11 | Pertama dan terakhir

22 5 1
                                    

🎶Now playing Sampai Jadi Debu - Banda Neira🎶

•••

Happy reading!

ฅ'ω'ฅ

Tidak ada satu pun orang yang tahu kapan kematian akan datang dan tidak ada satu orang pun juga orang yang siap akan hal itu. Ditinggal oleh orang tersayang apa lagi dari keluarga yang kita kenal dari kita lahir di dunia ini, tentu saja kita tidak siap untuk kehilangan mereka untuk selamanya. Begitu cepat, bahkan terlalu cepat. Di umur Maya yang ke 19 tahun ini dia harus menerima tamparan pahit dari kehilangan seluruh keluarganya. Jelas dia tidak menyangka, dia ditinggalkan oleh keluarganya sendirian didunia yang kejam ini. Di saat Maya sedang butuh-butuhnya seorang Mama yang selalu merawatnya, seorang Abang yang selalu menjaganya, mereka menghilang ... pergi meninggalkannya.

Saking tak siapnya Maya menerima kenyataan ini, membuat tubuhnya tidak kuasa menampung rasa sakit yang ada, ia tidak sadarkan diri untuk beberapa jam, racauan rasa tak terima atas yang menimpanya keluar dari bibir yang memucat itu, dengan air mata yang tak habisnya mengalir dari mata yang terpejam rapat.

Maya tidak ingin bangun, ia tidak ingin membuka matanya, tidak ingin melihat dunia yang begitu kejam adanya. Sakit, semua tubuhnya sakit, kepalanya pusing luar biasa, napasnya terisak-isak, rasanya paku yang besar nan tajam menusuk masuk ke dalam jantungnya. Tubuhnya terlingkup dengan selimut tipis dari rumah sakit.

Maya benci rumah sakit.

Itu mengingatnya pada hari di mana dia kehilangan sang papa, dan sekarang, dia kehilangan mama dan abangnya. Maya semakin membenci tempat ini.

Belaian lembut dari wanita yang senantiasa menunggunya bangun bisa Maya rasakan, tak hanya belaian, tapi tutur lembut dari Rima juga keluar dari mulut wanita itu "Maya, sayang." Wajah Rima sungguh-sungguh memunculkan rasa bersedih hati. 

Kesenduan Maya tak menandakan akan berhenti terus memancar, "Sakit ..." ucapan lirih yang bersatu dengan isak tangisnya itu keluar, "Sakit bunda." Ucapannya itu seperti permohonan, permohonan kepada Tuhan untuk berhenti memberinya rasa sakit.

Tangan Rima turun mengelus pipinya, ibu jarinya bergerak memutar dengan lembut, "Iya, sayang bunda paham."

Maya terus menangis dengan gumaman-gumaman tak terimanya atas kematian sang mama dan abang. Rima setia menunggunya melepas kesedihan, bahkan ikut menangis bersamanya walaupun wanita itu tahan-tahan.

"Udah cukup papa yang ninggalin Maya, bun ... sakit Maya ditinggal ayah ... jangan mama, jangan abang juga ... Maya mohon, bunda ... jangan mereka ..."

"Maya." panggil Rima dengan halus, tangannya tak berhenti mengelus pipi Maya. "Kita ke kamar mama sama abang, yuk." ajaknya.

Maya langsung menggeleng kuat, "Engga ... ga mau ..."

Mungkin Maya adalah anak dan adik yang durhaka karena tidak ingin melihat tubuh tak bernyawa dari mama dan abangnya, dia tidak peduli. Nyatanya Maya tidak mungkin kuat untuk melihat itu, selama dirinya tidak melihat tubuh mereka, Maya bersikeras kalau mama dan abangnya masih hidup dan harus tetap hidup. Ucapan orang-orang hanyalah bohong ... tidak mungkin keluarganya ini meninggalkannya begitu cepat ... iya bukan?

"Ga mau bunda ... Maya ga mau liat mama sama abang ... Maya ga mau mama sama abang ga ada, bunda." Maya masih terisak, masih terpejam matanya seperti sebelumnya.

Rima tak kuasa lagi menahan tangisnya yang meskipun air matanya sudah keluar, ia menutup mulutnya ikut bersendu bersama Maya, sampai tubuh wanita itu bergetar.

Alcohol FreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang