Chapter 1 - Arc 1: Museum of Failure

336 35 8
                                    


Chapter 1:  Elisa Collins.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hidup tidaklah mudah jika mata melihat hal yang tidak seharusnya dilihat. Elisa terbiasa dengan penglihatannya yang berbeda dari manusia lain. Dunia sudah ramai, namun dunia Elisa lebih ramai dari kebanyakan orang.

Dia berjalan menyusuri jalan kota yang sibuk, suara langkah kaki yang ramai dan klakson mobil memenuhi telinganya. Matahari menggantung tinggi di langit, memancarkan cahaya keemasan yang hangat di atas segalanya.

Saat Elisa berjalan di tengah keramaian, ia melihat sekilas bayangan yang berkedip-kedip, sosok-sosok yang seharusnya tidak ada di sana. Mereka melayang dan menyeret, berbisik di telinganya, suara mereka nyaris tidak terdengar di atas kebisingan di sekitarnya.

Pada saat yang tenang di antara keramaian pejalan kaki, perhatian Elisa tertuju pada sesosok tubuh yang berdiri di lorong di dekatnya. Seorang wanita muda, membungkuk dan gemetar, wajahnya yang hancur terukir ketakutan dan kesedihan. Elisa mengalihkan pandangannya saat ia mengenali tanda-tanda jiwa yang tersesat, terperangkap di antara dua dunia.

Berurusan dengan jiwa-jiwa tersesat tidak mudah. Merepotkan. Elisa telah belajar banyak dari pengalamannya. Berurusan dengan hantu hanya membuat hidupnya terseret pada permainan antara hidup dan mati. Karena pada dasarnya, mereka yang telah mati pernah menjadi manusia.

Mereka tetap mewariskan sifat manusianya.

Licik, manipulatif, dan menjijikan.

Elisa mengabaikan hantu itu, melanjutkan langkahnya menuju bioskop tanpa sedikit pun rasa bersalah.

Saat Elisa mendekati bioskop, ia merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menjalar di tulang punggungnya. Dia berbalik, matanya mengamati kerumunan orang untuk mencari tanda-tanda jiwa yang hilang yang dia lihat sebelumnya. Tapi wanita itu tidak ditemukan. Elisa menepis perasaan itu dan terus berjalan, bertekad untuk tidak membiarkan hantu menghantuinya lagi.

Saat dia mencapai pintu masuk teater, Elisa mendengar bisikan samar di telinganya. Dia berbalik, jantungnya berdebar-debar. Di sana, berdiri hanya beberapa meter jauhnya, adalah jiwa yang hilang yang dia lihat sebelumnya, melingkarkan tangannya yang busuk pada salah-satu penonton pria yang masuk kedalam bioskop, seperti benalu.

Elisa menyaksikan dengan ngeri saat pria itu berjalan melewatinya, sama sekali tidak menyadari kehadiran makhluk halus yang menempel padanya.

"Ugh, aku merinding. Bioskop ini terlalu dingin" gerutu pria tersebut.

"..."

Itu karena dipunggungmu terdapat sesuatu....

Hantu itu bukan urusannya, Elisa kembali mengabaikannya.

Haunting EchoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang