14 | Kau tak sendiri

12 4 0
                                    

🎶Now playing Kau Tak Sendiri - Rezo Mesah🎶

•••

Happy reading!

ฅ'ω'ฅ

"Udah beres, Rel, masak buburnya?"

Varel menaruh handphonenya menyender ke didinding dapur supaya bundanya bisa melihat jelas apa yang sedang dia lakukan dengan jelas dari balik layar. "Udah, bun."

Seperti pada biasanya, Varel yang memasaki Maya makanan. Untuk kali ini, bunda menyuruh Varel memasakkan bubur yang resepnya berasal dari mama Maya. Awalnya mungkin dipikir-pikir akan sedikit jahat karena ini seolah-olah memaksa Maya untuk mengingat mamanya. Tapi ini juga bisa jadi cara supaya Maya tahu kalau keluarga Varel bisa menjaganya sama  seperti keluarganya sendiri. Tanpa berniat menggantikan peran mama, abang dan papa Maya.

"Maya sekarang gimana? Udah mendingan?"

Varel mengangguk dikala dirinya sedang menyendoki bubur yang dia buat untuk dipindahkan ke mangkuk. "Udah, bun," jawabnya.

"Yaudah, bagus kalau gitu. Jagain Maya ya, Arel."

"Iya, bun. Santai aja, pasti Arel jagain kok," Varel tersenyum dengan tangannya yang memegang mangkuk berisi bubur. "Udah ya, bun. Arel mau ngasih buburnya ke Maya dulu."

Rima mengangguk dari balik layar sana, "Iya, Arel." Wanita itu mematikan panggilan video mereka. 

Varel mengambil hanphonenya yang memampangkan layar utamanya, ia matikan benda pipih itu lalu dimasukkannya ke dalam saku celananya. Sembari membawa semangkuk bubur lengkap dengan sendoknya, Varel berjalan ke kamar Maya.

Ia berhenti sejenak ketika dirinya berdiri tepat di depan pintu kamar Maya. Varel menghela napasnya sebelum akhirnya ia menarik knop pintu lalu membukanya sedikit untuk ia intip. Kamar yang gelap hanya dicahayai oleh sinar matahari siang dari jendela yang tertutup oleh gorden.

"May," panggilnya dan semakin melebarkan akses masuknya. Ia bisa melihat gundukan di atas kasur Maya. Varel tahu pasti perempuan itu sedang tidak tertidur, hanya diam saja tak berkutik.

Varel melangkah mendekat, ia taruh mangkuk berisi bubur itu ke meja rias milik Maya. "Maya," panggilnya sembari mengintip wajah Maya yang tidak tertutup selimut itu.

Perempuan itu menoleh ke arahnya. Seperti biasa, wajahnya masam dan matanya sembab. Varel tersenyum lembut, "Makan, yuk," ajaknya.

Maya mengeratkan cengkeramannya ke selimut dan sedikit mengangkat menutupi wajahnya, "Gue ga laper,"  jawabnya dengan suara yang serak-serak basah.

Varel mendudukkan dirinya di sudut kasur, "Iya lu ga laper, tapi lu harus makan, May." Ia menarik pelan selimut yang menutupi tubuh perempuan itu, "Ayo, bangun. Gue udah masakin bubur special buat l," ajaknya lagi, kali ini Varel menari lengan Maya untuk membantunya bangun dari baringnya.

Maya menghela napas berat karena merasa terpaksa harus bangun dan menurut.

Varel tersenyum, ia menyentuh pipi Maya, mengelusnya lalu mencubitnya dengan pelan karena gemas. 

Maya menepis tangan Varel, "Ck, ga usah pegang-pegang," cibir perempuan itu, namun malah membuat Varel semakin senang karena ini adalah tanda kalau Maya yang dulu akan kembali, bukan lagi Maya yang depresi dan selalu mengurung dirinya sendiri.

Alcohol FreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang