16 | Buka hati

10 3 0
                                    

happy reading!

ฅ'ω'ฅ

Senin malam, tidak ada hal yang banyak Varel lakukan dan sekarang dirinya sedang gabut berat sendirian di kamarnya, padahal dirinya baru saja pulang bermotoran bersama Aji, tapi itu tidak membuat rasa bosannya menghilang. 

Satu hal yang terlintas di benak Varel ketika merasa bosan seperti ini, yaitu menjahili Maya  yang entah sedang apa di kamarnya. Bagaikan adik kakak yang tidak pernah akur, Varel sering kali mengganggu Maya ketika mereka berdua kedapatan sedang sama-sama di rumah. Berbeda dengan Maya yang selalu berkeluyuran ke mana pun perempuan itu mau, Varel sendiri lebih memilih untuk berdiam diri di rumah, menikmati kesendiriannya dan keluar untuk kegiatan yang penting-penting saja, tentu sesekali ia merasa bosan seperti saat ini, tapi Varel punya caranya sendiri untuk melampiaskan kebosanannya itu.

Laki-laki itu membangunkan dirinya dari kasur, berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Maya siap mengganggu perempuan itu. Varel mengetuk pintu tiga kali setelah sampai di depan kamar perempuan itu, "Housekeeping," ujar laki-laki itu.

"Apaan?" tidak dengan waktu lama Maya merespons dari dalam sana tentu dengan nada ngegas yang khas dari perempuan itu.

"Buka dong pintunya, gue gabut," jawab Varel.

Varel bisa mendengar Maya yang ngedumel di dalam sana, ia terkekeh karna pada akhirnya perempuan itu tetap membukakan pintu untuknya. Alis Varel terangkat ketika melihat Maya yang sudah siap dengan pakaian dan riasannya itu, "Widih, mau ke mana lu?" Pertanyaan itu dilontarkan hanya untuk formalitas dan membuka topik saja, lelaki itu sebenarnya tidak benar-benar ingin tahu jawabannya.

"Down Town," jawab Maya yang berjalan kembali ke meja riasnya.

Varel masih dengan sopan melangkah masuk ke dalam kamar perempuan itu, "Club?

"Mhm."

 "Kok ga ajak gue?" tanya laki-laki itu lagi yang sekaligus mendudukkan dirinya di atas kasur Maya.

Maya menghela napasnya sebelum menjawab, "Dumb question banget sih! Udah tau lu ga suka clubbing, lagian gue ke sana sama temen-temen gue yang lu ga kenal." Perempuan itu lanjut memakai lipstick-nya yang sempat terganggu.

"Ya elah, May. Ga usah ngegas juga kali, marah-marah mulu, cepet tua nanti."

Kali ini Maya berdecak, "Iya! Tapi bego lu, tuh! Orang lagi siap-siap malah lu interrupt."

"Gue ga interrupt kok, buktinya lu masih bisa lanjut dandan. Mood lu kayaknya ga pernah bagus ya, May, kalau lagi sama gue?"

"Ga."

Lelaki itu terkekeh. Mereka berdua terdiam dengan kesibukannya masing-masing, Maya yang sibuk berdandan dan Varel yang sibuk memperhatikannya dari pantulan cermin besar yang terletak di meja rias Maya. Kalau di sebut dengan selera, Varel akui Maya memiliki wajah yang sangat cantik dan juga dengan tubuh Maya yang sangat oke, perempuan itu juga tidak setengah-setengah untuk menunjukkan kecantikan dan lekukan tubuhnya kepada orang-orang. Jadi, bohong kalau Varel bilang ia tidak tertarik dengan Maya, apa lagi dia adalah seorang laki-laki yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, tapi tidak tahu kenapa ia tidak pernah mengambil kesempatannya, entah itu karena dia punya tanggung jawab yang tinggi ataupun karena sudah kenal lama dengan perempuan itu, banyak sekali alasan yang terlintas di benaknya ketika berbicara tentang Mayara Windya, hingga pada akhirnya kesempatan yang tak pernah ia ambil itu berubah menjadi kesulitannya untuk menggapai.

"Lu bisa ga sih ga usah ngeliatin gue kayak gitu?"

Lamunan Varel buyar ketika mendengar komplain dari Maya, ia bisa melihat wajah perempuan itu yang terlihat benar-benar risi dengan tatapannya. Varel berpura-pura seolah sedang membersihkan tenggorokan dan juga membenarkan posisi duduknya, "Lu pergi sama siapa emangnya?" tanyanya mengalihkan topik.

Alcohol FreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang