Bab 10. Cinta Pertama

86 9 0
                                    

Busan, 2004.

Hari ini, ayah Elina mengajak keluarga mereka untuk berlibur ke pantai. Elina sangat antusias bahkan tidak sabaran menuju pantai untuk liburan bersama ayah dan ibunya. Elina sangat menantikannya karena selama ini ia tinggal jauh dari ayah dan ibunya.

"Eomma.. apakah kita sebentar lagi akan sampai?" Tanyanya antusias ketika mereka sedang dalam perjalanan.

Ibu Elina tersenyum melihat anaknya yang begitu semangat di kursi belakang. Ia menyentuh pucuk kepala Elina. Mencubit pipinya gemas.

"Sebentar lagi kita akan sampai sayang. Kau semangat sekali.." ucapnya lembut.

"Aku sangat tidak sabaran eomma. Aku menantikan hari-hari kita berkumpul bersama." Jawabnya ceria.

"Benarkan, eonni?" Tanya Elina pada gadis kecil yang duduk di sampingnya. Gadis itu adalah Park Aluna- kembaran Elina yang lima menit lebih dulu lahir darinya. Gadis kecil itu tersenyum kecil sambil mengangguk menyetujui ucapan adiknya. Elina dan Aluna adalah kembar identik dengan wajah yang sangat mirip. Kedua mata gadis itu berwarna coklat. Mereka memiliki wajah yang cantik mirip seperti ibu mereka. Namun, mereka memiliki sifat yang sangat bertolak belakang.

Aluna adalah gadis kutu buku sejak kecil. Ia gemar membaca apapun jenis bacaannya. Ia juga bersikap lemah lembut bahkan irit sekali berbicara. Aluna adalah kesayangan ayahnya karena ia selalu mendapatkan juara pertama di sekolah. Tidak hanya dalam bidang akademik, Aluna juga pandai dalam bidang non akademik khususnya bidang renang.

Berbeda dengan Elina. Sejak kecil, gadis itu cukup energik bahkan terlihat sedikit tomboy. Ia terkenal sebagai gadis yang cerewet dan selalu ceria. Ia tidak menyukai warna merah muda, karena menurutnya itu warna perempuan. Padahal ia sendiri perempuan. Elina selalu mendapatkan peringkat terakhir di sekolah bahkan ia sedikit agak lambat menyerap pembelajaran. Ia juga tidak pandai dalam bidang non akademik. Namun, ia ahli bela diri meskipun tidak pernah mengikuti kejuaraan.

Ayah Elina selalu pilih kasih kepada kedua anak perempuannya. Ia terlihat lebih menyayangi Aluna daripada Elina. Ia selalu membanggakan anak pertamanya tetapi tidak dengan Elina. Gadis kecil itu sangat menyayangi ayahnya meskipun Elina tidak menjadi anak yang diharapkan ayahnya.

"Kau sedang membaca buku apa, sayang?" Tanya Ayah mereka pada Aluna.

"Hanya membaca komik saja appa. Mengusir rasa bosan ketika di perjalanan." Jawabnya singkat.

"Kau harus seperti kakakmu, Elina. Ia selalu membaca buku dimana pun ia berada. Kau harus menjadi anak yang pintar seperti kakakmu, karena kalian berdua akan menjadi penerus perusahaan appa. Tidak hanya bermain yang kau pikirkan!" Tegas Park Woojin-ayah Aluna dan Elina.

"Liburan ini adalah hadiah untuk Aluna karena ia telah mendapatkan urutan pertama di kelas. Tidak hanya itu, ia juga memenangkan lomba cerdas cermat tingkat nasional. Appa sangat bangga kepadanya. Jadi, kau harus berterimakasih pada kakakmu karena ia kita bisa liburan bersama." Tambahnya.

Elina hanya tersenyum mendengar perkataan ayahnya. Sakit. Tentu saja Elina merasakan sakit hati. Dadanya terasa sesak bahkan air matanya hendak jatuh namun ia tetap menahannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan ayahnya. Sejak kecil ia sudah terbiasa mendengar ucapan ayahnya yang selalu membanggakan kakaknya.

Aluna menyentuh jemari Elina. Ia tersenyum pada adiknya ketika ayahnya berkata demikian. Ia sangat mengerti perasaan Elina ketika ayahnya mulai membandingkan mereka.

"Sudahlah, yeobo. Elina sudah berusaha menjadi juara kelas. Dua minggu lagi, Elina akan mengikuti lomba bela diri antar sekolah. Elina juga hebat, kan?" Ucap ibu Elina.

"Hanya antar sekolah," jawab ayah Elina secara singkat.

Elina lagi-lagi hanya tersenyum kemudian ia memalingkan wajahnya ke sebelah kiri ke arah luar jendela. Elina tidak lagi berbicara dan hanya keheningan yang terjadi di dalam mobil mereka.

My Dear, ElinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang