[13]

61 7 0
                                    


Sepasang netra Minho bergerak panik dari balik kelopaknya yang terpejam. Napasnya tersengal dan dada lelaki itu naik turun. Dari sudut mata, tampak cairan bening mengalir ke sisi wajah, berbarengan dengan keringat dingin yang bermunculan dari balik anak rambut.

“Apa yang terjadi padanya?”

“Sudah seharian dia pingsan begini.”

Jeongin menggeleng pelan. “Entahlah, ku juga tak mengerti.” Ia sekali lagi menempelkan punggung tangan ke kening lelaki itu. Panas terasa. “Dia demam, menggigil, dan ... seperti ketakutan. Tapi, bukan karena sakit. Kalau sakitnya ada di fisik, kekuatan penyembuhku akan bekerja, tapi untuk ini tidak.”

“Atau jangan-jangan, Minho sedang berminpi buruk?” Felix menoleh pada Seungmin. “Kau tahu dia bermimpi apa?”

“Aku membaca pikiran orang melalui tatapan matanya. Kalau matanya tertutup begini, harus kusentuh dulu baru visinya terlihat,” balas Seungmin.

Seolah mengerti isyarat yang diberikan, Felix yang semula berlutut di samping tubuh Minho kini menggeser tempat duduknya, memberi ruang pada Seungmin agar mendekat.

Seungmin memandang sejenak tangan kanan Minho yang tampak gemetar. Ketika ia sentuh tangan itu, sang pemilik langsung menggenggamnya erat sekali, membuat Seungmin terhenyak. Bukan karena kerasnya genggaman tangan Minho, melainkan mimpi Minho yang ia lihat.

Mulut Minho terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa. Mata lelaki itu bergulir ke atas, sedangkan tubuhnya bergerak menyentak tanpa henti. Wajahnya tampak memerah dan kaku.

“Tidak. Tidak.” Seungmin mulai bersuara. “Minho, bangunlah!”

Sementara Seungmin terus berteriak mencari-cari kesadaran Minho, yang lain hanya bisa terdiam saling tatap. Sampai ada satu orang melakukan aksi nekad. Cari penyakit lebih tepatnya.

Jisung mengambil air dari bibir pantai di depan mereka dengan kekuatan hidrokinetiknya ... dan menyiramkannya ke wajah Minho.

“Ah! Yang benar saja!” sergah Hyunjin.

“Apa? Yang ku lakukan tidak salah, kan? Dimana-mana kalau ingin membangunkan orang itu pakai air.” Jisung beralasan.

“Ya, tapi tidak sebanyak itu juga, bodoh,” balas Hyunjin sambil mengeratkan rahang. “Mulut Minho terbuka dan lubang hidungnya juga menghadap ke atas. Kalau kau siramkan air sebanyak itu, yang ada malah membuatnya tersedak dan hidungnya kemasukan air.” Hyunjin menghela berat. Membayangkan sakitnya hidung karena kemasukan air saat tersedak saja sudah ngilu apalagi kalau air yang masuk ke sana sebanyak itu.

Jisung meringis. “Maaf.”

“Sepertinya, cara ini berhasil.” Changbin menengahi.

Tak lama setelahnya, Minho terbatuk—yang otomatis mengeluarkan air juga dari mulut—kemudian bangun. Netra cokelat cemerlang itu langsung membola begitu terbuka. Minho dengan cepat mengubah posisi menjadi duduk. Napasnya terengah-engah seperti habis berlari puluhan kilometer. Wajahnya dan rambutnya basah berkat air yang Jisng siramkan. Dan, jangan lupakan hidung lelaki itu yang merah pengar karena kemasukan air.

Minho terdiam beberapa saat. Baru ketika ia menyadari posisinya sekarang—yang berada di bawah teduhan pohon di bibir pantai, ia segera berbalik. Memunggunginya.

“Kau baik-baik saja?” tanya Jeongin .

Minho mengusap wajahnya yang basah. Lantas mengangguk pelan. “Tidak usah mencemaskan ku,” jawabnya. “Sekarang, bisa kita pergi saja dari sini? Aku tak suka berlama-lama ada disini.”

“Hei! Orang aneh macam apa yang tidak suka angin pantai?” Jisung menyahut, merasa harga diri sang pantai pujaan hatinya direndahkan.

“Bisa tidak, tidak usah mendebatkan perkara remeh seperti itu?” desis Hyunjin. “Apa kau akan meriang kalau sehari saja tidak mencari ribut dengan orang-orang?”

JAGADDHITA || Stray Kids Fantasy FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang