{BAB 11} MASIH PEDULI

63 31 4
                                    

Megan POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Megan POV

Aku melajukan motorku dengan kecepatan yang full entah kenapa rasanya patah mengingat perlakuan Dara kemarin. Mungkin aku memang berlebihan tapi ya sudahlah.

"Tunggu tunggu itu bukannya Dara emh mau kemana tu anak. Gue ikutin aja kali ya."

(...)

"Astaga jadi ternyata Mereka satu ayah dan beda ibu. Dan ayah Vania selingkuh dengan ibu Dara."

Megan yang tidak sengaja menguping pembicaraan mereka dibalik sebuah pohon besar. Sedangkan motornya ia taruh dipinggir jalan raya.

Ia segera bergegas pergi ketika melihat Dara yang mulai melangkah menjauh dari Vania.

"Naik" ucapku singkat.

"Megan ngapain Lo disini. Lo ngikutin gue??"

"Banyak tanya. Naik atau gue tinggal."

Tanpa berbicara sepatah kata pun kini tubuh Dara sudah berada tepat dibelakang Megan.

"Gue minta maaf Megan."

"Lo mau makan?? Makan nasi goreng mau??"

"Lo ngomong apa si ga kedengeran."

"Ga tahan banget?? Yaudah kita berhenti di warung depan."

"Hah apaan??"

Megan menghentikan motornya di depan warung pinggiran jalan. " Yu makan dulu kalo emang ga tahan."

"Siapa yang laper??"

"Lo."

"Gue ga bilang gue laper Megan."

"Lah tadi di motor Lo bilang laper ga tahan."

"Hih dasar budeg." Dara mengumpat Megan kesal padahal dia sendiri pun tidak terlalu jelas mendengar perkataan Megan. Maklum namanya juga di motor kan berisik.

"Yaudah sekalian kita makan aja lagian dirumah gue mie instan nya abis."

"Huffftt."

"Mas nasi gorengnya dua ya sama es teh juga."

Kini Megan sudah duduk sedangkan Dara hanya cengo berdiri seperti patung.

"Lo mau makan sambil diri hm??"

"Emh Lo ga marah sama gue ??"

Megan menarik tangan Dara sehingga tubuhnya mengikuti arahan Megan.

"Gue ga pernah bisa marah sama Lo Ra. Itu hak Lo untuk tampar gue."

"Sorry."

"Yaudah kita makan dulu tuh udah dateng." Aku sudah tidak sabar untuk melahap nasi gorengnya.

***

Bukannya pulang kerumah kini motorku melaju kesebuah taman yang sangat indah.
Banyak anak anak kecil yang sedang berlarian bersama teman temannya.

"Kita ngapain kesini??"

"Gue emang suka diem sendiri disini rasanya tenang. Apalagi liatin anak anak itu lari lari, mereka belum sepenuhnya memiliki beban yang berat."

"Hemm."

"Gue ga sengaja denger percakapan Lo sama Vania tadi," Ucapku merasa bersalah.

"Gue ga akan paksa Lo buat tutup mulut. Terserah Lo mau sebar info itu." Mata Dara memandangku dengan tersenyum.

"Maksud Lo ??"

"Lo belum liat gosip terbaru disekolah gt??"

Aku segera mengecek handphone dan benar sudah ramai perbincangan digrup. Aku kembali menatap Dara sekilas.

"Gue makin ga faham sama kehidupan Lo Ra. Gue ngerasa hidup gue rumit tapi ternyata hidup Lo lebih rumit."

"Ibu kandung Lo sekarang dimana??"

"Rumah sakit jiwa."

"Lo sering kesana??"

Dara hanya menggeleng. "Gue males. Lagian dia ga kenal sama gue."

"Seburuk apapun dia, dia tetep ibu kandung Lo Ra."

"Gue malu Megan. Dia yang udah bikin nyokap Vania mati bunuh diri. Belum selesai sampe disitu dia menggoda ayah Aurora sampe dia hamil. Gue malu jadi anak jalang. Gue malu."

"Yang penting Lo jangan ikutin jejak dia Ra, jangan pedulikan omongan orang," Aku berusaha menguatkan Dara.

"Lo masih mau berteman sama gue??"

"Kenapa engga??"

Bahkan gue berharap lebih Ra. Batinku.

"Sebelum kejadian ini terungkap gaada yang mau temenan sama gue. Apalagi sekarang semua orang memandang gue jijik."

Hampir dua jam mereka mengobrol hingga Langit berubah menjadi gelap gulita. Banyak cahaya lampu yang menemani sepanjang perjalanan.

Pundak kananku terasa berat, aku tersadar ternyata kini tubuh Dara sudah tersungkur tidur dengan pulas.

"Padahal ini di motor huft," Tangan kiri ku merangkul tubuh Dara agar tidak terjatuh.

Setelah cukup lama akhirnya kami sampai ke rumahku. kini aku membopong tubuh Dara menuju ranjang. Nafasku naik turun karna jujur saja tubuh Dara sangat berat.

"Megan."

Suara Dara dengan mata yang sedikit terbuka.

"Kenapa??" tanyaku heran, tanganku membenahi selimut yang kini sudah tidak karuan akibat kaki Dara yang tidak mau diam.

"Jangan pergi em!!" Mata Dara kembali terlelap.

Tubuhku berusaha menyesuaikan ranjang yang sebenernya hanya muat satu orang. Aku tidak ingin mengganggu Dara akhirnya aku memutuskan untuk tertidur dengan tubuh yang miring.

"Astaga."

Aku terkejut ketika merasakan tendangan dahsyat dari kaki milik Dara.

Kini tubuhku terbaring diatas lantai "Cantik Cantik tidur kaya latihan maen bola huh!!"

Hening hanya terdengar detik jam yang berputar, Akhirnya aku  tertidur lelap tanpa selimut ataupun bantal karna keduanya sudah dikuasai oleh Dara seorang.

Bugh

Entah gaya tidur seperti apa yang Dara lakukan sehingga tubuh mungilnya mental dari ranjang menimpah tubuhku.

"Aduh apaan si," Setengah sadar aku  merasakan tubuhku seperti tertindih benda yang empuk seperti boneka.

Betapa terkejutnya aku melihat tubuh Dara yang sangat dekat denganku. Dengan sabar aku berusaha memisahkan tubuhku dari Dara.

"Bener bener kebo ni anak, udah jatuh dari ranjang tetep aja kagak melek," umpat ku setelah berhasil merebut kembali ranjang milikku.

.
.
.
.

Hallo semuanya.
Gimana menurut kalian 🔥🔥
Tinggalkan jejak dan tekan vote oke
Ingat vote itu gratis ga bayar✅😁












STAY HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang