nguping pembicaraan orang, dosa."

"Saya kan nggak sengaja dengernya, lagipula saya khawatir siapa tau yang bicara itu kuntilanak apalagi bicaranya sambil cekikikan gitu," ujar Gus Fahri tanpa ada beban.

"Saya ini bukan kuntilanak yah Gus, enak aja main ngatain aku kuntilanak, kualat nanti," cicit Laila lalu meninggalkan Gus Fahri yang sedang terkekeh kecil mendengar omelan Laila.

Di tengah perjalanan Laila bertemu dengan Kang Mamat yang bertugas sebagai satpam yang selalu memantau para santri dan santriwati pada malam hari. Kang Mamat membawa beberapa kotak. Melihat Kang Mamat yang agak kesusahan membawa beberapa kotak itu membuat Laila merasa kasihan dan turun tangan membantu Kang Mamat.

"Kang, sini biar saya bawa kotak yang satunya, kayaknya Kang Mamat kesusahan yah bawanya," ujar Laila sambil melempar senyum simpul.

Kang Mamat menoleh dan berhenti, "Eh, nggak usah Neng Laila, berat ini kotaknya."

"Nggak papa Kang, saya udah biasa kok angkat yang berat-berat gini," ucapnya kemudian mengambil satu kotak yang lumayan besar dan berat.

"Aduh, jadi nggak enak nih Neng."

"Jangan gitu Kang, saya sendiri kan yang mau bantu Akang."

Kang Mamat terkekeh pelan, "yah udah tapi hati-hati yah, kalo Neng Laila nggak kuat, biar saya aja yang bawa."

"Iya, tapi ini mau dibawa kemana Kang?"

"Kotak ini mau dibawa ke ruangannya Gus Ghazi Neng," kata Kang Mamat dan diangguki Laila.

Dengan susah payah Laila membawa kotak tersebut menuju ruangan Gus Ghazi bersama Kang Mamat. Area pesantren malam ini agak sepi karena memang sudah jam sepuluh.

Kang Mamat mengetuk pintu dan mengucap salam dan dibalas oleh Gus Ghazi. Pintu terbuka dan menampakkan wajah tampan Gus Ghazi yang terlihat kelelahan.

Laila dan Kang Mamat masuk ke dalam ruangan Gus Ghazi. Setelah meletakkan kotak tersebut Kang Mamat langsung pamit karena dia masih ada urusan. Tinggallah di ruangan itu Gus Ghazi dan Laila yang sedang duduk di sofa yang berbeda.

Hening sempat tercipta diantara mereka sebelum akhirnya Laila memberanikan diri membuka suara.

"Yah udah kalo gitu, saya pamit dulu yah Gus," ucap Laila seraya berdiri dari duduknya.

"Laila saya mau bicara sesuatu," ujar Gus Ghazi seraya berdiri dari duduknya. kata itu reflek keluar dari mulut Gus Ghazi padahal dia tak ingin mengatakan itu.

Laila mengerutkan keningnya, "Mau bicara apa Gus?" tanyanya.

"Hm, itu, hm..., tadi saya mau bicara apa yah? kayaknya saya lupa, lain kali aja deh saya kasi tahu kamu."

"Kok lupa, emangnya penting banget yah." Gus Ghazi hanya terkekeh pelan dan mengangguk.

"Yah udah kalo gitu Laila pamit dulu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Saat Laila melangkahkan kakinya, ia tak sengaja menginjak gamisnya karena kainnya yang terlalu panjang. Hal itu sontak membuat Laila terjungkal ke depan dan dengan reflek Gus Ghazi menangkap tubuh Laila, tapi saat Gus Ghazi berhasil mendekap tubuh Laila, ia tak bisa menahan tubuh Laila karena ia tiba-tiba gugup sebab menatap wajah Laila dari dekat serta merasakan hembusan nafasnya yang hangat.

Akhirnya mereka berdua terjatuh di atas sofa, Gus Ghazi yang berada di bawah dan Laila berada di atas tubuh Gus Ghazi. Sempat hening di antara mereka hingga tiba-tiba suara Abi Kohyri menggelegar di penjuru ruangan tersebut.

"Astaghfirullah, kalian berdua melakukan apa!" suara Abi Khoyri tampak menyeramkan dan seketika Laila dan Gus Ghazi bangun dari sofa dan mengucap istighfar.

"A-abi, ini nggak seperti yang Abi lihat," kata Gus Ghazi dengan wajah memelas.

"Iya Abi, Abi jangan salah paham dulu sama kami."

Abi Khoyri menggelengkan kepalanya, "Kamu sudah kelewatan Gus, Abi kecewa sama kamu," ujar Abi Kohyri kemudian meninggalkan mereka berdua yang masih diam membisu di sana.

Laila menoleh ke arah Gus Ghazi yang sedang mengusap wajahnya yang tampak kelelahan.

"Maafin saya Gus." hanya itu yang bisa Laila lakukan sekarang, dengan meminta maaf kepada Gus Ghazi.

"Disini nggak ada yang salah Laila, saya akan jelasin semuanya sama Abi, lebih baik kamu balik ke asrama aja udah malem."

"Tapi Gus, masa saya biarin Gus di marahin sama Abi padahal kan ini gara-gara saya." Gus Ghazi menggeleng pelan sembari tersenyum hangat.

"Ini bukan salah kamu Laila, kamu nggak usah mikirin saya, insyaallah pasti ada jalan kok," ucap Gus Ghazi yang bisa menenangkan sedikit pikiran Laila.

"Yah udah kalo gitu saya balik ke asrama dulu Gus, Gus Ghazi baik-baik yah." Laila kemudian pergi meninggalkan Gus Ghazi yang memandangi Laila yang perlahan menghilang dari balik pintu.

Saat situasi begini, bisa-bisanya Gus Ghazi masih salah tingkah. Akibat kata-kata Laila barusan yang terdengar romantis itu membuat Gus Ghazi terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya lalu mengucap istighfar.



Penasaran nggak kelanjutan ceritanya gimana. Bagaimana juga yah keadaan Gus Ghazi sekarang?

Don't forget to vote and coment 💗🙏

The Light Of My Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang