Prolog

1K 114 22
                                    


‼️ Disclaimer ‼️

• Cerita ini 100000% FIKSI!!!
• BxG
• Gender Bender
• Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh, latar, typo, dll.
• Kritik/saran diterima dengan senang hati.

Enjoy!

.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21 Juni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21 Juni

Hujan yang turun sejak pagi hari membuat suasana hari ini semakin terasa dingin. Tanah yang mengotori sepatu ketika melangkahkan kaki ke rerumputan yang basah, tidak menyurutkan kedatangan para teman dan juga kerabat. Payung-payung berwarna hitam membentuk barisan yang berjajar, mengelilingi sebuah batu nisan. Langitpun seakan ikut bersedih dengan menurunkan rintik hujan, ikut menangisi kepergian salah satu Agen terbaik yang dimiliki Indonesia.

[Gitasena Radheya]

Nama itu terukir indah di batu nisan itu. Dilengkapi dengan taburan bunga dan suara isak tangis rekan-rekannya.

Sudah lebih dari satu bulan lamanya mereka menjalani proses pencarian, namun semuanya berujung pada kata 'nihil'. Sosok Gita tidak pernah ditemukan sampai saat ini. Kemiliteran Indonesia akhirnya menetapkan keputusan pada status Gita,

[Gugur dalam bertugas]

Makamnya kosong, tidak ada jasadnya karena tidak ditemukan. Batu nisan yang tertanam disana hanyalah sebuah simbol penghormatan terakhir pada Agen yang pernah disebut 'Jenius abad ini'.

Air hujan itu mengalir dan menyamarkan air mata yang mengalir deras di pipi seorang Marsha Lenathea. Ia seolah tidak peduli pada kondisi matanya yang telah membengkak karena sembab. Dia tidak pernah membayangkan situasi seperti ini akan terjadi. Rasanya ia ingin terbangun dari mimpi buruk ini dan kembali ke dunia nyata yang bahagia, dengan adanya orang yang paling disayanginya.

Tapi faktanya, ini adalah kenyataan yang harus ia terima. Kehilangan sosok teman, kakak dan orang yang paling dicintainya. Kehilangan sosok Gitasena Radhye, rasa benar-benar sakit.

Tubuhnya terasa kosong hingga mati rasa....

"Hari ini kita hadir untuk mengenang kepergian salah satu agen berbakat Indonesia, ia yang dengan gagah berani berkorban untuk bangsa....." Gracio selaku atasan Gita memulai pidatonya.

"......Gitasena Radheya, seorang yang kukenal sebagai pribadi yang handal dalam berbagai bidang, seorang anak buah sekaligus teman bicara yang baik. Aku yakin bukan hanya diriku yang merasa kehilangannya, tetapi juga kalian dan Indonesia. Kami semua disini mendoakan yang terbaik untukmu, Gita. Kini engkau bisa beristirahat dengan tenang disana......"

Kehilangan memang selalu menyakitkan. Suara hujan seakan tidak bisa menutupi suara isak tangis dari para agen yang menghadiri upacara pemakaman tersebut. Teman-teman Gita yang berada di barisan depan, semua menundukkan kepala. Mereka semua tidak sanggup melihat batu nisan yang bertuliskan nama Gita. Terlihat Kathrina -sahabat baik Marsha- merangkul Marsha untuk menguatkannya.

Semua memori tentang Gita berputar di kepala Marsha....

Tidak bisa berhenti dan membuat hatinya terasa remuk.

Seandainya saja ada obat yang bisa menghilangkan ingatan.....

".......Gitasena Radheya, kami tidak akan melupakan jasa dan pengorbananmu. Semangat juangmu akan selalu bersama kami untuk membangun masa depan Indonesia. Kini engkau bisa tenang dan beristirahat dalam damai."

Beberapa agen yang berada di sebelah kiri menyiapkan senapannya.

Dor! Dor! Dor!

Terdengar suara tembakan penghormatan untuk mengenang agen yang telah gugur, diiringi dengan taburan bunga di atas makamnya. Beberapa kemudian, satu persatu orang yang hadir pun meninggalkan lokasi dalam isak tangis dan keheningan. Gracio hanya bisa iba menatap Marsha dan Kathrina dari seberang. Ia lalu menepuk pundak Oniel yang ada di sebelahnya sebelum melangkahkan kakinya pergi dari sana.

Oniel yang merupakan sahabat serta rival Gita, hanya bisa berdiri mematung sambil menatap batu nisan dengan tatapan kosong. Ia tidak peduli pada hujan yang terus membasahi tubuhnya. Biarlah hujan meluruhkan seluruh kejadian buruk ini, sekalipun itu mustahil.

Tbc....

Prolog dulu kali ya... Ceritanya nyusul kapan-kapan wkwk

Gimana? Seru nggak? Baru prolog Gitanya udah jadi ubi wkwkwkw

Kira-kira dilanjut nggak ini cerita? Komen dibawah

Adiosss

© MgldnMn

AquiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang