Bab 25

10K 383 2
                                    


༶•┈┈⛧┈♛

" Awss Nona kenapa kita di jewer sih ? ", ringis Dean merasakan panas pada sebelah telinganya.

" Cellyn, berapa kali gue bilang ", geram Cellyn mengencangkan jeweran pada telinga Dean.

" Iya sshh saya lupa ", desisnya kesakitan.

" Cellyn emang harus banget ya kita di jewer sambil jalan gini ? ", cemberut Desi menutupi rasa malu karena menjadi pusat perhatian di sekolah barunya.

" Memang apa masalahnya, ini tuh hukuman inget ! gak usah nego ", kesal Cellyn mendengar gerutuan Desi yang tidak masuk akal.

Sebenarnya Cellyn tidak berniat melakukan hal ekstrim seperti ini. Awalnya dia hanya ingin membalas tingkah pembangkang dari dua kadal ini.

Tapi siapa sangka begitu melihat wajah mereka yang tersenyum ceria di pintu gerbang sekolah membuat emosi Cellyn naik.

Apa boleh buat ? Cellyn sebagai anak yang baik, memilih untuk meluapkan semuanya daripada di tahan, bukan begitu ?

" Tapi kan Desi malu, nanti gak bisa gaet cogan lagi dong ", lemas Desi masih tak terima.

" Desi banyak protes Cellyn, mending cepetin aja jalannya ", kompor Dean entah mengapa merasa sedikit panas.

Masuk akal, Cellyn mengikuti saran Dean dan mempercepat langkahnya. Jangan lupakan tangan yang masih setia bertengger manis di telinga mereka. Sungguh pagi yang indah.

༶•┈┈⛧┈♛

" Ini semua gara-gara lo, rasanya mau copot telinga gue ", usap Desi pada telinga merahnya.

Jeweran Cellyn memang tidak main-main. Sampai sekarang pun telinga Desi masih berdenyut nyeri akibat jeweran penuh kasih sayang darinya.

" Lo juga ikut ambil bagian ya, gak usah sok paling tersakiti ", toyor Dean tak terima.

Dia ini juga korban ok, bisa-bisanya mendadak berubah menjadi pelaku utama. Mana bisa ? Dean tidak akan pernah terima.

" Heh ! lo gak inget apa gimana ? siapa coba yang sok ngide jadi sosok misterius buat nakut-nakuti tuh buaya ? ", papar Desi tak mau kalah.

" Ya tapi kan semua ini gak akan terjadi, kalau lo gak asal nelpon Tuan waktu tuh buaya lagi ngebual gak jelas ", geram Dean.

Ingin rasanya Dean meremukkan tubuh mungil di depannya. Tapi entah kenapa dirinya tidak senang jika gadis itu mendapat goresan walau seujung kukupun.

" Heh lo denger ga--"

" Hussh jangan berisik ", bungkam Desi menutup mulut Dean kasar.

" Lo denger sesuatu gak ? ", tanya Desi menatap sekitar dengan intens.

Desi ini adalah mantan pembunuh bayaran, jadi sudah dapat di pastikan jika indera pendengarannya sangat peka.

" Gue gak dengar apa-apa ", bisik Dean polos, membuat Desi mendatarkan wajahnya.

" Nanti gue jelasin, sekarang lo ikut gue ", tarik Desi mendekati sumber suara yang dia yakini dari arah taman sekolah.

Second Chance (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang