BAB 57

40.3K 2.5K 57
                                    

- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -

Pipi nya terasa di sentuh, membuat Keira mengernyit dengan mata yang masih terpejam. Tak lama, hanya sekitar 3 detik sebelum gadis itu membuka matanya.

Sial, pemandangan bangun pagi yang sangat membuatnya kesal. Si penculiknya, bisa di bilang sebagai pria yang ia tolak, berdiri di depan nya dengan sergam sekolah dan senyum sok manis di wajah nya. Padahal, baru kemarin katanya ia ingin membiarkan Keira 'di bunuh'.

"Selamat pagi," sapa Theo tanpa dosa. Keira mengepalkan tangan nya di belakang sana.

"Ngapain lo?!"

"Mau ke sekolah, tapi, jenguk lo dulu," jawab Theo. Keira berdecih, mengalihkan pandangan nya dari Theo, malas.

"Lo jangan coba kabur, ya. Lo bisa cepet mati di tangan Liona nanti. Gamau, kan," ujar Theo seperti bertanya. Keira memutar bola mata nya tak peduli.

Meski di respon begitu, Theo tak masalah. Pria itu memilih berjalan pergi meninggalkan Keira untuk bersekolah seperti biasa. Sedangkan, Keira, melihat kepergian Theo, gadis itu menarik tangan nya, meletakkan tangan nya yang semula di belakang, kini terlipat di depan dada.

---------

Waktu berjalan dengan cepat. Sudah 15.20, para murid berhamburan keluar dari sekolah. Theo membuka pintu mobil nya, lalu masuk ke dalam mobil. Sekitar 2 menit mobil diam, menit selanjutnya, kendaraan roda empat itu sudah berjalan meninggalkan parkiran sekolah.

Satu mobil lain berwarna hitam mengikuti mobil yang di kendarai Theo itu. Memberi jarak lumayan jauh, agar tak di curigai mengikuti.

Tapi... aneh. Theo hanya berputar di jalan yang sama, seakan sengaja mengerjai Gabriel--si pelaku yang berniat mengikuti Theo.

"Brengsek," umpat Gabriel pelan. Tangan pria itu menggenggam erat stir mobil. Bersamaan dengan itu, Theo memberhentikan mobil nya di sebuah gang buntu.

Lelaki itu turun dari mobil nya, menatap Gabriel di dalam mobil dengan senyuman mengejek yang menyebalkan. Maka, kalau sudah begini, Gabriel tak bisa mencari tau dengan diam - diam lagi. Membuka seatbelt lalu turun dari mobil.

Gabriel langsung melangkah lebar mendekati Theo. Mata nya menyorot tajam Theo.

"Di mana Liona?" tanya Gabriel langsung pada intinya. "Buat apa lo tanyain dia?" tanya Theo balik.

"Bukan urusan lo. Jawab aja pertanyaan gue."

Theo melipat tangan nya di depan dada. "Gue gatau," jawab Theo. "Gausah bohong, brengsek!" umpat Gabriel seperti menggertak.

"Gue ga bohong. Gue emang gatau. Lagian, buat apa lo nyari dia? Selingkuh dari Keira?"

Gabriel berekspresi datar. "Di mana, Liona?" tanya nya lagi, dengan lebih menekankan. Tapi, percuma saja. Theo tetap mengelak, berkata tak tau keberadaan Liona, beralasan banyak.


....

"Keira di mana?" tanya Rico pada ketiga putranya. Mereka bertiga menunduk dalam diam, tak berani menatap wajah sang ayah, membuat Rico yang tak tau apa - apa heran.

"Kenapa?.. Ada masalah apa, nak? Keira nya di mana? Masih di rumah temen yang ulangtahun nya itu?" tanya Rico lagi.

"Pa.."

"Iya?"

"K-keira di culik..." aku Juan, lirih.

Rico mengerjapkan mata nya banyak, memproses apa yang di maksud putra sulung nya. Kemudian, tersenyum heran, tak percaya. "Apa sih kamu. Jangan bercandain gitu dong. Dia masih mau main sama temen nya, ya? belum mau pulang?" tanya Rico amat positif thinking.

"Engga, pa.. K-keira memang di culik.. Ada yang sengaja nyulik Keira, pa..."

"Juan gatau siapa dan kenapa... T-tapi, Keira udah di culik dari semalem, waktu kita mau perjalanan p-pulang..." jelas nya amat lirih, takut juga sedih.

Rico menggeleng pelan, "Kamu bilang, k-kalian nginep, kan?"

"Maaf, pa..." kata mereka bertiga bersamaan. Merasa gagal menjadi seorang kakak yang baik untuk adiknya. Mata nya sudah digenangi oleh air mata.

Rico menahan tubuh nya yang terhuyung dengan berpegangan pada meja di sebelahnya. Ia baru saja pulang dari ruko, sengaja pulang lebih awal agar bisa memastikan kepulangan anak - anak nya yang sejak kemarin malam belum pulang, menginap, katanya. Mendengar pernyataan Juan, membuat tubuh nya melemas.

"Di culik siapa, Juan? Kamu udah lapor polisi? Kenapa bisa di culik, sih? Coba jelasin yang rinci," pinta Rico dengan nada yang terdengar lelah.

Juan pun menjelaskan secara lebih detail tentang kejadian kemarin malam. "S-sekarang polisi lagi lacak plat nomor yang Jendra kasih tau.. Gabriel juga lagi nyari info lain.." sambungnya.

Rico memegang kepala nya. Sungguh, ia tak tau harus berbuat apa. Ingin marah pada ketiga putra nya, namun sadar, mereka juga tak ingin hal ini terjadi. Lantas, hanya bisa khawatir, berdoa dan menunggu polisi berhasil menemukan putrinya. Berharap Keira cepat ditemukan, atau jika tidak, mungkin ia sendiri yang akan turun tangan mengintrogasi satu per satu yang pernah berhubungan dengan putrinya itu.

Tak terasa, dua hari berlalu begitu saja. Penyelidikan polisi berjalan alot, karena plat nomor mobil yang di gunakan pelaku tak terdaftar. Sedangkan, Gabriel selama ini mengamati Theo, namun tak berhasil menemukan apapun. Theo benar - benar hanya datang ke sekolah, lalu langsung pulang ke rumah nya, terkadang ke cafe atau supermarket.

Sekarang, lupakan pencarian mereka dulu. Biar kita lihat, bagaimana keadaan si pemeran utama kita.





Brukkk!

Ketiga laki - laki itu menghentikan langkah nya seketika. "Suara apa itu?!" tanya salah satu lelaki dengan jenggot itu.

"Gatau. Asal suara nya dari dalam. Apa tahanan nona lepas?" Mereka saling memandang.

"Kalau pun lepas, dia ga akan bisa keluar, sih. Pintu nya cuma pintu ini. Kan kita jaga terus. Lagian juga.. di liat - liat, muka nya mulai pucet, karena kan, belum di kasih makan sama minum dari kemarin," ujar si lelaki dengan tubuh paling pendek di antara ketiga nya.

Brukk!

Suara benda jatuh kembali terdengar dari dalam ruangan. Mereka dengan serentak menoleh ke pintu. "..Kayaknya, mending kita periksa. Walau dia ga makan sama minum dari kemarin, inget kata nona. Dia ga boleh sampai mati dulu, karena sekarang nona lagi di incar."

"Bahaya kalau dia mati gitu aja. Mau dibuang kemana," lanjutnya. Setelah mendapat anggukan dari kedua teman nya, mereka pun mendekat ke pintu.

Memutar kunci pintu, meraih gagang nya, lalu membuka nya. Mereka bertiga berjalan masuk. Baru saja melangkah, lelaki yang berdiri paling depan langsung di hadiahi sebuah pukulan.

"Akhh!"

Pintu langsung di tutup cepat oleh Keira, tak membiarkan ketiga lelaki itu keluar lagi dari ruangan. "Sialan! Kok bisa lepas?!" tanya si lelaki berjenggot.

"Karena gue pinter," jawab Keira acuh. Setelahnya, ia kembali melayangkan kursi pada si lelaki berjenggot. Namun, berhasil dihindari.

"Sialan! Hajar!"

Perkelahian tak dapat dihindarkan. Keira melawan ketiga lelaki berbedan besar itu sendirian di dalam ruangan yang Keira tutup.

.

.

.

B E R S A M B U N G •

The Antagonist ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang