"Gue bisa kehilangan siapapun, asal jangan papa. Asal jangan keluarga gue. Asal jangan orangtua gue." -Keira.
- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -
Keira menggeleng kuat, "Mata ini, bukan mata papa, kan?" gumam nya bertanya dengan tatapan kosong.
"Denger, nak.." Alana mendekat, ingin meraih pipi putrinya. Namun, Keira memilih melangkah mundur. Tatapan nya ia naikkan memandang Alana. "Ma.. ini mata papa?" tanya Keira.
"Nak..." lirih Alana. Sungguh, sebagai seorang ibu, ia tak sanggup melihat putrinya seperti ini. Hatinya sakit, seakan di tusuk jarum setiap melihat air mata putri bungsu nya itu.
"Denger mama, ya..." ujar Alana lirih. "Itu pesan papa kamu, sebelum papa kamu g-gada... papa kamu mau donorin mata nya buat kamu.. papa kamu mau kamu bisa ngeliat lagi.." jelas Alana lembut, dengan air mata yang membasahi pipi.
"Ma..."
"Keira memang mau bisa liat lagi... tapi, bukan dari papa..." katanya menggeleng. "Keira lebih milih buta, daripada harus kehilangan papa.."
"Mama... kalau gada papa, Kei... Kei jadi apa, ma?" tanya Keira menatap Alana dengan air mata yang kian deras. "M-maaf... maafin gue, Juan... maafin gue, Jendra, Kenan.. maaf..." ucap Keira dengan isakan. Gadis itu menutup wajah nya dengan telapak tangan.
"Bukan salah lo, Kei.." respon Kenan cepat. Jangan tanya apakah ia baik - baik saja. Tak ada anak yang baik - baik saja saat kehilangan orangtua nya. Ia marah, tentu saja. Tapi, ia paham, kenapa Rico memberikan mata nya untuk Keira. Ia dan kakak - kakaknya juga paham tentang kecelakaan yang terjadi memang adalah sebuah kecelakaan.
Ia sedih, namun harus kuat untuk adik perempuan nya, untuk ibunya.
'Pa.. Juan janji bakal jaga mama sama adek - adek disini, terutama Keira. Juan janji pa.. hal ini ga akan pernah terulang lagi... Juan bakal jagain Keira,' ikrar Juan dalam hati.
'Pa, tenang di sana.. Jendra ga akan biarin Keira sedih terlalu lama.' Ini Jendra.
'Pa... maafin Kenan masih belum bisa bantu apa - apa. Kenan sayang papa, Kenan bakal jaga semua nya di sini.'
'Pa.. kita kangen,' ungkap mereka bertiga dalam hati, bermaksud pada sang ayah yang kini mungkin sudah berada di atas sana.
Nyatanya, manusia itu datang dan pergi. Takdir tak bisa di ubah, alur yang sudah di tetapkan, terlebih tentang hidup dan mati tak akan bisa kita ubah.
Rico.. ia memang sudah di alurkan hanya sampai disini. Hanya menjadi sebagian cerita dalam kisah hidup Keira. Seberusaha apapun Keira untuk menyelamatkan Rico dari takdir itu, tak akan berhasil.
Keira menatap kosong sebuah gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan nama ayahnya. Ia memejamkan mata nya erat, bersamaan dengan air mata yang mengalir lagi, entah sudah ke berapa.
"Pa..." gumam nya lirih. "Maafin Keira..." sambungnya pelan. 'Maafin Keira.. udah ngebohongin papa.'
'Pa.. ini bukan Keira asli, pa.. aku bukan anak papa. Aku bukan Keira. Maaf... kalau papa tau, papa pasti marah, kan? Papa pasti sedih, kan? maaf pa.. maaf ga bilang tentang ini,' ucap Keira dalam hati.
Keira sudah menganggap Rico sebagai ayah kandungnya. Ia sudah menyayangi lelaki itu, sangat. Perasaan di sayangi seorang ayah dengan tulus.. perasaan saat di usap kepala nya dengan penuh kasih, perasaan saat di ambilkan makanan, di tunggu sampai malam saat belum pulang, di peluk dan di beri semangat. Semua hal itu, pertama kali Keira rasakan hanya dari Rico.
Keira menunduk dalam, memeluk batu nisan itu erat. "Maafin Keira, pa.. K-keira sayang papa..." ujarnya amat lirih. "Keira ga akan ngeluh l-lagi, pa.. Keira gapapa kalau ga bisa lihat, t-tapi, balik p-pa..." sambung nya bicara para batu nisan itu. Lalu, tangis nya kembali keluar, bahu nya bergetar. 'Maafin gue Kei... gue gagal. Gue gagal ngubah alur kehidupan keluarga lo. Gue gagal buat papa lo tetap hidup.'
Langit pun seakan ikut bersedih, cuaca mendung bercampur angin pelan yang seakan sengaja mengejek Keira.
Perlahan, rintikan hujan terasa. Namun, gadis itu tak juga berpindah dari posisinya memeluk batu nisan sang ayah. Ia tak peduli dengan hujan, ia hanya ingin bersama ayahnya sekarang. Beribu maaf ia gumamkan, sebagai pertanda segitu besarnya rasa bersalah yang ia rasakan.
Tiba - tiba, rintikan itu sudah tak lagi terasa. Gadis itu mendongak pelan. Sebuah payung berwarna abu - abu berada di atas nya, dipegang oleh seorang lelaki yang Keira kenali.
Gadis itu diam menatap manik laki - laki yang juga memandang tepat di mata nya. "Hujan.. gamau pulang?" Gabriel bertanya dengan pelan.
"Nanti. Gue masih mau di sini," respon Keira kembali menatap batu nisan sang ayah.
Gabriel mengangguk, kemudian berjongkok di sebelah Keira, masih dengan payung di tangan nya untuk memayungi Keira.
Mereka sama - sama diam selama 8 menit, "El..." panggil Keira pelan.
"Hm?"
Keira menoleh, "Kenapa papa--" perkataan nya terpotong, bergantikan rasa terkejut saat melihat rambut dan pakaian pria itu sudah basah karena terkena hujan.
Keira segera meraih payung di tangan Gabriel, mendekatkan payung itu untuk menutupi tubuh Gabriel juga. "Lo kena hujan nanti, Kei," ujar Gabriel mendorong payung agar menutupi Keira saja.
"Lo sendiri udah kehujanan," respon Keira. Gabriel hanya diam, membuat Keira berpikir. Lalu, helaan nafas terdengar, Keira beranjak berdiri. "Ayo balik.. mama sama yang lain pasti nungguin gue," kata Keira pelan.
Gabriel tersenyum tipis, kemudian berdiri. "Ayo.." Ia meraih tangan Keira, lalu membawa Keira pergi dari sana.
"Jangan ngerasa bersalah.. ini semua kemauan om. Tiap hari, dia nyari sana sini, dia sayang banget sama lo.. Tujuan dia ngasih matanya buat lo, dia pengen lo bahagia, bisa ngelanjutin hidup lo lagi. Dia pasti ikut sedih, kalau ngeliat lo malah sedih disini," tutur Gabriel tanpa menatap.
Keira diam saja, sengaja tak mau menanggapi. Lalu, tiba - tiba ia teringat akan seseorang yang membuatnya berada di keadaan seperti ini. Tangan nya terkepal kuat.
Kayla yang ada di tubuh Keira, bukan tipe pemaaf. Bukan tipe orang yang suka di anggap lemah. Kayla itu bisa membalas seseorang berkali lipat, jika dia mau. Ia tak segan melakukan tindak kriminal, tentu itu saat ia masih berada di tubuhnya sebagai Kayla.
Di balik jeruji itu, Liona terduduk dengan tatapan kosong nya, teringat perkataan ibu nya beberapa saat lalu.
"Mama kecewa sama kamu, Liona. Mama pikir, cukup papa kamu doang yang jahat.. Cukup dia aja Liona. Mama ga ngangka, didikan mama selama ini ga ngebuat kamu jadi orang baik." Suara lirih dengan sirat kecewa itu terngiang kembali ke telinga nya.
Kenapa ibunya menyamakan nya dengan sang ayah? Liona tak pernah menyakiti orang yang ia sayangi. Tak pernah kasar pada ibunya, tak seperti ayahnya yang kasar.
Di tengah lamunan nya itu, seorang polisi datang, membuka pintu jeruji itu, "Ada kunjungan, cepet keluar," perintah si polisi membawa Liona ke tempat untuk kunjungan.
•
•
•
• B E R S A M B U N G •
Dah double up nii
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist ✅
Mystery / Thriller𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah terbangun sebagai Keira. Tokoh antagonis dalam novel. . . . "Kenapa harus jadi Keira sih?!" "Kesalah...