19. LB : Secret

972 54 4
                                    

Aku menyalahkan diriku karena terlalu bodoh dan naif. Tidak ada kehidupan yang seutuhnya adalah kebahagiaan, semuanya itu penderitaan, sambil menunggu kapan chapter ini akan usai atau hidup ku yang akan selesai.

—Javier Cavanka —

𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃

Silih berganti waktu. Pagi ini dengan mentari yang muncul dengan indah dan hangat mencairkan ruangan dingin serta hampa.

"Aden maafin bibi baru jenguk ya?" Rayan mengangguk mendengar suara wanita paruh baya yang begitu menelusup hangat indranya.

"Bibi bawa kue vanila kesukaan Aden? mau makan sekarang?" Tanya nya dengan lembut.

"Tidak bisa nanti saja" Dirinya tersenyum.

"Bi, kondisi Ayla gimana?" tanya nya pada wanita itu.

"Non ayla baik baik aja den, kata tuan tinggal penyembuhan tangan saja" Rayan tersenyum mendengar kabar itu.

Tak lama ada seseorang yang membuka pintu dengan aura hangat dan juga paras yang hangat. Tersenyum kala melihat dua orang yang tengah duduk sambil mengobrol ria.

"Halo bi"

"Hai den vier" Sapa nya yang ternyata sosok itu alasan Javier.

"Lo gimana baik baik aja?" Angguk Rayan saat mendengar pertanyaan dari nya.

"Lo gak sekolah?" tanya dirinya dengan arah pandangan acak.

"Engga gua mau nemenin lo satu hari ini" Rayan mengangguk saja.

Ternyata Javier membawakan kue vanila juga di tangan kirinya. Memberikannya kepada Wina untuk bisa di letakan di atas nakas didekatnya.

Tangan dingin Rayan meraba mencari sosok laki laki bertubuh tinggi. Dengan Javier yang memegang tangannya menuntun Rayan untuk bisa meraba Surai  hitam milik laki-laki nya.

"Kenapa?" tanya Javier dengan nada halus dan tersenyum kecil.

"Gapapa gua lupa bentukan kepala lo, sama muka lo" ucapnya sambil tertawa kecil.

"Hei lo lupain gua?" terdengar tawa kecil dari pria bulan sabit itu.

"Aden kangen ya sama den vier?" goda bibi yang memotong ucapannya.

Rayan hanya menggeleng dengan ekspresi seperti tidak setuju. Dengan hidung yang mengkerut lucu dan tangan menepuk nepuk kepala Javier dengan perlahan.

"Ya udah bibi mau beli makanan dulu, vier jaga in den Rayan ya?" Javier mengangguk "iya bi itu pasti" jawabnya.

Javier menuntun tangan Rayan untuk menumpu pipi nya. Dirinya rindu akan tangan kecil yang selalu di genggam nya.

"Lo pasti udah tau dari angkasa?!" celetuk Javier dengan Rayan yang mengangguk paham.

"Maafin gua, mungkin semua ini juga salah gua."

Rayan menggeleng kencang mengisyaratkan bahwa ini bukanlah salah siapa siapa. Semuanya terjadi dengan cepat dan begitu saja. Bahkan Rayan tak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.

"Sky lo mau tunggu gua kan?" Rayan tidak membalas apapun. dia diam dan kini beralih menunduk.

"Kenapa? lo cape nunggu gua? gua tau gua salah, dan gua terbelenggu sama papah."

"Tapi jika suatu saat nanti takdir gua berbeda terima ya."

"Lo tau kan manusia tidak luput dari kesalahan? Dosa dosa gua mungkin udah terlalu banyak, sampai tuhan juga gak lagi peduli sama gua."

LAST BUTTERFLY || [ NOREN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang