Tuhan pun tak boleh mengambilnya paksa, jika memang dirinya belum layak untuk bahagia.
—Javier Cavanka—𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃
Entah apa yang di perbuat Brian hingga kini Javier sudah babak belur akibat dirinya. Ayla? Dia baik baik saja di dalam ruang inapnya. Kondisinya mengalami sedikit retakan pada tulang tangan kanannya, yang membuatnya harus menggunakan gips .
Sedangkan Rayan terbaring tak berdaya dengan mata yang tertutup perban putih di sekeliling nya. Tak ada yang menemani, gelap dan sendirian di ruangan dengan suara monitor yang terus menyala.
Javier? oh tentu saja pria itu tengah menemani Ayla yang masih tertidur dengan wajah penuh luka goresan.
"Kenapa, kenapa harus lo sky" monolog Javier menangis sambil tertunduk.
Nampaknya Javier sudah membaca laman media base sekolahnya, dan mungkin dia mempercayai nya? Dimana saksi dan pelaku yang jelas melihatnya? mengapa tidak ada yang membantah berita itu?.
Pukul delapan malam Risa datang kembali, melihat Javier yang tengah duduk terdiam sambil bermain ponsel.
"Nak Javier, udah tau kan siapa yang salah?"
"Tolong lebih jaga Ayla ya" Lembut Risa berucap kepada Javier.
"Engga, vier cape tante, vier punya dunia sendiri, dan buat itu jangan sepenuhnya menyalahkan Rayan hanya karena tak ada saksi yang mau berbicara"
"Langit ku tidak senaif itu untuk membuat anak anda jatuh terbaring disini" lanjut Javier menjeda ucapannya.
"Javier, dengerin tante, jika kamu sama Ayla itu semua sudah terjamin, kamu mau apapun ada di Ayla, sedangkan Rayan, dia bisu dan ga bisa jamin apapun buat mu"
"Ini bukan cuma tugas kamu, emang Rayan itu harus nyusul bunda nya"
"Maksud Tante?" Javier mengernyit keheranan atas ucapan Risa yang terakhir.
"Ga ada, hanya saja Deo ga bakal sepenuhnya bisa jamin jika kamu bersama Rayan"
"Tante cukup, cukup nyalahin Rayan!"
"Dia juga anak tante, tolong hargai dia, dia juga manusia butuh kasih sayang bukan luka disetiap hidupnya"
"Aku ga mau ada di kondisi ini, semua salah papa dan om Deo, namun yang lebih liciknya itu Tante!" Javier segera keluar dari ruangan asayla.
Dia menuju ruang Rawat Rayan yang sudah di pindahkan sejak sore tadi. Masuk dan tak kuasa melihat bagaimana langitnya terbaring dengan gelapnya dan sekujur tubuh penuh luka.
Tentu air mata Javier turun membasahi mata serta pipi nya. Tangisannya menderu kala mendekat kepada langitnya. Jelas sekali dimata Javier bahwa Rayan tengah berada di ambang kematian namun tanpa raga yang dikubur.
"Rayan cukup ... gua ga cape ay ... gua mau sama lo"
"Jaga lo, sampai semua badai reda"
"Salahin gua salahin Yan, bentak gua Rayan! pukul gua kalo perlu"
"Kenapa tuhan kasih lo sesuatu yang bahkan mustahil dilakukan oleh hamba nya termasuk lo"
"Gua kali ini mau egois, gua mau nyalahin tuhan atas semua kebodohan gua Yan"
"Kenapa gua ga bisa ngelawan, Rayan!" Tangisan Javier terdengar menyayat hati dan menjerit sakit.
Tangisan itu benar benar tangis penyesalan dan luka. Javier tidak sanggup untuk kembali bersuara di hadapan langitnya. Dunianya bak hancur terbelah menjadi beberapa keping yang bahkan salah satunya terbang hingga tak bisa lagi untuk disatukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST BUTTERFLY || [ NOREN ]
RomanceDiselingkuhi oleh sang kekasih dengan adiknya sendiri adalah hal paling dirinya benci saat ini. Belum lagi keterbatasan nya dalam berbicara membuatnya selalu di kucilkan bahkan di keluarganya sendiri. "Saya malu punya anak bisu kaya kamu!" "Lo itu b...