06-Cemburu Kecil

73 3 0
                                    

"Ay, kantor Papa besar juga ya?" Kenan berucap kagum saat mereka baru turun dari mobil.

Bangunan itu terlihat megah dan berdiri kokoh di atas tanah dengan luas satu rantai setengah. Di temani dengan pohon Cemara yang mengitari sekeliling pelataran parkir dan halaman depan. 

Rumput hijau tumbuh subur yang menjadi icon go green di kantor Papa, sebab Papa memang kerap sekali menjaga kelestarian lingkungan.

Jika mendapat proyek lagi untuk membangun gedung atau perumahan, Papa pasti akan terlebih dahulu melihat AMDAL lokasi pembangunan. Itulah yang membuat perusahaan Papa sering mendapatkan proyek besar. Sebagai anak, Ayla sangat bangga terhadap Papanya itu.

"Mba, melamun? Tidak mendengar ku?" Kenan bertanya pelan sembari terus mengikuti langkah Ayla mengiringi Papa dari belakang.

"Dengar, kok."

"Kirain, aku di cuekin."

"Tadi lagi memikirkan sesuatu." Ayla menjelaskan.

"Memikirkan, apa?"

"Bukan apa-apa, tidak penting juga. Sudah sana cepat, Papa sudah sampai pintu depan itu. Aku tidak ingin nantinya ada orang yang bertanya tentang kamu."

"Tinggal jujur saja Mba! Bilang, aku suamimu!"

"Ken... Mas. Kan tadi kamu sendiri yang bilang, tidak ingin di kenalkan sebagai menantu papa."

Tadi bilangnya ingin memulai semuanya dari nol, ingin berusaha sesuai kemampuannya sendiri sekarang sudah lain lagi ceritanya. Memang dasarnya bocah jadi masih labil.

"Terus, bagaimana jika ada yang bertanya?"

"Bilang saja sepupu jauh."

"Itu jatuhnya bohong Mba, sesuatu yang di awali dengan kebohongan itu tidak baik. Apalagi sampai tidak mau mengakui ku sebagai suami Mba."

Mulai lagi kedewasaannya. Padahal tadi dia sendiri yang ingin di kenal sebagai karyawan biasa.

"Ya sudah, jika ada yang bertanya. Bilang saja kamu anak pungut."

"Astaghfirullah Mba, Mba tega banget! Masa suami sendiri di bilang anak pungut! Tidak, aku tidak setuju."

"Hush, jangan kencang-kencang ngomongnya. Makanya cepat, selagi masih ada Papa."

Ayla segera menarik pergelangan tangan Kenan, saat ini ia merasa bukan seperti suami istri. Melainkan sebagai kakak yang harus melindungi adiknya dari masalah.
 "Bahagianya." Kenan berucap sambil berjalan.

"Bahagia kenapa?"

"Dibimbing istri tercinta."

"Mas, tidak usah lebay.  Ini kantor, bukan kamar!"

"Iya, tau. Kalau di kamar Mba seberani ini, mungkin sudah aku terjang tadi malam."

"Kenan!" Suara Papa menghentikan pertengkaran Ayla dan Kenan.

"Sudah sana, buruan!" ucap Ayla pelan.

"Iya, Ay. Ini juga mau ke sana."

****

U

dara dingin langsung menyapa begitu kaki Ayla melangkah masuk ke dalam. Membuatnya bernostalgia sama seperti saat pertama kali ia menginjakkan kaki di kantor ini, pada saat grand opening peresmian delapan tahun yang lalu. 

Ayla tersenyum melihat beberapa hiasan aneka warna yang berjejer rapi  di dinding, penempatan nya masih sama seperti dulu. Tak ada yang berubah sedikitpun dari kantor ini.

Di dekat sudut dinding, ada beberapa model maket bangunan yang di pajang. Dulu, Ayla sangat suka berdiri didepannya. Membayangkan tentang rumah impian nya di masa depan ketika ia menikah. Sekarang, apa impiannya itu bisa terwujud?

"Mba!" Kenan memanggil dari meja CS.

Papa sedang berbincang dengan beberapa pegawai di sana.

"Sini." Kenan melambaikan tangan.

Ayla segera menghampiri Kenan. "Ada apa?"

"Aku deg-degan, Mba."

"Kenapa? Kan ada Papa."

"Mungkin karena Mba berdirinya terlalu jauh, jadi aku kangen."

"Kenan! Tidak usah bicara yang tidak-tidak saat ini."

"Beneran Mba. Jangan jauh-jauh dari ku, nanti aku susah mengatrol hati yang sudah terlanjur kangen."

Tanpa pikir panjang Ayla langsung mencubit pinggang Kenan, membuat pria itu meringis menahan sakit.

"Vin, tolong panggilkan semua kepala direksi untuk berkumpul di ruang meeting. Sekarang!"

Papa memerintahkan Vina, setelah selesai menanyakan sesuatu pada wanita cantik, tapi genit tersebut.

Waktu pertama kali Vina bekerja, Ayla pernah memarahinya karena tingkahnya yang genit pada Ridho. Sepupu Ayla dari keluarga Mamanya. Merasa tidak nyaman karena sering di goda oleh Vina, Ridho akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak. Tetapi sampai sekarang ia masih belum juga kembali ke kantor, katanya sih sudah bekerja di tempat lain.

Kok aku jadi takut, jika nanti Vina akan menggoda Kenan ya?

"Mas, nanti kamu harus hati-hati sama si Vina." Ayla memperingatkan Kenan, saat wanita berambut blonde itu berdiri dari kursi tempat ia duduk.

"Mba, cemburu?" bisik Kenan pelan.

"Tidak!"

"Kalau tidak, kenapa bilang seperti itu? Keliatannya dia baik kok."

Aduh Kenan. Tidak semua yang terlihat baik di luar baik juga di dalam. Aku tau siapa dia sebenarnya, tapi nantilah, akan aku jelaskan ketika di rumah saja.

"Eh, ada Bu Ayla. Gimana kabar ibu, sudah lama kita tidak bertemu." Vina bertanya dengan ciri khas nadanya yang manja.

"Alhamdulillah, baik." jawab Ayla, sambil berusaha memberi senyuman.

"Syukurlah."

Ayla hanya mengangguk, sedangkan Vina mengalihkan pandangannya pada Kenan yang sedang mengitari seluruh ruangan dengan matanya.

"Itu, siapa Bu? Boleh juga penampilannya!" Vina bertanya sembari tersenyum penuh arti.

Gawat! Ternyata benar apa yang aku takutkan. Tidak mungkin Vina biasa saja saat melihat Kenan, terlebih lagi penampilan Kenan memang lebih oke di banding Ridho.

"Jadi dia karyawan baru yang di bilang pak Johan, Bu? Akhirnya, ada tempat cuci mata juga. Jarang-jarang kantor ini mendapat berondong setampan dia." Matanya melebar dan berputar-putar.

Ayla mulai merasa panas melihat keganjenan Vina. Di tambah lagi, Kenan seperti menyukainya.

"Vina, jaga sopan santun kamu terhadap karyawan baru! Sebentar lagi akan ada meeting seperti kata Papa, sebaiknya kamu cepat menuntaskan tugas yang di berikan Papa tadi." Ayla menekankan nada bicara, memperingati Vina.

Wajah Vina berubah masam.

Peduli amat, dia mau marah, kecewa, atau kesal. Tidak akan aku pikirkan. Ini suami aku, enak saja ingin di goda nya.

Ayla segera menarik lengan Kenan, menuju ke ruangan Papa, meninggalkan Vina yang masih terlihat kesal. Papa meminta mereka untuk menunggu di sana, dan akan memberitahu jika semua sudah berkumpul di ruangan meeting.

Small Note:
Maaf kalau masih ada banyak kesalahan dalam penulisan katanya, jangan pernah bosen baca ceritanya ya:)

Thanks for reading ♡

Ketika Hatimu YakinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang