Hanya Paul yang Tau

1.1K 82 19
                                    

Rony memasuki ruang kuliahnya pagi ini dengan penampilan yang segar seperti biasanya. Yang berbeda hanyalah cincin tunangan yang kini tersemat di jari manisnya.

"Pagi Powl", sapanya saat melihat Paul sedang berkutat dengan buku kuliahnya.

"Seneng banget lo, Ron", ujar Paul saat melihat Rony yang nampak sumringah.

"Iya dong", sahut Rony sambil menunjukkan tangan kanannya yang memakai cincin.

Paul terkekeh, dia bingung harus bereaksi bagaimana. Bingung harus memihak Rony atau Salma. Atau membiarkan keduanya menyelesaikan sendiri masalah mereka.

"Lo udah tau kabar Salma?", pancing Paul sambil menatap Rony yang kini duduk disampingnya.

Rony terdiam, senyumnya memudar. Ia akui semalam sempat terpikir tentang Salma. Namun ia tepis karena tidak ingin merusak moment pentingnya bersama Kay.

Bagaimana pun, Salma adalah sahabatnya, setidaknya di depan Paul dan Nabila, atau di depan yang lainnya. Dibelakang mereka, Rony dan Salma adalah sepasang kekasih, lebih tepatnya teman memadu kasih.

"Kenapa dia? Baik-baik aja kan?", sebersit rasa khawatir muncul dihati Rony.

Paul tidak menjawab, dia malah menyodorkan kotak panjang namun mungil kepada Rony.

"Buka!"

Rony menerima kotak itu dengan bingung, lantas perlahan membukanya. Sebuah benda putih memanjang dengan garis dua di layarnya membuat Rony mematung. Ada kertas kecil yang terlipat di bawah benda yang Rony ketahui adalah alat test kehamilan.

Perlahan Rony buka lipatan kertas itu dan isinya membuat jantungnya seketika berhenti.

Congrats Papi Ony,

makasih sudah membawaku hadir di perut Mami Sal.

We love You, Papi Ony

-Ron Junior-

Rony meremas kertas itu, lalu menatap sahabatnya. Paul juga menatap Rony dengan penuh teka teki.

"Ikut gue, Powl. Gue jelasin semuanya", lirih Rony. Keduanya pun keluar dari kelas.

***

Paul menghela nafas berat. Rony juga sedang menunduk frustasi. Paul kini sudah mendengar cerita versi Rony. Dia juga sudah mengetahui faktanya dari Salma semalam.

Ya, malam tadi usai makan malam, Paul mengantar Nabila pulang. Namun ia Kembali ke apart Salma untuk meminta penjelasan gadis itu. Meskipun awalnya gadis itu bungkam seribu Bahasa.

Paul tidak menyangka bahwa kedua sahabatnya akan bertindak sejauh ini. Terutama Salma. Posisinya benar-benar tidak menguntungkan bagi gadis itu. Rony dan Kayla saling memiliki, Salma bukan siapa-siapa karena saat ini Rony hanya mencintai Kayla. Setidaknya itulah yang mereka tau.

"Powl, apapun yang terjadi nanti, janji sama gue, lo bakal selalu dukung Rony apapun keputusannya", ucap Salma malam itu.

"Lo nggak boleh ninggalin dia apapun keadaannya. Lo jangan marah sama Rony, Powl. Gue yang salah", sambung gadis itu sambil terisak.

"Jangan pukulin dia, ya, Powl. Dia ayah dari anak gue, dan gue nggak mau dia kenapa-napa"

"Jangan sampai Rony terluka. Dia harus bahagia"

Paul mengerang. Dia marah. Pada Rony. Pada Salma. Pada keadaan. Dan pada dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apapun untuk melindungi sahabatnya.

"Dia nggak layak lo cintai sebegininya, Sal!", Paul mencoba menyadarkan gadis itu. Meski dia tahu itu hal yang sia-sia.

"Dihatiku, Rony selalu layak, Powl"

Salma menangis lagi. Dia begitu mencintai Rony tanpa tahu cara untuk menghentikannya. Melihat hal ini Paul pun ikut meneteskan airmata.

"Gue janji, Sal. Bukan demi Rony, tapi demi anak kalian"

Paul menggenggam tangan Salma, berusaha menguatkan sahabatnya yang begitu rapuh saat ini. "Dan lo harus janji sama gue, anak itu akan lahir dengan selamat, lo juga harus Bahagia, Sal!"

Salma mengangguk. Paul memeluknya. Sesakit inikah jatuh cinta sendirian, Sal?

Rony bangkit dari duduknya. Paul membiarkan Rony pergi. Entahlah, dia juga sudah kehabisan pikir untuk bertindak apa dan bagaimana lagi. Paul sudah berjanji pada Salma, apapun yang terjadi, akan selalu ada di sisi Rony. Lantas siapa yang ada disisi gadis itu? Bukankah Salma lebih butuh seseorang saat ini? Paul dilema.

***

CINTA DALAM AKSARA 🍣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang