“Jadi ini yang katamu punya rencana yang bagus itu?” Jeongin melirik ke arah Seungmin di samping kanannya. Saat ini, mereka berlima—bersama dengan Jisung, Hyunjin dan Kkami anjing milik Hyunjin—berdesakan bersembunyi di dalam gudang kecil yang berada di belakang kabin milik Hyunjin.
Kabin milik Hyunjin terbakar habis. Jadi ya, tinggal ini satu-satunya tempat yang bisa mereka jadikan persembunyian.
Entah sedang bersembunyi dari apa.
“Bagaimana kabar otak encermu itu?” Jeongin meneruskan.
Seungmin tersenyum kecut. “Rencanaku sempurna. Kau lihat sendiri, kan, kabut hitamnya hilang tadi?!” balasnya kesal.
“Tapi sekarang kembali lagi.”
“Itu di luar rencana.” Seungmin meluruskan. “Sumpah, aku berhasil mengalahkan monster itu tadi.”
“Kau mengalahkan monster? Sendirian?” tanya Jisung.
“Ya, secara teknis begitu,” jawab Seungmin. “Aku menjebaknya.”
“Bagaimana caranya?”
“Mengendalikan pikirannya?” ucap Seungmin agak ragu. Sebetulnya tadi Seungmin pikir ia bisa menemukan sumber kabut hitam itu dan mengalahkannya. Namun ternyata, monster yang ada di baliknya itu besar dan sangat kuat. Hampir mustahil melawan monster tadi tanpa membuatnya terbunuh.
Ya. Seungmin hampir terbunuh tadi. Tertelan kegelapan absolut dan bisikan-bisikan yang membuatnya kehilangan dirinya sendiri. Sampai akhirnya ia menemukan kekuatan barunya.
“KAU MELAKUKAN APA?! MENGENDALIKAN PIKIRANNYA?!”
Seungmin mengangguk. “Tadinya, aku juga ragu. Tapi karena terpojok, jadi aku iseng mencoba apa aku bisa mengendalikan pikiran juga. Dan, ternyata berhasil.”
“Oh iya? Kau apakan monster kabut tadi?” tanya Jeongin bersemangat.
“Aku suruh masuk ke gua dan tidur saja,” ungkap Seungmin. “Tapi, monsternya malah marah dan sekarang mengejarku.”
Sontak, Jeongin meninju bahu Seungmin. “Dasar bodoh!”
“Lalu sekarang, kita harus apa?” sahut Jisung.
“Lari.” Seungmin menjawab. “Pergi dari sini.”
“Pergi begitu saja? Tanpa melawan? Bagaimana kalau ada korban lainnya?”
“Dan, bukankah keberadaan monster itu juga sebagai tanda kalau ada orang lain seperti kita ada di sekitar sini?” Hyunjin mengontak satu per satu mata lawan bicaranya. “Kalian tahu? Monster-monster itu mengincar para pemilik batu, yang aku sendiri tak tahu sebenarnya bagaimana cara mereka melacaknya.”
Jeongin terdiam sejenak, tampak berpikir. “Seperti makhluk hitam yang mengincarku, gurita raksasa yang mengincar Jisung, dan monster yang bentuknya seperti barong yang menyerang Hyunjin.”
“Itu maksudku,” timpal Hyunjin.
“Jadi, monster kabut tadi juga mengincar seseorang?” bingung Jisung.
“Dia mengincarku,” ungkap Seungmin, yang tentu saja membuat ketiga pemuda lainnya kompak menoleh.
“Tapi sebaiknya kalian tak perlu membahasnya lagi.” Seungmin meneruskan, raut wajahnya tampak gelisah. “Kita pergi ke kota saat matahari terbit untuk melanjutkan perjalanan. Soal monster tadi, kalian tak usah cemas. Aku akan kembali ke sini dan menghadapinya seorang diri, saat aku siap nanti.”
“Tapi—”
“Kubilang kita akan pergi ke kota, apa kalian mengerti?!” Seungmin meninggikan suara. Menggunakan kemampuan mengendalikan pikirannya pula.