Entah ke mana tujuan Kenan membawa Ayla saat ini, tidak di izinkan bertanya banyak oleh Kenan. Ayla pun hanya diam sembari khawatir jika nantinya kenan akan berbuat yang tidak-tidak padanya.
Pasalnya, jalan yang mereka lalui saat ini lumayan jauh dari kota. Di samping kanan kirinya pun, masih banyak hutan belantara yang membuat bulu kuduk Ayla berdiri seketika.
"Mba, tidak usah cemas. Aku tidak akan melakukan apa-apa kok." Kenan tersenyum tipis.
Walaupun Kenan bilang seperti itu, namun perasaan Ayla masih campur aduk. Ia ragu untuk percaya pada ucapan kenan. Tetapi, ia sekarang adalah istrinya.
Sebagai istri, Ayla harus mempercayai suami. Karena Kenan sudah memiliki hak penuh atas kehidupan Ayla.
"Melamun, Mba? Sudah sampai ini."
Ayla tersentak, lalu melihat ke sekelilingnya.
"Serius Ken, di sini? Ini di mana sih? Katanya ingin ke surga!"
Ayla terus bertanya-tanya dalam hati.
Kenan mengangguk, lalu meminta pak sopir untuk menunggu dan akan di hubungi lagi sekitar jam tiga sore nanti.
"Ayo, jalan." Kenan menarik pergelangan tangan Ayla.
Ayla sedikit kesulitan saat mengikuti langkah kenan yang cepat. Gamis yang dipakainya melebihi mata kaki.
"Angkat saja sedikit." Kenan memberi saran.
Entah kemana lah Kenan akan membawa Ayla saat ini, hatinya benar-benar bingung. Ingin rasanya ia menolak ajakan Kenan dan meminta untuk pulang saja. Namun Ayla tak bisa melakukan itu.
Daerah yang mereka lewati masih lenggang rumah penduduk. Ada, tapi masih agak jarang. Di samping kiri dan kanan jalan saja hanya ada pohon-pohon besar dan semak belukar yang tingginya sepinggang orang dewasa. Gimana tidak ngeri coba?
Belum lagi, Kenan sepertinya membawa Ayla ke tempat tanpa huni. Bisa di lihat dari jalanan nya yang hanya bisa di lewati oleh pejalan kaki ini.
"Mas, kamu beneran nggak ada niatan jahat kan ngajak aku ke sini?"
Kenan menghentikan langkahnya, lalu membalikan badan.
"Mba, tidak usah suuzon. Aku ini suami mu, tidak mungkin aku memiliki niat jahat pada istri sendiri. Berpikir negatif itu hanya membuang-buang energi saja." Kenan menatap tajam.
"Ya, habisnya kamu tidak menjawab pertanyaanku tadi. Dan malah mengajak ku entah ke mana! Memangnya di sini ada pintu ke surga?" pertanyaan konyol anak kecil kepada ibunya.
Kenan menghela nafas.
"Mba, sebagai suami aku memiliki tanggung jawab. Bukan hanya untuk dirimu, tetapi juga untuk kedua orang tuaku. Jika aku dengan sengaja melukaimu di sini, bisa di pastikan kedua orang tuaku dan orang tua Mba akan kecewa padaku. Aku juga tidak ingin membuat kedua orang tuaku malu, dengan perbuatan keji dan mungkar ku. Sudah di dunia masuk penjara, nanti di akhirat juga masuk neraka. Sama suami itu harus percaya."
Sekarang ia malah ceramah, aku kan jadi terdiam. Melawan dalam hati, kesal bercampur keki.
"Ay, dengarkan aku baik-baik. Jika saja saat ini ada seekor macan yang ingin menerkam mu, sebagai seorang suami aku rela mati asal kamu bisa selamat. Walaupun aku belum mendapatkan hak ku, dan belum menitipkan benih di rahimmu. Tapi sebagai seorang suami, itulah tanggung jawabku. Itu sebabnya, tidak usah berburuk sangka dan buang semua pemikiran negatif itu." Kenan meyakinkan Ayla dengan tatapan dan gaya bicaranya yang lugas.
Namun, hati Ayla masih ragu. Ia enggan untuk melangkah. Belajar mempercayai orang yang baru di kenal tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
"Percayalah. Aku tidak akan mencelakaimu, Mba. Demi Allah dan demi Rasulullah. Sejak kita sah menjadi suami istri, aku sudah berjanji untuk terus menjaga dan melindungi mu sekuat tenaga. Jadi percayalah padaku." ucapannya pelan tapi penuh intonasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hatimu Yakin
Ficțiune adolescenți"Mba, aku ingin menikahi mu!" "Menikah dengan saya? Apa kamu sadar dengan ucapan kamu barusan?" "Iya, seratus persen aku sadar Mba." "Kenapa kamu ingin menikahi saya? Apa kamu hanya ingin bermain-main dengan saya?" "Tidak! Aku serius Mba, aku ingi...