Ditengah perjalanan menuju ke pesantren, Gus Ghazi hanya diam mendengarkan Laila yang tengah bercerita panjang lebar mengenai masa-masa kuliahnya dulu.
Gus Ghazi pun tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menanggapi cerita Laila. Laila jadi kesal sendiri, sudah capek-capek bercerita tapi tak di hiraukan oleh Gus Ghazi.
"Mas nggak denger ceritaku ya?" sahut Laila dengan tatapan matanya yang begitu tajam ke arah Gus Ghazi.
Gus Ghazi menghembuskan nafasnya dan menggeleng. "Denger kok."
"Tapi kok diam aja dari tadi, bikin kesel aja," gerutu Laila dan bersedekap dada.
Gus Ghazi tersenyum manis. "Jadi, aku harus gimana dong?" tanya Gus Ghazi dengan suara lembutnya.
"Nggak tau," ujar Laila dengan ketus dan menatap ke luar jendela mobil yang memperlihatkan pemandangan sawah yang begitu indah.
Hari ini, Abi Khoyri kedatangan tamu yaitu teman seperjuangannya dulu saat menimbah ilmu di Kairo. Jadi, Abi Khoyri sekalian memanggil Gus Ghazi agar datang ke pesantren untuk menyambut teman baik Abinya.
Laila dengan gesit langsung turun dari mobil meninggalkan Gus Ghazi. Padahal di bagasi mobil terdapat banyak barang yang dominan barang Laila. Gus Ghazi hanya bisa menghela nafas panjang dan tersenyum manis menatap punggung istrinya.
Umi Rena menyambut kedatangan menantunya itu dengan memeluk erat Laila dan mengecup kedua pipinya.
"Gimana keadaannya, baik-baik aja kan?" tanya Umi Rena.
Laila mengangguk. "Alhamdulillah Umi, aku sama Gus baik-baik aja kok."
"Tamunya udah dateng Umi?" tanya Gus Ghazi yang tengah membawa banyak barang.
"Lagi diperjalanan kesini, Umi bantu bawain ya barangnya," ucap Umi, lalu mengambil beberapa barang.
"Nggak usah Umi, ini barang aku kok, aku tadi lupa ngambilnya," ujar Laila disertai kekehan kecil.
"Nggak usah, ini kan berat."
"Nggak papa Umi, masih kuat kok." Laila segera merebut barangnya dari Gus Ghazi dan langsung masuk bersama Umi Rena meninggalkan Gus Ghazi yang tampak kasihan.
Kayaknya aku udah nggak dianggap sama mereka. Gus Ghazi membatin.
Setelah membereskan barang-barangnya, Laila dan Gus Ghazi segera turun, karena tamu sudah tiba.
Seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu. Laila duduk lesehan bersebalahan dengan Umi Rena dan Gus Ghazi.
Teman Abi Khoyri yang dipanggil Abi Khalid itu datang bersama istri dan kedua anak perempuannya yang bernama Siti Fatimah dan Nuraisyah.
Laila diperkenalkan dengan kedua anak dari Abi Khalid itu. Laila tertegun melihat tingkah laku anak Abi Khalid yang terbilang sangat sopan dan juga selalu menundukkan pandangannya.
Laila jadi iri dengan mereka. Laila pun heran, mengapa Abi Khoyri bisa menjadikan Laila yang awam terhadap agama menjadi istri untuk anaknya. Laila jadi meringis mengingat hari-hari yang telah Gus Ghazi lalui bersamanya yang tak ada bahagia-bahagianya.
Laila juga di perkenalkan ke Abi Khalid sebagai istri dari Gus Ghazi. Laila hanya bisa tersenyum kikuk saat Abi Khalid tersenyum padanya. Di tambah saat, Abi Khalid bertanya apakah Laila anak dari pemilik pesantren. Laila seketika ingin berlari ke dalam kamar saat itu juga. Ia tersadar, bahwa ia memang tak pantas bersanding dengan anak dari seorang pemilik pesantren. Dirinya hanyalah anak dari keluarga yang masih awam terhadap agama.
~~~
Malam pun tiba, Laila tengah menonton drakor di kamarnya sambil tengkurap. Ia memakai kaos kebesarannya dengan hotpants pink nya yang menambah kharismanya. Gus Ghazi yang baru pulang dari masjid setelah sholat isya langsung disuguhi pemandangan indah seperti itu langsung mengucap istighfar sambil mengusap dada.
Ia juga seorang pria dewasa yang pasti sudah memiliki hasrat, apalagi ia tinggal bersama seorang wanita yang kini sudah halal baginya. Tapi, Gus Ghazi akan menunggu itu sampai Laila benar-benar mencintainya.
Gus Ghazi berdehem pelan di ambang pintu kamar, Laila langsung menoleh dengan cengiran khasnya. Laila mengubah posisinya menjadi duduk lesehan di atas kasur, karena ia sudah lelah mendengar omelan Gus Ghazi yang melarangnya tidur tengkurap.
Gus Ghazi ikut rebahan di kasur bersama Laila yang terus menatapnya dengan tatapan penuh arti. Gus Ghazi mengerutkan keningnya dan menatap Laila intens. Gus Ghazi menaikkan alisnya dan dibalas cengiran oleh Laila.
Gus Ghazi menghembuskan nafasnya pelan. "Kenapa?" tanyanya.
Laila membuang nafas panjang dan menggeleng pelan.
"Aku jadi minder sama anaknya Abi Khalid," ucap Laila dengan nada kecil.
"Kenapa?"
"Kedua anaknya hafidzah, terus anaknya cantik-cantik, manis, baik, pokoknya sempurna deh," kata Laila dengan tatapan sendunya pada Gus Ghazi.
Mendengar itu, Gus Ghazi langsung tersenyum. "Terus."
"Yah..., pokoknya, pria yang dapetin dia, adalah pria yang paling bahagia di dunia."
"Yakin?" Laila mengangguk.
"Nggak semua yang kita lihat dari luar sama juga di dalamnya, berarti, belum tentu pria yang dapetin dia adalah pria paling bahagia di dunia."
"Iya sih, tapi btw, Aisyah cocok loh sama Mas," celetuk Laila, Gus Ghazi langsung bangun dari rebahannya dan menatap lekat lekat istrinya itu.
"Kamu lagi kenapa sih?" tanya Gus Ghazi.
"Aku sadar, aku tuh nggak pantes buat Mas, aku bukan anak dari pemilik pesantren, bukan anak dari seorang Kyai, bukan seorang hafidzah, bukan anak dari keluarga yang paham agama, dan..., pokonya aku nggak pantes buat Mas," tutur Laila penuh desakan.
Gus Ghazi menangkup kedua pipi Laila dan kedua insan itu saling tatap mata sangat lama, hingga Laila tak kuasa menahan air mata yang mendesak membasahi pipinya. Gus Ghazi menghapus air mata itu dan mengecup dahi Laila sangat lama.
"Walaupun kamu bukan anak dari Kyai atau anak dari pemilik pesantren, aku tetap bersyukur karna bisa hidup sama kamu, walau kamu bukan seorang Hafidzah pun, aku tetap bangga dan bahagia," ujar Gus Ghazi sambil mengusap puncak kepala Laila dengan lembut.
Sedetik kemudian, terdengar suara sesenggukan dari mulut Laila. Laila menggenggam tangan Gus Ghazi yang masih setia menangkup kedua pipinya.
"Insyaallah, aku akan menuntun kamu Laila, kamu jangan khawatir, ada aku disini."
"Emang Mas nggak sedih, kalo punya istri modelan kayak aku?"
"Buat apa sedih, malahan aku harus banyak-banyak bersyukur, karena dapet istri manis dan cerewet kayak kamu," tutur Gus Ghazi sambil mencubit hidung Laila hingga memerah.
"Ihhh, sakiit," cicit Laila mengusap-usap hidungnya yang memerah.
"Hehe, sekarang kamu nggak usah mikirin itu lagi, lebih baik kita tidur aja, udah malem."
"Masih pengen nonton drakor," pekiknya dengan mode memelasnya membuat Gus Ghazi jadi gemas sendiri.
"Besok aja nontonnya," sanggah Gus Ghazi.
Laila menghembuskan nafasnya panjang dan ikut merebahkan badannya.
"Makasih ya Mas."
"Makasih buat apa?" kata Gus Ghazi.
"Hm, buat semuanya, karena Mas udah mau jadi suami aku," ujar Laila.
Gus Ghazi mengangguk pelan dan tersenyum manis sambil mengacak rambut Laila.
TBC
🌷
🌷
🌷
🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Of My Life
DragosteMenikah dengan orang yang tak kita cintai dan tak kita kenali adalah suatu tindakan yang sangat berat. Dimana kita harus menyerahkan mahkota kita seutuhnya pada pria yang tak kita cintai dan sayangi. Itulah yang harus di hadapi dan di rasakan oleh A...