Chapter 3 - Julian Hayes
Seperti yang Tom bilang, pemilik sebelumnya dari villa ini adalah seorang pematung. Tidak heran jika terdapat ruangan di lantai bawah yang didedikasikan sebagai ruang kerja. Ketika masuk kedalam ruangan, mata Elisa langsung tertuju pada jendela besar yang langsung menampilkan halaman belakang. Membuat sinar matahari berlomba menghangati ruangan. Tidak bisa dipungkiri, villa ini memiliki pemandangan yang baik disetiap sudutnya. Kekurangannya hanya terdapat pada fakta bahwa villa ini berhantu.
Elisa melihat lukisannya yang masih setengah jadi di tengah ruangan. Itu adalah pemandangan halaman belakang dengan para patung yang berbaris menghiasinya.
Elisa meluangkan waktu sejenak untuk mengapresiasi keindahan sekelilingnya, bagaimana cahaya matahari masuk melalui jendela dan memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Elisa bisa mengerti mengapa perannya dapat merasa terinspirasi oleh patung-patung di halaman belakang, keanggunan abadi yang dibekukan dalam batu. Saat ia mengalihkan perhatiannya kembali ke lukisannya, keheningan yang menakutkan menyelimuti ruangan, seolah-olah patung-patung itu sendiri yang mengawasi setiap gerakannya.
Tersesat dalam pikirannya, pandangan Elisa mengembara ke patung-patung di luar. Mereka berdiri membeku dalam waktu, sosok mereka menjulang di atas taman yang ditumbuhi pepohonan. Dia mencelupkan kuasnya ke dalam campuran warna hijau yang cerah dan mulai menggoreskan kuasnya dengan hati-hati di atas kanvas, menghidupkan pemandangan di halaman belakang. Namun, saat ia menambahkan goresan terakhir untuk menangkap kelopak bunga yang lembut di dekatnya, sebuah sensasi aneh membuat bulu kuduknya merinding.
Dia bolak balik melihat lukisannya dan patung diluar. Menghitung jumlah patung dengan alis tertaut.
Terdapat 15 patung dalam lukisannya, namun dihalaman belakang ternyata berjumlah 16.
Apakah dia salah menghitung?
Jantung Elisa berdegup kencang saat ia menyadari kesalahannya. Ia telah menghitung patung-patung dalam lukisannya beberapa kali, namun sosok tambahan yang berdiri di halaman belakang itu luput darinya. Kegelisahan yang menakutkan menyelimuti ruangan itu, keheningan menjadi semakin terasa. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar batu.
Dengan tangan gemetar, Elisa menelusuri jari-jarinya di atas kanvas, berharap lukisannya dapat mengungkapkan rahasianya. Ia mengamati patung-patung yang digambarkan dalam karyanya, ekspresi tenang dan pose yang anggun.
Meskipun di kehidupan nyata Elisa dapat melihat hantu, tetap saja ada perasaan yang berbeda dengan hantu di film horror. Director dan penulis naskah seakan memiliki imajinasi liar tentang para hantu yang mampu mengambil nyawa manusia. Bahkan hantu biasa saja dapat mengambil nyawa seseorang jika sang director mengizinkan.
Elisa memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri "Menjengkelkan"
Saat ia membuka matanya, suatu gerakan tiba-tiba menarik perhatiannya. Ada gemerisik dedaunan di balik patung-patung itu, dan ia yakin bahwa ia melihat bayangan yang bergerak di kejauhan. Ia menepis pikiran itu sebagai imajinasinya yang menjadi liar, tetapi perasaan tidak nyaman itu tetap ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haunting Echoes
FanfictionDi era teknologi yang semakin maju, penggunaan virtual reality (VR) merambah ke berbagai sektor hiburan, termasuk dunia perfilman. Teknologi holografik terbaru memungkinkan penonton untuk ikut serta dan berperan dalam film yang ditayangkan di biosko...