BAB 08

71.6K 3.6K 15
                                    

- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -

Tin! Tin!

Juan, Jendra juga Kenan menoleh bersamaan kearah mobil yang menyamakan posisi mereka. Kaca mobil di turunkan, terlihat Keira yang menjadi pengendara.

"Mendung. Naik," kata Keira singkat. Benar, langit sudah tertutup awan. Terlihat sedikit gelap dari biasa nya.

Juan mendengus tak senang, "Perlu di bilangin berapa kali? Gue gamau naik mobil mahal lo itu!" tekan sang kakak sulung.

"Yaudah, kalau lo mau keujanan," respon Keira gampang saja. Lantas, ia beralih menatap kedua orang lain nya. "Jendra, Kenan, mau keujanan juga?" tanya Keira.

Jendra menatap ke langit, memang mendung. Tapi ia tak sudi menerima tawaran Keira.

Meski mungkin niat gadis itu baik sekarang, tapi, Jendra--atau mungkin Jendra dan kedua saudara nya--, tak akan melupakan kejadian di masa lalu. Saat Kenan sakit karena di pukuli di sekolah dan sedang hujan, mereka berniat meminjam mobil Keira untuk mengantar Kenan ke rumah sakit. Karena hanya gadis itu lah yang punya mobil. Namun, dengan kejam nya, Keira menolak dan malah memaki keluarga nya beserta Kenan yang di anggap menyusahkan.

Padahal, Kenan dan Keira kembar. Ketika salah satu dari mereka sakit, satu nya juga akan merasa demikian. Tapi Keira tak peduli saat itu. Ia malah membawa diri nya sendiri ke rumah sakit, akibat merasa nyeri di bagian dada karena Kenan juga merasakan kesakitan yang mungkin serupa.

Tapi perlu di garis bawahi, bahwa Keira yang dulu dan Keira yang sekarang berbeda. Dan sial nya, Keira yang sekarang yang harus menanggung semua masalah Keira yang dulu. Gadis itu paham dan merasa wajar jika kakak - kakak nya membenci Keira.

Keira terlalu jahat. Egois. Kata jahat bahkan belum dapat mendeskripsikan gadis itu. Mungkin, lebih cocok di panggil iblis, namun sialnya di berkahi wajah secantik bidadari.

Kembali ke cerita, Keira berdehem pelan, tak mau memaksa juga. Ia hendak menaikkan kaca mobil nya kembali. Namun, hujan gerimis turun secara tiba - tiba, membuat mereka berempat sontak sama - sama terkejut.

"Tuh kan ujan! Naik!" Kali ini, suara Keira lebih menekan, seperti memaksa. Juan, Jendra dan Kenan saling memandang satu sama lain, seakan berdiskusi. Tak lama, hanya 10 detik yang cukup membuat Keira dengan kesabaran setipis tissue di belah dua, emosi.

"Cepet anj*r! Mau sampe sekolah kayak gembel?!" ucap Keira gregetan.

Karena tak ada pilihan lain, akhirnya mereka naik ke dalam mobil Keira. Walau sempat ragu saat masuk, karena mereka sudah sedikit basah. Juan duduk di depan, di paksa adik perempuan nya, karena tak mau jadi sopir. Malas berdebat lagi, jadi Juan langsung menurut.

"Ini.. gapapa?" tanya Kenan bersuara pelan. Pria itu memang lebih pendiam dari kedua kakak nya.

"Apa dek?" tanya Juan balik, menoleh ke Kenan yang duduk di kursi belakang bersama Jendra.

"Kursi nya jadi agak basah, karena kita naik," ucap nya lagi. Pria ini memang pemikir. Suka sekali berpikir, tak enakan, dan kadang menyimpan nya sendiri.

"Gapapa, ntar bisa di lap," jawab Keira simpel. Memang masalah sepele kok, untuk apa di buat rumit? orang bodoh nama nya.

Juan menatap sinis tak bersahabat, "Iya lah. Orang lo yang maksa kita naik," tutur nya.

"Maksa? Gada. Gue cuma nawarin, kalau lo gamau, gue ga bakal maksa lagi tuh," sahut Keira tak terima.

"Lo maksa ya tadi anj*ng. Sampe bawa - bawa gembel lagi." Juan juga tak terima. Pada akhirnya, sepanjang perjalanan, Keira dan Juan berdebat saling tak terima. Jendra dan Kenan hanya bisa tutup telinga, pura - pura tak mendengar saja jika sudah begini.







Sampai di sekolah, Keira memarkirkan mobil nya, kebetulan gerimis telah berhenti, cuma numpang lewat. Lalu gadis itu turun, di ikuti Juan, Jendra dan Kenan juga.

Lantas, tanpa mengatakan apapun, ketiga kakak nya itu langsung pergi meninggalkan sang adik bungsu.

Keira mengerjap pelan menatapi punggung ketiga kakak kurang ajar nya yang kian menjauh. "Kampret," umpat Keira sebal.

"Minimal bilang makasih dulu kek!" kesal nya.

Gadis itu menarik nafas nya, harus sabar. Kaki nya melangkah berjalan masuk ke wilayah sekolah.

"Kei, Kei, Kei!" panggil seseorang dari belakang nya. Sang perempuan yang di panggil pun menoleh, mendapati dua orang berjenis kelamin sama berlari kecil kearah nya.

"Lo berangkat bareng kakak adek miskin itu?" tanya Mina. "Kok bisa?" kali ini, Ghea yang bertanya. Mereka berdua sama - sama menatap Keira, meminta penjelasan.

"Oh. Mereka kakak gue," jelas Keira singkat.

"HAH?!" Suara kedua gadis itu terdengar bersamaan, terkejut. Hingga, atensi kini tertuju pada mereka. Keira tersenyum canggung saat mata nya bertemu dengan orang - orang yang terlihat menatap nya bingung. "Bisa ga, gausah teriak?" tekan Keira dengan masih mempertahankan senyum nya.

"Ga bisa lah anj*r."

"Masa kakak beradik miskin itu jadi kakak lo? Lo kan kaya, beda sama mereka." Mina terlihat tak percaya.

Mendengus pelan, Keira malas menjelaskan. Jadi, gadis itu hanya mengedikkan bahu nya tak acuh. Lantas, kembali melangkahkan kaki nya untuk ke kelas. Lagi lagi meninggalkan kedua sahabat Keira 'asli' yang cengo di tempat nya.

"Ghe, Keira aneh ga sih?" tanya Mina.

"Udah dari kemarin anj*r aneh nya. Cuma sekarang tambah aneh. Dia jadi kayak ngejauh, terus juga sifat nya aneh banget gitu. Liat aja, dia ga pake make up gitu. Masa dia mau caperin Tama sampe segitu nya?" kata Ghea seperti bertanya. Merasa aneh dengan perubahan sahabat nya.

"Lama - lama gue males temenan sama dia, kalau dia nya ninggalin kita mulu," ungkap Mina, terlihat sirat tak senang di wajah nya.

"Kesel banget," lanjut nya.

"Gue juga, Min, tapi coba liat aja deh gimana kedepan nya."

"Bisa aja dia lagi caper sama Tama, makanya gitu," jelas nya.

.

.

.

• B E R S A M B U N G •

• B E R S A M B U N G •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Antagonist ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang