{BAB 14} BERTEMU

45 30 0
                                    

Vania POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vania POV

Udara pagi ini sangat dingin sehingga aku terus terusan membalut tubuhku dengan selimut tebal. Tanganku meraba raba kasur dan aku sedikit membuka mataku yang kini bengkak.

"Raa!! Nara!!"

Aku berusaha memanggil Nara dengan suara yang sangat serak. Dan beralih mengikat asal rambut panjang ku. Aku bisa merasakan nyeri yang sangat dahsyat pada kepalaku ketika aku menurunkan kakiku dari ranjang.

"Nara kemana sih hm," kini aku mendudukkan pantatku di kursi.Mataku beralih pada sebuah roti dan susu dihadapanku.

Pagi Cantikku
Sarapan dulu ya, maaf aku gabisa temenin kamu. Kalo ada apa apa kabarin aku.

Nara

Selembaran kertas putih yang berhasil membuat bibirku tersenyum pagi ini.

"Makasih Ra," monolog ku pelan.

Sejak ibuku bunuh diri aku merasa dunia ku seolah olah menghilang. Disusul dengan kepergian nenekku, aku memutuskan pergi dari rumah tinggal di kosan kecil ini dan bekerja sampingan untuk membiayai sekolah dan yang lain lain. Awalnya aku sangat iri kepada Dara sepupu sekaligus adikku, ia bisa tinggal bersama ayah kami. Namun setelah mendengar ungkapannya kemarin aku merasa rindu dan ingin bertemu dengan nya.

Setelah bergelut dengan isi pikiranku aku memutuskan untuk menemui ayahku. Tapi sebelumnya aku menghubungi Nara terlebih dahulu.

"Sorry aku gabisa temenin kamu kali ini, ayah tiba tiba ajak aku ke luar kota." Suara Nara terdengar merasa bersalah.

"Gapapa Ra, aku bisa sendiri kok!!" Padahal kenyataannya aku sangat takut dan berharap ada Nara yang menemaniku.

"Kamu hati hati ya. Janlup kabarin aku terus."

"Iya," aku mengakhiri panggilanku dengan Nara dan bergegas menaiki sepeda motorku.

Untungnya aku pernah membuntuti Dara, sehingga tidak sulit untuk menemukan alamat rumahnya, secara aku kan malu kalo harus chat dia ,kemaren habis bentak bentak dia eh tiba tiba butuh huh. Batinku merasa lega dan terus membawa motorku melewati jalanan yang sangat ramai ini.

"Woy gue tau Lo ada di dalam. Keluar atau gua dobrak!!"

Dua preman berdiri dan mengetuk ngetuk pintu rumah Dara. Entah apa tujuan mereka tapi aku memberanikan diri untuk menghampirinya.

"Maaf om ada apa ya??"

"Eh lo pasti anaknya Aryo kan?? Bayar hutang bokap Lo sekarang!! 50 juta!!" Kini salah satu preman itu menatapku dengan tajam dan penuh kemenangan.

"Lim lima puluh-"

"Kalo engga gue bayar, gue bakar rumah ini."
Ucapan mengerikan itu memotong ucapan ku yang sangat terkejut mendengar nominal harga hutang ayahku.

"Hahhhggh kebanyakan mikir Lo." Tangan preman itu mengguyur rumah Dara dengan bensin dan siap untuk membakarnya.

"Kasih gue waktu." Aku berteriak cukup keras sembari memejamkan mataku tidak percaya dengan apa yang sudah aku katakan.

"Besok gue tunggu!! Kalo Lo ga bayar Lo tau akibatnya!!" Preman itu menepuk pundakku membuat ku bergidik ngeri.

"Duit dari mana 50 juta gila, gaji gue aja ga ada seperempat nya." Ucapku frustasi dan mengacak ngacak rambutku.

Ceklek

"Kamu siapa ya??"

Suara berat dari arah belakangku membuatku langsung membalikkan tubuhku segera.

"Raya!! Sayangku Raya. Kamu dari mana aja sayang aku kangen. Kamu harus tau, Disa udah pergi. Dia udah gabisa ganggu kita lagi. Kamu tinggal sama aku ya!!"

Aku menatap lelaki yang sangat tidak terurus dengan tatapan yang sangat dalam. Aku bisa merasakan bahwa ia benar benar merindukan ibuku, rambut gondrong dengan wajah yang lusuh. Serta bau alkohol yang sangat menyengat.

"Ayah!!" ucapku lirih.

"Sayang ini aku Aryo, aku suami kamu."

Tanganku beralih memegang kedua pundak miliknya dan menggerakkannya secara perlahan, "Ayah ini aku Vania."

"Van kamu Vania anak ayah??" Setelah meneliti cukup lama akhirnya dia menundukkan wajahnya dan menangis.

"Ayah selalu tidak bisa terima kenyataan bahwa ibumu sudah pergi. Harusnya ayah yang mati bukan dia."

Tanpa ragu aku langsung memeluk ayahku dengan erat "Ayah jangan ngomong kaya gitu."

"Maafkan ayah sayang. Ayah tau ayah salah!!"

"Aku gabisa benci ayah terus terusan. Biar bagai mana pun ayah tetaplah ayahku." Tanpa henti air mataku lolos berjatuhan.

Tanpa sadar ternyata ada dua manusia yang menyaksikan pertemuan ku dengan ayah. Mungkin perasaan salah satunya bercampur aduk kali ini.

Dara POV

Aku tidak bisa berkata kata lagi ketika melihat wanita yang telah melahirkan ku kini terikat besi besi yang bergelantungan. Hatiku selalu perih, bibirku seolah olah membisu dan tidak bisa berkata kata lagi. Hanya air mata yang menjadi saksi betapa aku tidak bisa menolak untuk menatap wanita yang sangat aku rindukan.

"Gue sekarang Faham kenapa Lo ga pernah mau untuk temuin nyokap Lo."

"Hm."

Megan menggenggam tanganku dan menariknya "Jalan jalan yu!!"

Aku hanya mengangguk pelan "kita ke rumah dulu ya aku khawatir sama ayah."

"Kamu ga takut??" tanya Megan dengan sedikit ragu.

"Biarpun dia terus terusan menyiksaku tapi dia tetap ayahku." Aku berusaha tersenyum.

Megan mengusap usap rambutku dengan sangat gemas "Aku tau kamu kuat, kamu hebat."

Kini motor gede milik Megan menuju arah rumahku entah kenapa aku sangat khawatir ayah kenapa kenapa. Tapi sebelum aku melangkah lebih jauh.

"Kok berhenti??" Megan mengikuti langkahku dan celingak cekinguk heran.

"Itu kaya Vania!!" Jari telunjukku mengarah kepada seorang gadis yang memeluk erat ayahku.

"Masa iya Ra ??"

Maafkan ayah sayang. Ayah tau ayah salah!!" Aku mendengar suara ayahku bercampur dengan Isak tangisnya.

"Aku gabisa benci ayah terus terusan. Biar bagai mana pun ayah tetaplah ayahku." ungkap gadis tersebut.

"Ayah!!" Aku mendekat kearah ayahku dan benar gadis yang tengah berbincang dengannya adalah Vania.

"Vania??" Megan ikut bersuara.

"Pergi kamu jalang murahan. Jangan ganggu saya dan Vania lagi." Kini mata ayahku membulat dengan sempurna.

"Tapi aku Dara ayah. Aku bukan Disa!!" Aku berteriak sekencang kencangnya. Muak dengan apa yang terjadi.

"Dasar jalang gatau diri kamu. Aku sudah talak kamu. ingat itu!!" Tangannya mendorong tubuhku dengan sangat kuat sehingga membuatku terbanting sangat keras.

"Ayah stop!!" Pekik Vania dengan Isak tangisnya.

"Sayang kamu kenapa??" ayahku bergegas menghampiri Vania.

"Stop siksa Dara ayah!! Dia Dara bukan Tante Disa!!"

Aku tak percaya mendengar Vania yang kini membelaku, tanpa sadar aku tersenyum walaupun kini tanganku sangat perih akibat bersentuhan dengan batu yang tajam.

.
.
.
.
.

Tinggalkan jejak sayang sayangku ya.

Vote kalian berharga banget loh💋
















STAY HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang