"Aku bertahan karena aku menyayangimu"
—Alzanes Bramasta—
𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃 𓂃 ࣪˖ ִֶָཐིཋྀ ִֶָ ࣪˖ ִֶָ𓂃
Siapa yang tahu kedepannya hidup akan seperti apa, akankah bahagia atau lebih terluka. Kita tidak bisa mengelak atau menghindar kala tubuh ini mulai menapak di tanah bentala.
Menjalani dengan sukarela atau lebih memilih berjuang dengan luka, adalah hal pilihan yang tidak ada jawabannya.
"Kamu beneran bisa?" tanya nya kala melihat bagaimana sosok itu menerima dan turun dengan langkah tertatih memegang tongkat.
Ia mengangguk dengan tersenyum agar orang itu bisa percaya padanya. Pria dengan tinggi sekitar 189 cm itu memandang pasiennya yang dengan semangat ingin menjelajah sendirian tanpa bantuan seseorang.
"Rayan jangan memaksa, istirahat dulu ya..?" ia menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dokter dengan rupa yang tak pernah ia lihat.
Rupa nya, netra nya, hingga daksanya tak dirinya tahu. Tak masalah ia kembali berjalan dengan tongkatnya keluar dari kamar inap miliknya yang nampak membosankan dan juga hampa.
"Hati hati, jangan belok ke kiri itu arah pintu keluar," teriaknya dan membiarkan sang pasien bebas menjelajah sendirian.
"Gua harus mandiri ga mungkin nyusahin orang lain terus, sekalipun bayangan ini abu abu, gua akan terus melangkah," ucapnya bermonolog dalam batinnya.
Ia berjalan terus menelusuri koridor, dengan bunyi dan rangsangan dari tongkat sebagai pengarah nya. Bisa ia dengar banyak yang bersisik tentangnya saat melewatinya.
Hari ini sudah masuk weekend, dan tentu saja semua anak anak berlibur sendiri dengan menikmati waktu bersantai dan waktu istirahat dari semua beban lara nya.
"Bawa apa ya, masa buah terus, ice cream deh pasti suka."
Pria itu berjalan ke minimarket untuk membeli ice cream yang ia bawakan untuk langitnya. Dan setelahnya kembali ke rumah sakit menjenguk nya.
Langkahnya dengan bahagia dan senyum bulan sabitnya membawa ice cream yang ia pandangi sedari tadi. Memasuki ruangan yang dimana sang empu di rawat disana. Sayangnya sosok itu malah tidak ada di kamarnya.
"Rayan... Yan... sayang..." panggilnya sedikit kelimpungan mencari sang empu.
Ia keluar dengan blingsatan mencari sosok langitnya yang entah pergi kemana. Dia berlari ke seluruh penjuru rumah sakit mencarinya dengan jantung yang berdegup kencang.
Hingga sudut matanya menangkap sosok yang ia cari sedari tadi tengah duduk di kursi di area air mancur di tengah rumah sakit. Nafasnya melemah seolah membuang semua kekhawatiran nya sejak tadi.
"Lo buat gua khawatir sayang," ucapnya dengan nafas tersengal senggal.
Ia berbalik dan menduga jika pria nya ini sudah mencarinya karena pergi tanpa memberitahu.
"Gua kira lo dimana, jangan pergi sendiri lagi, tunggu gua, gua temenin!" perintahnya yang mungkin marah namun ia tak bisa.
"Maaf" isyarat lirih yang mampu melemahkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST BUTTERFLY || [ NOREN ]
RomanceDiselingkuhi oleh sang kekasih dengan adiknya sendiri adalah hal paling dirinya benci saat ini. Belum lagi keterbatasan nya dalam berbicara membuatnya selalu di kucilkan bahkan di keluarganya sendiri. "Saya malu punya anak bisu kaya kamu!" "Lo itu b...