"Kenyataan nya, keadilan itu cuma ada bagi mereka yang berkuasa." -Keira.
- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -
Pranggkkk!
Mata Juan melebar, jantung nya hampir copot rasanya.
"Akhhh!"
Tunggu dulu. Bukan, bukan Keira yang menjerit, tapi Bagas. Juan menghembuskan nafas nya sedikit lega, Keira berhasil menghindar tepat beberapa detik sebelum mangkuk menghantam kepala nya.
Nafas Keira semakin memburu, emosi. Gadis itu kembali berdiri, menatap tajam Liona. Liona menolak terlihat takut, gadis itu malah menatap menantang pada Keira, meski dalam hati sebenarnya ia takut juga.
Liona dengan segera kembali melayangkan pukulan nya, namun berhasil Keira tangkap. Gadis itu mencengkeram kuat tangan Liona hingga si empu meringis.
"S-sakit!! Lepas!!" Liona berusaha melepaskan tangan nya, namun tak berhasil.
"AKHHH! SAKIT BRENGS*K! LEPASIN!"
"K-kei.. j-jangan.." ujar Juan pelan.
Tapi, Keira tak mungkin melepaskan nya. Setidaknya sampai tangan Liona tak bisa di gunakan untuk beberapa waktu.
Keira pernah mengatakan nya, namun perkataan nya di anggap sebagai angin lalu. Jadi, ia harus membuktikan perkataan nya, agar mereka tau kalau Keira tak pernah main - main dengan ucapan nya.
Perlahan tapi pasti, Keira memutar tangan Liona. Si empu menjerit kesakitan hingga memancing perhatian orang - orang yang masih ada di sekolah.
"L-lepasin, s-sakit!! Hiks.." Liona mulai terisak, tapi tangan nya tak kunjung di lepaskan. Namun, seseorang datang, menarik paksa Keira agar melepaskan tangan Liona.
"APA - APAAN SIH LO?!" Keira menatap pria yang menarik nya itu dengan mata berapi - api emosi.
"Lo yang apa - apaan?! Lo gila?! Ini masih di sekolah!" balas Gabriel sedikit menggertak.
"TERUS KENAPA?! MEREKA KETERLALUAN! MEREKA HARUS DI KASIH PELAJARAN!"
"Tapi ga gini, Keira! Lo bisa di hukum sama pihak sekolah! Lo mau di keluarin---"
"Halah, bac*t!" potong Keira.
"Lo itu, sama aja." Keira mendorong bahu Gabriel dengan jari telunjuk nya. "Lo punya otak ga?! Mereka ngebully banyak orang! Nyakitin banyak orang, ada ga yang di keluarin dari sekolah?! Gada kan?!"
"Mereka ngebully, tapi gada yang kasih hukuman! Kenapa gue yang cuma mau bales perbuatan mereka harus di hukum?!"
"Di mana keadilan di sekolah ini anjir?! Cuma karena mereka kaya, mereka bertindak sesuka nya, berlaku semena - mena ke yang miskin. Terus sekolah? Ada ga kasih hukuman yang tegas?! Gada!!"
"Malah, yang di salahin selalu yang kena bully! Alasan nya? Ya karena dia miskin! Iya kan?!"
Gabriel terdiam, tak mampu mengelak. Untuk kasus pembullyan, ia tak punya wewenang untuk menghukum secara tegas. Pria itu hanya bisa memberi hukuman ringan seperti berdiri di lapangan, membersihkan kamar mandi, dan lain sebagai nya.
Beberapa kali, Gabriel sudah melaporkan pada guru untuk mengambil tindakan agar pelaku pembullyan itu jera, atau setidaknya, memberitahu pada orangtua pelaku. Tapi, guru tak bisa mengambil tindakan tersebut. Iya, alasan nya karena mereka murid berada.
"Lo.. lo itu osis Gabriel. Lo ngehentiin gue sekarang, tapi, kemana aja lo pas orang miskin yang di bully? HAH?! KEMANA AJA LO?!" hardik Keira emosi.
Gabriel menghembuskan nafas nya panjang, "Kei--"
"Sekarang, dengerin gue baik - baik." Keira mengedarkan pandangan nya, menatap beberapa orang yang ada di sana. Beberapa di antara nya juga ada guru. Memang itu tujuan Keira, agar guru mendengarnya.
"Kalau pihak sekolah dan guru - guru masih ga bisa ngambil tindakan tegas buat pelaku pembullyan,"
"biar saya aja yang ngambil tindakan."
"Saya memang ga bisa hukum mereka satu - satu, ngeluarin mereka dari sekolah ini. Tapi, saya bisa nyebarin kasus pembullyan yang ada di sekolah ini ke publik. Dan setelah itu, biar netizen dan pihak kepolisian yang bekerja," ujar Keira penuh penekanan. Bukan ancaman semata, gadis itu selalu menepati apa yang ia katakan.
"Ayo Juan. Kita pergi." Setelahnya, Keira melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan keributan yang ia buat sebelumnya.
Juan menelan saliva nya susah payah saat mata nya menatap Bagas yang sudah terkapar tak berdaya dengan darah di kening nya, dan Liona yang menangis karena tangan nya. Lantas, pria itu segera menyusul kepergian Keira.
Theo tersenyum tipis menatap kepergian Keira, "Tuh cewek.. boleh juga," gumam nya menyeringai.
"L-lio l-lo gapapa?" tanya Viona terbata. "Hiks.. kenapa lo diem aja tadi?!" tanya Liona di iringi tangisan.
"M-maaf, gue takut.." jawab Viona jujur. Liona kembali menangis, merasakan tangan nya yang sakit.
"Bawa temen kalian ke rumah sakit," ujar Gabriel datar. Lalu, beranjak pergi juga meninggalkan keributan itu.
"Masuk," titah Keira membuka pintu mobil nya dan masuk lebih dulu ke kursi pengemudi.
Juan menurut.
"K-kei.." panggil Juan pelan saat mobil mulai di jalankan.
Keira melirik sekilas, "Apa?"
"Jangan ke rumah.. gue harus kerja," ujar Juan. "Dengan kondisi kayak gini? Terus, gada sepatu?" tanya Keira.
Juan terdiam. Benar juga. Suasana mobil kembali hening selama beberapa saat.
"Lain kali jangan bodoh. Lawan mereka. Jangan ngebiarin mereka ngerendahin lo," kata Keira tiba - tiba. Juan menatap Keira lama, lalu mengangguk mengiyakan.
"Kalau lain kali lo diem aja, gue yang gebukin lo ntar," lanjut Keira melirik Juan. Si empu menelan saliva nya susah payah, lalu langsung mengangguk cepat.
.
Sampai di rumah, Keira beranjak menuju kamar nya, namun Juan menghentikan nya. Keira menaikkan satu alisnya, bertanya 'apa'.
"Duduk dulu. Gue obatin luka nya," ujar Juan. Baru Keira hendak membuka suara nya menolak, Juan kembali berbicara. "Jangan ngeyel, Keira."
Keira mendengus pelan, tapi akhirnya tetap menuruti perkataan Juan. Gadis itu duduk di sofa, sedangkan Juan mengambil salep untuk mengobati pipi Keira yang lebam.
Tak lama, Juan kembali, duduk di sebelah Keira. Pria itu mulai mengobati adiknya dengan hati - hati. "Pelan - pelan, sakit tau," ujar Keira meringis.
"Ini udah pelan! Makanya, lain kali jangan berantem," sahut Juan. Meski begitu, pria itu mengobati dengan lebih hati - hati lagi. Keira mendengus sebal.
"Gue berantem juga buat ngebela lo."
Juan melirik mata Keira, sebelum kembali fokus mengobati pipi gadis itu. "Kenapa ngebela gue?" tanya Juan dengan suara sedikit pelan.
"Karena, gue benci lo," jawab Keira.
"Kenapa juga sekarang lo ngobatin gue?" Kali ini, gantian Keira yang bertanya.
"Karena.. gue juga benci lo," jawab Juan dengan senyum kecil.
Mendengarnya, Keira ikut tersenyum kecil juga. Kata benci yang mereka katakan, memiliki makna berbeda dengan yang di mengerti orang - orang. Kakak adik itu sama. Sama - sama enggan mengakui kalau mereka sebenarnya saling peduli.
Keira tau betul, sifat gengsi yang di miliki Juan jauh lebih tinggi dari harapan orangtua.
'Gue sayang lo, Keira. Makasih udah berubah.' Itu lah isi hati Juan yang sebenarnya. Yang mungkin, kata itu tak akan pernah ia sampaikan pada adiknya secara langsung. Alasan nya sama, karena gengsi.
.
.
.
• B E R S A M B U N G •
Udah di lanjut nii, ramein loh ya😌
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist ✅
Mystery / Thriller𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah terbangun sebagai Keira. Tokoh antagonis dalam novel. . . . "Kenapa harus jadi Keira sih?!" "Kesalah...